Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penipuan Digital

Rabu, 11 September 2024 | 11:29 WIB Last Updated 2024-09-11T04:29:42Z


Tintasiyasi.ID -- Pendiri aplikasi  Telegram Pavel Durov telah ditangkap pada tanggal 24 Agustus 2024 oleh kepolisian Prancis. Ia didakwa dengan 12 tuduhan, mulai dari skema perdagangan manusia, pelecehan anak bawah umur, dan pencucian uang.

 

Telegram adalah aplikasi pengiriman pesan yang unik di pasaran. Karena penggunaan enkripsi end to end, dan penolakannya yang tegas untuk memberikan akses latar belakang  kepada pemerintah terhadap pesan dan data dari aplikasi tersebut.

 

Penangkapan Durov merupakan sorotan lain dari kemunafikan Barat dalam hal kebebasan berbicara dan hak-hak individu. Faktor penentu demokrasi sebagaimana digambarkan oleh Barat adalah kemampuan untuk mempertanyakan dan menantang kebijakan dan pejabat yang mayoritas berkuasa secara keseluruhan tanpa takut akan pembalasan.

 

Namun, penangkapan pendiri Telegram mengingatkan publik sekali lagi bahwa tidak ada pemerintah Barat yang benar-benar setuju untuk memberikan kebebasan kepada warganya untuk mengkritik penggunaan atau penyaluran pajak.

 

Dengan kekuatan yang dimiliki media sosial dalam mengungkap kebenaran dan memengaruhi opini publik, bagaimana mungkin kaum kafir membiarkan satu pun platform yang bisa menjadi ancaman dan mampu melihat serta mendengar kendali mereka atas rakyat?

 

Untuk mengontrol kendali itu atas masyarakat, pemerintah Barat memanfaatkan perlindungan selektif atas kebebasan berbicara untuk mempertahankan sebuah ilusi, seperti di Amerika dengan opini  gerakan Sayap Kanan yang rasis, Islamofobia, xenofobia, dan dengan lebih cepat berlindung di bawah "kebebasan berbicara", sementara organisasi mahasiswa di universitas ditutup ketika memprotes genosida di Gaza.

 

Sejak Barat menjalankan nilai-nilai kapitalis, maka korporasi-korporasi juga bekerja sama dengan pemerintah untuk mendukung ilusi tersebut. Misalnya, Wall Street menyaring pelamar kerja berdasarkan protes terhadap tindakan mengerikan entitas Zionis di Palestina.

 

Juga tidak bisa dilupakan, terkait Senat AS yang memperbarui Undang-Undang Pengawasan Intelijen Asing pada bulan April tahun ini, sehingga menjadi payung hukum pemerintah untuk terus memata-matai warganya sendiri dengan alasan mencegah spionase asing.

 

Menurut putusan hakim pengadilan Fisa, FBI telah menyalahgunakan kewenangannya berdasarkan hukum, tidak kurang dari 300.000 kali pada tahun 2020 dan 2021. Lebih jauh lagi, laporan yang dideklasifikasi dari tahun 2023, mengungkapkan bahwa FBI telah menggunakan Pasal 702 untuk menyelidiki pengunjuk rasa Black Lives Matter.

 

Jelaslah sudah seharusnya bagi umat Islam dan non-Muslim, bahwa hukum dan kebijakan kapitalis Barat tidak berlaku untuk melindungi kepentingan dan mengurus urusan rakyat. Akan tetapi sebaliknya, hukum dan kebijakan dibuat  untuk mengendalikan publik, menekan pendapat, dan memberikan ilusi kebebasan, sehingga mereka yang berkuasa dapat terus membuat kekacauan dan mendapatkan modal sesuka mereka tanpa akuntabilitas.

 

Sistem Islam sepenuhnya kontras dengan semua itu melalui pertanggungjawaban seorang khalifah, rakyat akan mendapatkan jaminan perlindungan mulai dari privasi, urusan, keselamatan, dan keamanan setiap warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim kepada Allah azza wajalla.

 

Islam melindungi privasi dengan menerapkan aturan larangan negara untuk memata-matai warganya sendiri, seperti pejabat pemerintah.  Sementara pada saat yang sama, mengharuskan tetangga dan anggota keluarga untuk tidak memasuki rumah satu sama lain tanpa izin.

 

Oleh karena itu, maka akan selalu ada bias dalam hukum buatan manusia, baik yang dibuat dengan kedok demokrasi atau sebaliknya. Hanya sistem yang diciptakan oleh Allah Swt. yang menciptakan seluruh  manusia, yang akan selamanya tetap objektif dan melindungi hak-hak setiap makhluk hidup di bumi-Nya.[] M. Siregar

 

Sumber: Podcast Voice of Ummah, News Right Now: Digital Deceit, Senin (09/09/2024)

Opini

×
Berita Terbaru Update