Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Pakar Parenting Islam: PP No. 28 Tahun 2024, Jelas Kebijakan Batil

Minggu, 15 September 2024 | 10:13 WIB Last Updated 2024-09-15T03:13:44Z

Tintasiyasi.ID -- Menanggapi ditandatanganinya PP No. 28 Tahun 2024 oleh Presiden Joko Widodo bulan lalu, Pakar Parenting Islam Iwan Januar menegaskan bahwa kebijakan tersebut batil.

 

"Jelas kebijakan ini batil. Maka pemerintah harus mengklarifikasi dan segera merevisi. Jangan ditambah kata-kata penyediaan alat kontrasepsi bagi remaja. Cukup edukasi, konseling, atau pemeriksaan kesehatan. Edukasi remaja jangan sampai jatuh pada perbuatan zina. Tapi kalau masih seperti ini, harus ditentang oleh setiap Muslim," ungkapnya di kanal YouTube Guru Muslim Inspiratif dalam Podcast “Sepulang Mengajar”: Kacau! Peraturan Pemerintah Pelegalan Alat Kontrasepsi, Sudah Sah?, Ahad (11/08/2024).

 

"Kalau di luar negeri seperti Amerika sudah terang-terangan. Bukan hal aneh anak sekolah SMA, masuk sekolah atau main di malam hari, selain bawa buku pelajaran juga ada alat kontrasepsi. Karena bagi mereka itu hak asasi," tambahnya.

 

“Sekarang di minimarket banyak dijual. Ada cerita seorang kawan, di satu acara remaja terlihat orang-orang antre beli alat kontrasepsi dengan tampang-tampang usia muda, bukan pasangan suami istri. Sang kasir mengatakan, ‘Kalau momen begini biasa laris penjualan alat kontrasepsi karena lagi Valentine’s Day. Malah dulu ada satu paket dengan coklat’," kisahnya.

 

Ia menambahkan, tidak tahu operasionalnya, apakah ada counter atau klinik yang ditunjuk pemerintah, selain konseling, pemeriksaan kesehatan, juga disediakan alat kontrasepsi untuk remaja usia subur berisiko tinggi. Karena usia se-SMA itu subur, tapi high risk, karena mereka bisa gonta-ganti pasangan.

 

Ia khawatir, nanti operasionalnya seperti itu. Misalkan konseling, "Saya dengan pacar biasa hubungan badan sekian kali.’ Lalu ada keluhan begini dan begitu. Petugas menyarankan, sebaiknya menghentikan. Tapi kalau masih juga, lalu dikasih alat kontrasepsi, itu sangat mungkin.”

 

"Di kalangan dunia medis seperti tenaga medis dokter, atau konsultan kesehatan ada yang setuju dengan pemberian alat kontrasepsi untuk kalangan pelajar, karena melihat fakta banyak remaja sudah berhubungan di luar pernikahan, daripada kebablasan, hamil, penyakit kelamin, mending di edukasi, dikasih konseling dan alat kontrasepsi," ujarnya.

 

Ia mengatakan, tidak sedikit tenaga medis dan dokter yang secara pemikirannya ke arah sana. Mereka mengadopsi solusi yang ditawarkan oleh PBB, dan negara-negara Barat yang prinsipnya ABC (abstinence, be faithful (setia pada pasangan untuk hubungan badan), C-nya kondom) dan diadopsi oleh negara. Karena mayoritas Muslim jadi enggak terlalu vulgar mengampanyekan.

 

Negara penganut paham demokrasi seperti Indonesia, kebebasan mengekspresikan dorongan seksual merupakan hak asasi warga negara, enggak boleh dilarang dan dipaksa. Negara melindungi dan menjamin hak mereka termasuk ekspresi perilaku kebebasan. Indonesia agak berat, karena mayoritas Muslim, dan banyak tokoh dan ormas Islam, para guru yang terus mengampanyekan jangan sampai remaja (secara kultur) masih ada rasa malu, tuturnya.

 

Walaupun di kampung-kampung pun terlihat mulai adaptasi dan menganggap normal hubungan di luar nikah di kalangan remaja, apalagi di perkotaan. Di enggak terlalu vulgar kalau dibanding luar negeri, misal APC itu jadi program terbuka mereka. Bahkan Valentine disebutnya condom weeks, pekan tebar kondom. Karena pemerintah Amerika tahu, masa Valentine banyak terjadi hubungan luar nikah. Maka untuk pencegahan dikampanyekan menggunakan alat kontrasepsi, imbuhnya.

 

Dampak

 

"Indonesia yang mayoritas muslim, sudah kenal dengan haramnya perzinaan, seharusnya diedukasi, dicegah, di bimbing, jangan sampai jatuh dalam zina. Konsekuensi selain dosa, ada dampak bawaannya bisa merusak satu generasi, bahkan beberapa generasi," ungkapnya.

 

Risiko penularan penyakit kelamin, kehamilan tidak diinginkan, pada remaja perempuan pasti menimbulkan depresi secara psikologis. Karena masih sekolah, masih ingin punya pendidikan tinggi, malu ketemu orang tua, teman-teman, merasa terkucilkan, tidak siap sebagai ibu. Yang laki-laki juga tidak siap menafkahi, masih ingin sekolah, kuliah. Dua-duanya mengalami depresi, akhirnya memutuskan aborsi atau buang bayi. Jika melahirkan, enggak siap sebagai ibu, karena pikirannya masih ingin main, kuliah, berkarir. Sementara punya anak menjadi tambahan beban, bagi orang tuanya juga, tambahnya.

 

Pencegahan

 

"Para guru bisa mengilustrasikan agar anak-anak bisa berpikir panjang, dan menanamkan akidah iman, bahwa zina adalah dosa besar, jangan sampai enggak bisa menjaga diri, hubungan dengan lawan jenis, sampai kebablasan. Selain dunia rugi, akhirat juga. Tambah lagi terkena risiko penyakit menular seksual. Mungkin perempuannya belum pernah hubungan badan, tapi yang cowoknya nakal. Dengan perempuan lain, bahkan juga dengan dunia prostitusi. Maka risiko penularan penyakit kelamin menjadi sangat tinggi di kalangan remaja," paparnya.

 

Ia menyarankan, guru-guru harus bisa mengusahakan pencegahan dengan mengingatkan tentang agama, bagaimana Al-Qur’an, besarnya dosa zina. Memberi gambaran dampak negatif yang akan dirasakan. "Depresi, stres karena hamil tidak diinginkan, kemudian aborsi. Perempuan yang mengaborsi kandungan tak sedikit yang mengalami depresi, karena ada perasaan bersalah. Kemudian juga bisa timbul gangguan  kesehatan pada rahim akibat aborsi, jelasnya.

 

Menurutnya, dinas terkait seperti Dinas Kesehatan harus berani menyampaikan suara dan pandangan Islam terkait undang-undang ataupun PP (peraturan pemerintah). "Jangan menerima karena takut jabatan hilang, atau disanksi segala macam. Harus speak up berani menyampaikan, karena ini bisa multitafsir, kalau sudah multitafsir nanti bisa disalahgunakan,pungkasnya.[] Tari Handrianingsih

Opini

×
Berita Terbaru Update