Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Moderasi Beragama Menyasar Pelajar

Kamis, 26 September 2024 | 10:21 WIB Last Updated 2024-09-26T03:22:09Z
TintaSiyasi.id -- Iriani Joko Widodo, ibu Wury Ma'ruf Amin dan sejumlah istri menteri Kabinet Indonesia Maju (KIM) menggaungkan moderasi beragama kepada ratusan pelajar lintas agama di kota Balik Papan, Kalimantan Timur. Hal ini ditujukan untuk menanamkan nilai moderasi beragama sejak dini. Sebanyak 500 pelajar di Balik Papan berkontribusi dalam kegiatan tersebut dengan mengangkat tema "Cinta Tuhan dengan Mencintai Indonesia" pada rabu 11 September 2024. Ratusan pelajar lintas agama ini berasal dari sekolah Madrasah Aliyah dan SMA sekota Balik Papan yang bernaung di bawah Kementerian Agama dan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dalam kesempatan ini Eny Retno Yaqut, istri menteri agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bahwa kegiatan ini sengaja menyasar kalangan pelajar sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai moderasi beragama sejak dini. Diharapkan dapat membentuk para pelajar yang cinta damai dan toleran. (detik.com, 11/09/2024)

Pemuda adalah harapan umat, calon pemimpin masa depan. Jumlah pemuda di Indonesia sebanyak 64,92 juta jiwa pada 2021. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah itu setara dengan 23,90% dari total populasi Indonesia. Sungguh potensi yang sangat besar dan merupakan aset berharga. Inilah sebab program moderasi beragama gencar menyasar kaum muda. Mirisnya, saat ini kondisi generasi kita termauk pelajar sangat memprihatinkan. Pemuda menjadi pelaku kekerasan hingga pembunuhan, pecandu narkoba, pelaku seks bebas, penyuka sesama jenis dan lain-lain. Disisi lain, ada pemuda muslim yang tidak bangga dengan identitas agamanya. Justru bangga dengan gaya liberalnya. Akan tetapi pemerintah menjadikan moderasi beragama sebagai solusi yang sama sekali tidak berhubungan dengan akar persoalan generasi kita hari ini.

Moderasi beragama di institusi pendidikan pada dasarnya ditujukan untuk menangkal yang dianggap paham radikal di kalangan pelajar. Tujuannya agar generasi memiliki profil moderat dalam beragama, yang justru menjauhkan profil kepribadian Islam kaffah. Bukan hanya sekolah umum, pesantren juga tidak luput dari program moderasi beragama. Padahal pesantren adalah home base bagi umat Islam yang terdapat santri dan ulama yang berkontribusi besar terhadap ilmu dan dakwah. Namun lagi-lagi atas nama moderasi, ulama justru menjadi ujung tombak penyampai proyek moderasi beragama.

Maka nampak jelas bahwa kekhawatiran negara itu bukan kerusakan moral remaja yang begitu bobrok tetapi ancaman pemikiran Islam kaffah dan kebangkitan islam. Padahal moderasi beragama lahir dari pemikiran sekular. Moderasi bertujuan mengambil aturan Islam pertengahan, tidak ketat dan tidak lemah. Siapa pun yang menyetujui konsep tersebut, berarti ia telah sepakat agamanya harus disesuaikan dengan pemahaman sekular yang bersumber dati barat. Maka beragama sesuai keinginan barat tentu ini sangat berbahaya bagi akidah umat Islam dan dapat menghalangi kebangkitan Islam.

Moderasi beragama adalah proyek Barat yang dimaknai untuk menerima pemikiran liberal seperti HAM, pluralisme, dan lain-lain. Sungguh sangat berbahaya jika pelajar yang memiliki potensi besar tadi diarahakan untuk menjadi pengemban pemikiran barat. Padahal pelajar seharusnya menjadi duta Islam untuk mengambil Islam yang kaffah tidak bercampur dengan pemikiran barat. Pemuda Muslim adalah pionir perubahan dan pembela agama. Mereka seharusnya dibina dengan akidah dan syariah Islam. Pemikiran, perasaan, dan perilaku mereka sesuai ketentuan Islam.

Profil generasi Muslim yang produktif, tangguh, pembangun peradaban mulia hanya mampu dicetak oleh negara Islam yaitu daulah khilafah. Begitu banyak tokoh pemuda pionir perubahan generasi terdahulu dihasilkan dalam naungan sistem Islam. Pada masa Rasulullah SAW ada Zaid Bin Haritsah 16 tahun, penerjemah dan penulis surat-surat Rusulullah untuk kaum Yahudi. Ada Mush'ab Bin Umair 22 tahun, sebagai duta pertama dakwah islam ke Madinah. Pada masa Abasiyah ada Salahuddian Al-Ayyubi yang menaklukan Baitul Maqdis. Pada Masa Ustmani ada Sultan Muhammad Al-fatih yang menaklukkan Konstantinopel, keduanya berusia muda. 

Negara akan menjaga dan mengupgrade kualitas pemuda dengan ideologi Islam, melalui sistem pendidikan Islam. Hanya sistem pendidikan Islam yang mampu mencetak generasi unggul berkepribadian Islam. Selain itu, kepribadian Islam juga terwujud dengan penerapan sistem Islam lainnya dalam seluruh aspek kehidupan. Sungguh kita sangat mengaharapkan hidup dalam kondisi generasi yang aman dan baik. Semua itu hanya akan terwujud dengan menerapkan khilafah.

Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Farida Marpaung
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update