Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Misi Kunjungan Paus Fransiskus dan Bahaya Respons Kepimpinan Sekuler

Selasa, 17 September 2024 | 19:46 WIB Last Updated 2024-09-17T12:47:04Z
Tintasiyasi.id.com -- Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia
Pada hari Selasa, 09 September 2024, Indonesia kedatangan Kepala Negara Vatikan sekaligus pemimpin tertinggi Gereja Katolik sedunia Paus Fransiskus. Kedatangannya yang pertama ini merupakan agenda perjalanan apostolik yang akan dilaksanakan pada 3-5 September 2024, dimana negara Indonesia merupakan salah satu negara di wilayah Asia Tenggara yang dikunjungi pertama. 

Beberapa agenda yang akan dilaksanakan oleh Paus selama di Indonesia diantaranya, pada tanggal 04 menigkuti kegiatan penerimaan Paus Fransiskus di istana Kepresidenan dan bertemu dengan Presiden Jokowi, sekaligus menghadiri keguatan di Cathedral Church & Young Center Graha Pemuda, kemudian pada tanggal 05 menghadiri pertemuan antaragama di Majid Istiqlal dan kegiatan yang merupakan acara puncak adalah kegiatan Misa Agung yang di laksanakan di GBK Jakarta (news.detiks.com, diakses pada 12/09/2024).

Kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia di sambut oleh berbagai kalangan, termasuk dari 33 tokoh muslim. Sambutan dari 33 tokoh muslim ini diabadikan dalam bentuk buku yang berjudul “Salve, Peregrinans Spei” yang berarti “Salam Bagimu, Sang Peziarah Harapan”. Buku ini sebagai bentuk gambaran semangat keberagaman dan pkuralisme di Indonesia.

Diantara 33 tokoh tersebut adalah Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia, Jamhari Makruf; Sekretris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah; Ketum Pimpinan Pusat Laznah Tanfidziyah, Hamdan Zoelva; dan seorang pendakwah dan konten kreator lintas iman, Kusein bin Ja’far Al Hadar (megapolitan.kompas.com, diakses pada 12/09/2024).

Dalam pidatonya di istana kepresidenan. Paus Fransiskus menyampaikan tentang ajakan memperkuat kerukunan. Selain itu beliau juga menyampaikan untuk bersama melawan tantangan bersama yaitu ekstremisme dan intoleransi.

"Untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapuskan ketimpangan dan penderitaan yang masih bertahan di beberapa wilayah negara, Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antaragama.”ujarnya.(cnbcindonesia.com, diakses pada 13/09/2024).
    
Respon Pemerintah yang Salah dan Misi Pengarusan Moderasi Beragama
Sungguh miris melihat bagaimana pemimpin negeri ini terutama para tokoh-tokoh muslim menyambut kedatangan Paus Fransiskus yang sangat berlebihan, yang mana dinilai mencerminkan toleransi dan saling menghormati tapi justru menggambarkan toleransi yang berlebihan dan seakan sangat menjunjung tinggi tokoh agama nonmuslim.

Bahkan hal ini sampai disorot media asing, bagaimana hangatnya sambutan kepada Paus oleh Imam Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar. Salah satunya adalah media Amerika Serikat yaitu Associated Press (AP) yang memberitakan dengan judul "Paus dan imam dari masjid terbesar di Asia Tenggara menyerukan bersama untuk memerangi kekerasan dan melindungi planet ini." 

Didalam berita tersebut juga dimuat bagaimana sambutan dari Imam masjid yang mencium tangan Paus. Dalam sambutan yang dilakukan di Masjid Istiqlal tersebut Imam Masjid menyambut Paus dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an yang dinilai sebagai bentuk ajaran toleransi kepada agama lain. Respon pemerintah dan juga para tokoh muslim lainnya sejatinya mencerminkan toleransi yang kebablasan.

Toleransi sejatinya adalah sikap menghargai bukan kolaborasi apalagi sampai menjunjung tinggi berlebihan tokoh agama lain. Sambutan mulai dari mencium tangan, pembacaan ayat suci al-Qur’an, bahkan sampai buku yang ditulis oleh 33 tokoh muslim dari berbagai kalangan yang ditujukan kepada tokoh agama lain dengan judul “Salam Bagimu Sang Peziarah Harapan." 

Bahkan juga sampai polemik mengganti adzan di TV dengan running text karena ada kegiatan Misa akbar yang diselenggarakan dibeberapa stasiun televisi. Sikap ini sungguh berbanding terbalik dengan bagaimana respon pemerintah, tokoh-tokoh muslim dan bahkan masyarakat muslim sendiri terhadap saudaranya yang dianggap memiliki paham berbeda dengannya.

Mereka lembut dengan orang-orang yang berbeda agama namun begitu tajam dan kejam terhadap saudara seakidahnya. Orang yang berbeda akidah disambut dengan hangat tapi saudara seakidahnya bahkan tidak punya tempat dihatinya, orang berbeda akidah disambut dengan perkataan lembut dan santun sedang saudara seakidahnya dihina, dicemooh, dicela, diberi label negatif dan buruk, orang yang berbeda akidah dipuja dan disanjung sedang saudara seakidahnya direndahkan harga diri dan kehormatannya.

Maka yang jadi pertanyaan adalah inikah sikap toleransi yang ingin dibangun di negeri ini? Inikah gambaran toleransi yang sejalan dengan akidah Islam? Inikah toleransi yang lembut pada yang beda akidah dan runcing hingga menusuk kepada saudara sesama akidah?

Sejatinya kedatanggan Paus di Indonesia bukan serta merta kunjungan biasa semata, melainkan ada misi yang direncanakan. Misi ini adalah pengarusan moderasi beragama melalui ajakan toleransi, penentangan terhadap ekstremisme yang sejatinya di negeri ini gelar itu melekat pada muslim yang ingin menerapkan Islam, dialog antar agama yang semakin dikuatkan, dan menghargai Pluralisme. Semua itu sejatinya adalah cara-cara untuk semakin menguatkan moderasi beragama di negeri ini yang pada akhirnya akan mengakibatkan sekulerisme dan liberalisasi bahkan sampai pada kaburnya batas-batas toleransi yang benar dan pengerusan akidah Islam pada setiap muslim.

Hal ini sebagaimana isi pidato Paus:

“Untuk memperkuat kerukunan yang damai dan berbuah yang menjamin perdamaian dan menyatukan upaya-upaya untuk menghapuskan ketimpangan dan penderitaan yang masih bertahan di beberapa wilayah negara, Gereja Katolik berkeinginan untuk meningkatkan dialog antaragama. Dengan cara ini, prasangka dapat dihapus dan suasana saling menghargai dan saling percaya dapat bertumbuh. Maka ini sangatlah penting untuk menghadapi tantangan-tantangan bersama, termasuk tantangan untuk melawan ekstremisme dan intoleransi, yang melalui pembelokan agama, berupaya untuk memaksakan sudut pandang mereka dengan menggunakan tipu muslihat dan kekerasan.”

Maka sangat jelas Paus dalam pidatonya mengajak Indonesia untuk meningkatkan dialog antar agama yang sejatinya antar agama tidak perlu lagi ada dialog karena memang dari dasar berdirinya saja sudah berbeda. Pernyataan Paus untuk melawan ektremisme dan intoleransi sejatinya hari ini ditujukan kepada muslim yang memegang teguh ajaran agamanya untuk tidak berkolaborasi dan toleransi yang berlebihan dalam Islam. 

Maka jelas toleransi yang diserukan adalah toleransi dimana muslim berkolaborasi dalam setiap kegiatan nonmuslim, dan belok menjadi muslim yang moderat sebagaimana muslim yang ingin dibentuk oleh Barat. Maka bentuk toleransi yang ingin dibentuk di Indonesia adalah toleransi ala barat dan muslim yang ingin dibentuk juga adalah muslim ala Barat.

Pengarusan moderasi bergama melalui toleransi ala Barat ini merupakan cara agar umat muslim tidak menjalankan toleransi sebagaimana toleransi dalam Islam, tidak menghargai perbedaan pendapat dari saudara seakidahnya sendiri, tidak menjalankan Islam secara sempurna, pengikisan akidah, hingga akhirnya tidak akan ada generasi-generasi muslim yang berakidah dan berideologi Islam yang kuat.

Dengan begitu penjajahan Barat dinegeri-negeri mayoritas muslim semakin kuat dan eksis. Karena muslim nya tidak lagi sibuk mengurusi urusan politik, ekonomi, sosial dan pendidikan melainkan sibuk pada permasalahan perbedaan pendapat diantara sesama muslim lainnya. Maka yang terjadi tidak akan ada pembagunan generasi apalagi pembagunan negeri ini kepada kemajuan yang lebih baik.

Semua ini terjadi karena adanya paham sekulerisme di negeri ini yang memisahkan antara agama dengan kehidupan, sehingga beranggapan bahwa agama hanya urusan personal saja sedangkan dalam kegiatan politik, ekonomi dan sosial agama di tinggalkan karena dianggap tidak relevan.

Sementara hadirnya individu-individu dan kelompok yang menyerukan penerapan Islam secara kaffah dianggap bertentangan karena tidak sesuai dengan kepentingan para pemimpin yang menjunjung tinggi sistem ekonomi kapitalis. Sistem ekonomi kapitalis meniscayakan seorang individu dapat memiliki kekayaan tanpa batas, mulai dari tambang sampai dengan pulau dapat dimiliki secara pribadi.

Adapun cara mendapatkannya adalah apapun caranya asal semuanya dapat dimiliki bahkan jika itu harus merampas hak milik dan hak hidup milik orang lain, mengambil jalan yang haram, dan menzalimi orang lain. Termasuk licik dalam berpolitik adalah hal yang biasa dan sangat biasa dilakukan oleh para pemimpin negeri ini demi mendapatkan kekuasaan dan kekayaan diri sebanyak-banyaknya, praktiknya pun dilakukan mulai dari sembunyi-sembunyi bahkan sampai terang-terangan.

Ketika rakyat melakukan demo dan aksi untuk menentang berbagai putusan tersebut rakyat justru diserang dan diancam agar menutup mulutnya dan membatasi ruang pendapat dari rakyat di negeri yang katanya menjunjung tinggi demokrasi ini.

Maka moderasi beragama sejatinya sangat berdampingan dengan sekulerisme dan kapitalisme yang ingin di tumbuh suburkan di negeri Indonesia yang memiliki potensi luar biasa ini. Penjajahan oleh Barat akan selalu eksis dan kuat selama muslim terus-menerus terbawa dalam arus moderasi beragama, toleransi yang sesuai dengan keinginan Barat, dan melanggengkan demokrasi yang sejatinya adalah produk dari sekulerisme untuk melanggengkan para korporasi-korporasi dan para pemimpin yang juga pengusaha yang ingin terus-menerus berkuasa di negeri ini. 

Islam Mengajarkan Konsep Toleransi

Islam memiliki konsep toleransi yang jelas dan tegas. Islam menetapkan toleransi kepada umat agama lain hanya sebatas saling menghargai mereka dengan segala keyakina mereka, baik berupa bagaimana ibadah, pakaian, dan makanan mereka. Toleransi dalam Islam bukan berarti seorang muslim harus berkolaborasi atau bahkan berpartisipasi dalam kegiatan ibadah mereka.

Sebagaimana firman Allah:

“Untukmu agamamu dan untukku agamaku.” (QS Al–Kafirun: 6).
Dari ayat diatas menegaskan bagaimana seorang muslim bersikap terhadap umat agama lain, untuk membiarkan dan menghormati ketika mereka menjalankan ritual ibadah mereka. Hal ini kemudian dikuatkan dalam diri muslim bahwa satu-satunya agama yang benar adalah Islam, karena Allah berfirman:

“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah ialah Islam.” (QS Ali Imran [3]: 19).

Maka jangan sampai karena toleransi ala Barat yang saat ini tengah diaruuskan membuat kita buta arah sehingga mengambil ide-ide rusak mereka seakan-akan Islam tidak mempunya konsep toleransi dan aturan dalam berhubungan kepada nonmuslim, jika demikina maka artinya muslim sudah tidak lagi menjadikan syariat Islam yaitu al-Qur’an dan hadits sebagai kepemimpinan berpikir dan pedoman dalam kehidupan dengan mengambil ide-ide dan auran-aturan dari Barat.

Maka saat ini hal yang sangat urgent untuk kita lakukan adalah menyeru kepada penerapan Islam secara kaffah dan tegaknya kembali institusi Islam yaitu negara yang akan melindungi rakyatnya dari segala pengarusan global moderasi beragama dan juga sekulerisme kapitalis yang pada akhirnya akan merusak generasi dan melanggengkan penjajahan Barat di negeri-negeri muslim. Institusi itu adalah Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu a’lam bishshowwab.[]

Oleh: Hemaridani
(Aktivis Muslimah)
       

Opini

×
Berita Terbaru Update