Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Menelisik Praktik Ketidakjujuran Akademik

Kamis, 05 September 2024 | 09:02 WIB Last Updated 2024-09-05T02:02:37Z

TintaSiyasi.id -- Mengejutkan! Negara Indonesia berada pada urutan ke 2 negara paling tidak jujur sedunia (detikedu.com, 09/07/2024), hasil tersebut sesungguhnya adalah realitas gunung es dari berbagai bentuk kecurangan yang ada dalam ekosistem pendidikan di Indonesia. Masih banyak bentuk-bentuk kecurangan akademik lain yang jamak terjadi. Mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Beberapa masa yang lalu sering dijumpai sekolah tertentu ketika ujian akhir kelulusannya dibantu oleh guru mengerjakan soal agar anak murid mereka lulus 100% dengan nilai terbaik. Artinya, sekolah mendemonstrasikan praktik tidak jujuran tanpa rasa malu kepada murid-murid yang harusnya mendapatkan pendidikan tentang integritas. 
             
Praktik kecurangan lain adalah contek-mencontek, plagiarisme, pemalsuan data penelitian, joki ujian, joki karya ilmiah. Bahkan pemalsuan ijazah juga marak terjadi di negeri ini. Cukup menelusuri dengan bantuan google maka dengan mudah menemukan praktik tersebut dilakukan dengan terbuka berdasarkan tarif tertentu. Bahkan praktik kecurangan dilakukan oleh pesohor negeri ini dengan melibatkan pesohor di kampus. Mereka terlibat dalam kecurangan akademik tidak bergerak di ruang-ruang bawah tanah di kampus bahkan dengan sangat terbuka dengan melibatkan para petinggi kampus termasuk guru besar. Bahkan melibatkan tim asesor (Pendidikan Tinggi) Kemendikbud. Mereka main mata dengan profesor untuk menjadi profesor. Bagi pemburu status guru besar, gelar profesor bisa meninggikan status sosial. 
             
Psikologi sosial ini sejalan dengan pandangan sebagian masyarakat yang menganggap profesor sebagai manusia setengah dewa. Kata “Prof” menjadi penghias yang berharga untuk disematkan di kartu nama. Makin panjang titel di depan dan belakang nama, mereka merasa makin intelek. Realitas ini tentu saja miris, sebab para petinggi negeri merupakan orang-orang yang diharapkan menjadi pilar penegakan integritas pendidikan negeri ini. Jika para pesohor dan guru besar di kampus tidak lagi menjadi pilar penegak integritas maka, robohlah integritass pendidikan di negeri ini dan di kampus pada saat bersamaan. Tidak idak jujuran akademik sangat merugikan, baik bagi individu maupun sistem pendidikan. Karena akan menghilangkan kepercayaan diri dan moralitas. Tidak jujuran akademik juga berdampak negatif pada sistem pendidikan secara keseluruhan. Intitusi pendidikan yang memiliki banyak kassus tidak jujuran akademik akan kehilangan kredibilitas dan reputasinya. 
            
Selain itu, kualitas lulusan yang dihasilkan tidak mencerminkan kemampuan sebenarnya sehingga dapat merugikan dunia kerja dan masyarakat secara umum karena sekarang ini banyak informasi CPNS dan PPPK. Terjadi pula tidak jujuran dalam tes CPNS dan PPPK karena prosedurnya sama tidak jujur juga. Maka dapat dibayangkan masa depan negeri ini kelak. Anak sekolah mulai SD hingga perguruan tinggi tidak lagi menjunjung tinggi kejujuran, yang ada justru menomorsatukan aspek kuantitas. Jika dunia akademik sudah runtuh akibat pelaku orang-orangnya maka masa depan negeri ini menjadi gelap gulita. Berharap Indonesia emas 2045 dengan tata kelola pendidikan seperti hari ini jauh panggang dari api, yang akan terjadi justru Indonesia cemas. 
           
Jika kemajuan teknologi tidak mampu meluruskan perbuatan dan perilaku jujur maka satu-satunya cara agar negeri ini tetap tegak berdiri adalah kembali kepada Islam. Pemahaman Islam yang lurus yang dijadikan sebagai standar perbuatan mampu menjaga integritas manusia termasuk akademisi. Ajaran Islam tidak cukup hanya sekedar dipelajari memenuhi rongga akal, namun harus termanifestasi dalam perbuatan konkrit di kehidupan keseharian. Keselaran antara pemikiran islami dan perbuatan akan menghantarkan seseorang menjadi Muslim sejati berkepribadian Islam. []


Oleh: Rahma
Praktisi Pendidikan

Opini

×
Berita Terbaru Update