Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mencari Solusi untuk Kekeringan yang Melanda Bekasi

Selasa, 24 September 2024 | 11:13 WIB Last Updated 2024-09-24T04:13:21Z

TintaSiyasi.id -- Sebagian Besar Wilayah Bekasi Alami Kekeringan

Bekasi dilanda kekeringan, Data terbaru dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bekasi, hingga Rabu, 4 September 2024 pukul 19.00 WIB, Kekeringan lahan pertanian di Kabupaten Bekasi yang awalnya melanda 99 desa, kini berkurang menjadi 53 desa yang tersebar di 14 kecamatan. 

Tercatat, luas lahan pertanian yang terancam kekeringan berkurang dari 4.246 hektar menjadi 2.652 atau berkurang seluas 1.594 hektar. 

Data dari BPBD Kabupaten Bekasi menyebutkan, lahan pertanian terluas yang terancam kekeringan berada di 7 desa di Kecamatan Sukakarya, yakni seluas 1.063 hektar. 

Kekeringan lahan pertanian juga masih melanda pesawahan di 7 desa di Kecamatan Karangbahagia seluas 450 hektar. 

Sebaran lahan pertanian yang terancam kekeringan juga ada di Kecamatan Sukawangi yang tersebar di 6 desa dengan luas 373 hektar. Kemudian di Kecamatan Cabangbungin seluas 323 hektar yang tersebar di 6 desa. 

Enam desa di Kecamatan Pebayuran juga masih terdampak kemarau dan tercatat ada 207 hektar sawah yang terancam kekeringan. 

Kekeringan lahan pertanian juga melanda satu desa di Kecamatan Muaragembong dengan luas 110 hektar. 

Selain itu, kekeringan juga melanda area pesawahan di dua desa di Kecamatan Tambelang seluas 45 hektar. Kemudian di Kecamatan di Tambun Utara seluas 8 hektar, Kecamatan Cibitung 15 hektar, dan Kecamatan Setu seluas 13 hektar. 

Selanjutnya di Kecamatan Sukatani seluas 30 hektar, Kecamatan Cikarang Timur 38 hektar, Cikarang Selatan 38 hektar dan Kecamatan Cikarang Pusat 9 hektar. (bekasikab.go.id, 04/11/2024)

Sementara itu dalam sebuah artikel yang tayang di megapolitan.antaranews.com pada 06/11/2024 lalu disebutkan Perumda Tirta Bhagasasi Kabupaten Bekasi, Jawa Barat berkomitmen untuk terus mengutamakan kepuasan 350.000 lebih pelanggan di seluruh cakupan pelayanan perusahaan pelat merah milik Pemkab Bekasi itu. 

Sebagaimana diungkapkan oleh Direktur Utama Perumda Tirta Bhagasasi Kabupaten Bekasi Reza Lutfi Hasan, pada Apel peringatan Hari Pelanggan Nasional yang dihadiri para kepala cabang, kepala kantor cabang pembantu, kepala bagian, serta pegawai di lingkungan Kantor Pusat Perumda Tirta Bhagasasi Kabupaten Bekasi. Beliau mengatakan,
"Saat ini ada 350.000 lebih pelanggan Perumda Tirta Bhagasasi di wilayah Kota dan Kabupaten Bekasi. Mereka harus mendapatkan air selama 24 jam untuk kebutuhan sehari-hari. Maka, pelayanan harus benar-benar diutamakan. Kepuasan pelanggan adalah yang utama," kata Reza.


Faktor-Faktor Penyebab Kekeringan dan Keterlibatan Pemerintah Setempat

Mau heran tapi ini Bekasi. Kekeringan di kota ini merupakan bencana berulang yang hingga kini belum ada solusinya. Konon kabarnya berbagai upaya sudah ditempuh tapi nyatanya kekeringan tetap jadi dilema warga. Adapun beberapa faktor yang diyakini sebagai cikal bakal penyebab terjadinya kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah Bekasi saat ini, beberapa diantaranya sebagai berikut:

Pertama, rendahnya curah hujan dan intensitas hujan yang kurang akibat pemanasan global dan suhu wilayah yang tinggi akibat emisi karbo yang berlebihan dari penggunaan bahan bakar, aktifitas industri dan penggunaan alat-alat elektronik hingga efek rumah kaca. Bekasi sebagai kota industri dan gudang properti menjadi wilayah yang padat penduduk dengan mobilisasi tinggi. Sehingga wajar jika kemudian menyumbang polusi yang tinggi, limbah produksi yang banyak dan kurangnya lahanbhijwu akibat banyaknya pengalih fungsian lahan hijau menjadi perumahan dan pemukiman. 

Kedua, kurangnya penyerapan air akibat berkurangnya hutan dan ruang hijau akibat pembangunan infrastruktur dan bisnis properti yang semakin menggila di wilayah Bekasi.

Siklus air tak lagi berjalan sebagaimana mestinya karena disfungsi pohon yang kian berkurang, sehingga menjadi boomerang ketika musim kemarau terjadi kekeringan dan pada musim hujan justru terjadi banjir karena tak ada akar pohon yang menampung air.
 
Mungkin pemerintah Bekasi sukses mengantarkan Bekasi sebagai kota megapolitan sekelas Jakarta akan tetapi gagal menciptakan kestabilan ekosistem dan wilayah layak huni yang ramah lingkungan 

Ketiga, adanya keterlibatan swasta dalam pengelolaan Sumber Daya Air dicurigai sebagai praktik ekploitasi sumber daya (air) oleh pihak swasta yang dilegitimasi oleh penguasa daerah.

Sebagai kota satelit, kekeringan yang melanda sebagian besar wilayah di Bekasi nyatanya mengungkap fakta baru bahwa bencana kekeringan yang melanda wilayah Bekasi bukan semata karena musim dan cuaca. Ketidak siapan pemerintahan setempat sebagai pelayan masyarakat dan pengelola sumber daya alam setempat seolah berlepas diri dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan air. Wajar jika kemudian muncul polemik adanya pengabaian hajat hidup orang banyak.

Keempat, kurangnya kesadaran masyarakat untuk menjaga dan memelihara lingkungan, mengkonsumsi air dengan bijak, hemat dan cermat. Serta memelihara keharmonisan ekosistem di daerah sekitar.


Solusi Tuntas dalam Menanggulangi Kekeringan Adalah dengan Mengadopsi Sistem Islam

Tentu saja, ini butuh solusi tuntas dari banyak pihak, baik itu pemerintah wilayah setempat, warga yang tinggal di wilayah tersebut dan pemerintah pusat. Semua komponen tersebut harus bersinergi untuk membangun wilayah Bekasi agar lepas dari bencana kekeringan dan menjadi wilayah yang layak huni yang ramah lingkungan.

Pada hakikatnya manusia bersarikat dengan tiga hal. Dan air adalah salah satunya. Sehingga sudah jadi tugas dan kewajiban pemerintah setempat untuk mengurus, mengolah, mendistribusikan hingga memastikan kebutuhan air ini sampai kepada warganya dan dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Begitu pula dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur dan industri termasuk properti harus tetap memperhatikan kaidah bahwa tata ruang kota berharmonisasi dengan alam dan struktur tanah, sehingga tidak merusak ekosistem yang ada sebelumnya.

Perlu diperhatikan juga dalam hal pembuatan dan pengambilan kebijakan harus melibatkan kepentingan warga bukan malah melibatkan investor yang punya kepentingan bisnis ala-ala kapitalis dengan tujuan agar tidak terjadi eksploitasi sumber daya air yang berlebihan dan terpenuhinya hajat hidup orang banyak.  

Menariknya kaidah-kaidah penuntasan masalah tersebut di atas adalah warisan dari pemerintahan Islam. Sehingga bukan tak mungkin Bekasi mengadopsi sistem dan pola kepemimpinan Islam. Bukankah menjadi pioneer kebaikan jauh lebih baik, daripada menjadi plagiat kemudaratan? Wallahu a'lam bishshawab. []


Oleh: Ummu Alana
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update