TintaSiyasi.id -- Setiap elemen masyarakat butuh perubahan, baik itu secara individu maupun berkelompok. Namun, faktanya sejak negeri ini dinyatakan merdeka perubahan yang diharapkan tidak kunjung terealisasi dengan baik. Malah kezaliman dan kesewenang-wenangan kian merajalela. Hal inilah yang dirasakan masyarakat sejak awal negeri ini merdeka.
Puncak lelah rakyat dengan janji adanya perubahan ini diwarnai dengan adanya pengkhianatan dari anggota perwakilan rakyat yang dengan sengaja akan mengubah ketetapan UU ambang batas usia calon kepala daerah yang akan mengikuti pemilihan umum (pemilu). Hal inilah yang membuat sebagian elemen masyarakat bergerak melawan kesewenangan ini dengan melakukan aksi unjuk rasa.
Aksi unjuk rasa yang dilakukan kali ini adalah menolak revisi UU pilkada. Aksi yang dilakukan dari berbagai elemen masyarakat ini dilakukan di depan gedung DPR/ MPR. Aksi yang dilakukan ribuan massa ini dihadiri berbagai kelompok masyarakat, antara lain para buruh, mahasiswa, dan juga para selebriti tanah air juga ikut meramaikan unjuk rasa.
Salah satu artis yang ikut menyuarakan unjuk rasa di depan gedung dewan perwakilan rakyat adalah komedian komika Muhammad Rizki Rakelna alias Rigen. Dalam aksi tersebut Rigen menyatakan aksi ini sebagai bentuk perlawanan legislator yang mau mengubah putusan MK lewat revisi UU pilkada. Rigen menyatakan, ketika para pejabat mulai melawak, maka saatnya para komedian yang melawak, ujar Rigen (tempo, 22/08/2024).
Aksi unjuk rasa yang dilakukan dari berbagai kalangan masyarakat termasuk para selebriti tanah air ini menunjukkan bahwa rakyat sudah mulai muak dengan kesewenang-wenangan yang dilakukan para pemangku jabatan yang ada sekarang ini. Aksi unjuk rasa ini tentu saja banyak mendapat respons yang baik dari kalangan masyarakat yang sangat berharap adanya perubahan yang nyata.
Namun, hal ini sangat disayangkan apabila bergeraknya umat tidak berlandaskan pada pemahaman yang benar atas akar masalah dan solusi, dan perubahan yang diinginkan masih berstandar pada sistem demokrasi. Maka sejarah akan terus berulang. Karena sejak negeri ini merdeka, negeri ini sudah tiga kali dalam pergantian rezim, yang pertama Orla (orde lama) yang dipimpin oleh presiden pertama negeri ini yaitu Soekarno, tetapi rezim ini tidak menunjukkan perubahan. Malah banyak ditemukan pemberontakan yang dilakukan sesama anak bangsa.
Begitu juga ketika rezim Orba (orde baru) naik menggantikan rezim Orla, di mana kepemimpinan orde baru yang dipimpin oleh presiden Suharto juga tidak bisa memberikan perubahan yang sebenar-benarnya, sehingga timbullah konflik di kalangan anak bangsa, sehingga puncak dari kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap pemerintah, maka rakyat melakukan gelombang demonstrasi besar-besaran hampir di seluruh wilayah tanah air.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1998, yang mana gerakan ini disebut gerakan reformasi. Dari gerakan reformasi ini rakyat tentu saja banyak berharap akan adanya perubahan yang signifikan di segala bidang. Namun, kenyataannya tidak sesuai harapan, bak ubahnya jauh panggang dari api. Malah kesewenangan dan kezaliman makin tampak di depan mata. Karena sejak bergulirnya reformasi negara melakukan perubahan bukan pada sistemnya, tetapi pada rezimnya.
Di mana sistem yang dipakai tetap pada standar sistem demokrasi kapitalis. Di mana kita ketahui sejak bangsa ini merdeka hingga sampai sekarang sejatinya sistem demokrasi kapitalislah yang menjadi penyebab kerusakan di segala bidang dan rakyatlah yang menjadi korban. Dengan adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan rakyat dari berbagai elemen masyarakat ini, tentu saja merupakan angin segar bagi rakyat yang merindukan perubahan yang nyata.
Namun, disayangkan apabila aksi unjuk rasa yang dilakukan ini tidak berlandaskan pada pemahaman yang benar dengan mencari akar masalah dan diselesaikan dengan solusi yang sahih, maka aksi ini hanya akan sia-sia belaka. Karena sejatinya demokrasi adalah akar penyebab dari kerusakan yang terjadi di negeri ini.
Karena sistem demokrasi pada dasarnya berhukum pada hukum buatan manusia, di mana hukum yang diterapkan harus sesuai keinginan bagi sang pemilik kekuasaan. Hal inilah yang terjadi pada negeri kita, yang mengakibatkan rakyat melakukan aksi unjuk rasa baru-baru ini di depan gedung perwakilan rakyat.
Agar aksi ini tidak menjadi kesia-sian, maka seharusnya aksi ini dilakukan dengan menuntut perubahan yang sahih. Di mana perubahan itu tidak lagi memakai sistem buatan manusia yang selalu menyengsarakan rakyat, tetapi perubahan itu bisa untuk menyejahterakan seluruh rakyat. Hal itu hanya bisa terwujud dengan menerapkan syariat Islam secara kafah.
Untuk itu dibutuhkan adanya perubahan dan visi perubahan yang sahih untuk semua kalangan. Maka hal itu hanya terlaksana hanya dengan kelompok dakwah ideologis, karena kelompok dakwah ideologis akan membina umat dengan pemahaman dan visi yang sahih, dan akan mengajak umat untuk meninggalkan hukum buatan manusia yang selama ini sudah jelas dalam penerapannya sudah menyengsarakan rakyat.
Untuk itu kelompok dakwah ideologis akan mengajak dan membina umat membangun visi perubahan yang sahih dengan berjuang untuk menegakkan syariat Allah di muka bumi ini dan meninggalkan hukum yang jahil yang terbukti sudah menyengsarakan rakyat. “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya).” (TQS. Al-Maidah: 50).
Wallahualam bissawab.
Oleh: Rismayana
Aktivis Muslimah