TintaSiyasi.id -- Meninggalnya Aulia Risma Lestari, seorang mahasiswi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anastesi Universitas Diponegoro (Undip) karena bunuh diri. Ia nekat melakukan hal itu, karena diduga tidak kuat atas prilaku bullying yang dialaminya. Hal ini semakin menambah daftar panjang kasus bunuh diri di Semarang, Jawa Tengah. Sebelum kasus bunuh diri dokter muda asal Tegal itu, ternyata telah terjadi beberapa kasus serupa di beberapa kampus negeri maupun swasta di Semarang. Penyebab bunuh dirinya pun beragam, mulai dari persoalan asmara, depresi, hutang pinjol, hingga tekanan dalam proses belajar di kampus. (jawapos.com, 17 Agustus 2024).
Di tempat yang berbeda juga terjadi kasus yang sama. Seorang mahasiswa baru IPB University bernama Sulthan Nabingah Royyan (18 tahun) ditemukan meninggal dunia. Mahasiswa asal Bojonegoro itu meninggal dunia setelah gantung diri di kamar mandi sebuah penginapan OYO di dekat Kampus IPB University Dramaga Bogor, Jawa Barat. Kasus bunuh diri mahasiswa IPB University dengan gantung diri bukanlah kali pertama terjadi. Tercatat sejak 2015, setidaknya ada lima kasus serupa mahasiswa IPB Univesity yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri. (rejabar.republika.co.id, 9 Agustus 2024).
Miris, banyaknya kasus bunuh diri di kalangan mahasiswa menggambarkan betapa kompleksnya persoalan yang dihadapi mahasiswa saat ini. Seharusnya, pendidikan tinggi mampu mencetak generasi yang kuat dalam menghadapi kehidupan dengan bekal ilmu yang dimiliki. Namun justru sebaliknya, pendidikan tinggi saat ini membuat generasi yang bermental rapuh dan selalu berada di bawah tekanan, sehingga generasi yang lahir tidak memiliki prinsip hidup yang kuat.
Mereka tidak mampu untuk berpikir benar dalam menentukan tujuan hidup dan capaian tertinggi sebagai manusia. Mereka kehilangan arah dan lelah dalam menjalani sistem kehidupan saat ini yang apapun dituntut berdasarkan materi. Alhasil, bunuh diri dianggap sebagai jalan satu-satunya untuk keluar dari masalah yang sedang dihadapi.
Semua masalah ini sangat erat kaitannya dengan sistem hidup yang dijalankan hari ini, termasuk sistem pendidikannya. Sistem pendidikan yang diterapkan saat ini adalah pendidikan sekuler yaitu sistem pendidikan yang memisahkan peran agama dengan kehidupan, serta menjadikan materi sebagai orientasi dalam hidup. Agama seharusnya dijadikan sebagai pondasi berpikir, tapi justru dihilangkan. Alhasil, kondisi kejiwaan mahasiswa mudah rapuh dan cepat mengambil jalan pintas tanpa berpikir terlebih dahulu. Tak peduli apakah perbuatan tersebut sesuai dengan Islam atau justru bertentangan dengan Islam.
Sistem pendidikan sekuler terbukti gagal dalam mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Yakni, memiliki pola pikir dan sikap yang sesuai dengan Islam. Sistem ini tidak bisa melahirkan generasi yang memiliki keimanan kuat, mental yang sehat, serta tujuan hidup yang jelas. Alhasil, output yang lahir adalah generasi yang rapuh dan tidak memiliki karakter yang mulia sebab menjauhkan agama dari kehidupan. Sebuah keniscayaan peradaban gemilang akan terwujud dalam sistem sekuler, jika generasinya memiliki mental yang rapuh yang jauh dari agama. Padahal merekalah generasi yang akan menjadi penerus dan pembangun peradaban selanjutnya.
Pendidikan dalam Islam
Islam telah menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan dasar yang harus dijamin ketersediaannya di tengah-tengah masyarakat oleh negara. Negara Islam yakni khilafah akan memberikan pendidikan gratis dan berkualitas bagi seluruh rakyat hingga pendidikan tinggi. Sistem pendidikan yang dijalankan berbasis Akidah islam, bukan pemisahan agama dengan kehidupan seperti pada sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini.
Daulah khilafah memahami tujuan dari pendidikan adalah membentuk kepribadian Islami (syakhsiyah Islamiyah) dan membekali anak didik dengan sejumlah ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan urusan hidupnya. Terkhusus untuk perguruan tinggi pendalaman dan pengkristalan kepribadian Islam dilakukan kepada mahasiswa. Pemberian tsaqofah Islam harus diberikan kepada para mahasiswa tanpa memandang spesialisasinya. Jadi, materi tentang fikih, hadits, tafsir, ushul fikih dan lain-lain diberikan kepada mahasiswa agar senantiasa memiliki pola pikir dan pola sikap yang sesuai Islam.
Selain itu, pendidikan tinggi juga bertujuan untuk melahirkan para ahli dan spesialis disemua bidang kehidupan untuk kemaslahatan masyarakat. Perguruan tinggi dituntut melahirkan para peneliti yang kompeten dalam ilmu dan praktik untuk menyediakan dan menyelesaikan masalah tersebut. Para tenaga ahli ini dipersiapkan untuk mengatur berbagai urusan masyarakat seperti qadhi, ahli fikih, sains, insinyur, dokter dan lain sebagainya.
Di samping itu, tujuan pendidikan Islam membuat motivasi generasi dalam mencari ilmu agar menjadi orang yang mulia, manusia bertakwa, berkepribadian Islam, dan berguna untuk urusan kemuliaan Islam dan umat manusia. Jadi, bukan materi yang menjadi orientasi generasi dalam menuntut ilmu seperti halnya dalam sistem sekuler-kapitalisme.
Pemahaman agama senantiasa dikaitkan dalam seluruh aspek kehidupan. Menjadikan Islam sebagai tolak ukur dalam melakukan perbuatan, halal dan haram selalu menjadi pertimbangan. Selain itu, tujuan manusia diciptakan untuk beribadah kepada Allah sangat melekat kuat dibenak para mahasiswa. Sehingga, mahasiswa akan senantiasa disibukkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) dengan ilmu yang dimilikinya.
Begitulah sistem pendidikan di dalam Islam dalam mencetak generasi peradaban yang gemilang. Generasi yang memiliki keperibadian Islam yang bermental kuat ini hanya bisa terwujud ketika umat menerapkan Islam dalam daulah khilafah. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Aqila Deviana, Amd.keb.
Aktivis Muslimah