Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kim Jong Un Hukum Mati 30 Pejabat, Pengamat: Untuk Menjaga Legitimasi Pemerintah dari Rakyat

Jumat, 20 September 2024 | 06:55 WIB Last Updated 2024-09-19T23:55:36Z
TintaSiyasi.id -- Merespons aksi pimpinan Korea Utara Kim Jong Un yang menghukum mati 30 orang pejabatnya, Pengamat Hubungan Internasional Hasbi Aswar, Ph.D. menjelaskan, tujuan di balik itu adalah untuk tetap menjaga legitimasi pemerintahan dari rakyat.

"Tujuannya adalah untuk tetap menjaga legitimasi pemerintahan dari rakyat," ujarnya dalam Program Live Kabar Petang: Korut di Jurang Bangkrut di kanal YouTube Khilafah News, Senin (16/9/2024).

Menurutnya, ketika terjadi masalah yang besar di sebuah negara, bisa disimpulkan masyarakat akan melihat ada kelalaian yang dilakukan oleh para pejabat negara. Alhasil, otoritas dari pemimpin tertinggi tetap bisa bertahan, masyarakat juga masih percaya kepada pemerintah yang berkuasa. Sehingga Kim Jong Un mencitrakan dirinya selaku pemimpin tertinggi punya ketegasan dalam menindak pejabat yang bermasalah. 

"Padahal, bisa jadi yang bermasalah bukan hanya pejabat 20-30 orang saja. Bisa jadi yang bermasalah memang Kim Jong Un yang gagal dalam mendesain pemerintahan Korut atau mendesain para pembantunya untuk lebih produktif dan proaktif," tuturnya. 

Misalnya saja, ungkap dia, Korea Utara itu diliputi berbagai macam masalah, mulai dari faktor eksternal, seperti masalah ekonomi yang berdampak pada infrastruktur, masalah kemiskinan yang hampir setengah warga negaranya mengalami bencana kelaparan, kemudian korupsi yang membudaya bahkan Korea Utara menduduki tingkat korupsi tertinggi di dunia, lalu pengelolaan lingkungan yang tidak baik, pengundulan hutan, serta resapan air yang buruk.

"Akhirnya, ketika bencana datang atau ketika hujan deras turun, menjadi bukti bahwa ini terjadi karena ada miss management dalam pengelolaan lingkungan, termasuk di dalam pencegahan-pencegahan terjadinya banjir di tengah-tengah masyarakat," ujarnya.

Selain itu, Korea Utara (Korut) juga dinilai PBB punya sikap yang 'ngotot' dalam hal militaristik yang ingin mengembangkan nuklir secara mandiri hingga membuat PBB dan anggota PBB yang lain akhirnya melakukan embargo atau sanksi ekonomi terhadap Korut. Hal ini yang kemudian menurut Hasbi membuat Korut kian terpuruk. 

Kemudian dalam aspek internal, terangnya, sebagai isu yang amat krusial dalam isu kebebasan berpendapat, Korut sangat membatasi dan mengawasi kebebasan sipil, seperti masyarakat tidak boleh berbicara bebas tentang politik, bahkan dikabarkan sekitar 30.000 orang lebih warga Korut memilih lari ke Korean Selatan untuk mendapatkan kebebasan. 

"Jadi warga Korut itu dikontrol bahkan termasuk akses-akses mereka ke media online. Akun-akun mereka itu dikontrol oleh  pemerintah. Pergerakan mereka itu dibatasi, bahkan ketika mereka bersikap kritis. Maka, itu akan mengancam kehidupan atau bahkan nyawa mereka," jelasnya.  

Karena itu, tidak mengherankan lagi, lanjutnya, akhirnya itulah yang membuat Korut menjadi sangat terpuruk.

"Sebuah negara itu bisa tegak berdiri ketika rakyatnya masih menaruh loyalitas dan kepercayaan. Tetapi ketika satu waktu masyarakat sudah tidak percaya lagi, maka pemerintah pasti akan tumbang dan negara itu pasti akan hancur lebur," bebernya. 

Dengan demikian, jelasnya, dalam menelisik masalah Korut, bukan hanya soal pengelolaan bencana banjir, tetapi ada persoalan serius dalam pengelolaan bernegara di Korea Utara.

"Menjadi pelajaran buat kita seluruhnya, bukan hanya kita sebagai warga Indonesia, tetapi kita sebagai umat Islam sudah punya sejarah di masa lalu yang panjang dan kita bisa melihat kurang lebih sama. Ketika negara menjadi sangat otoriter ditambah lagi negara gagal menyejahterakan rakyatnya, maka pasti akan terjadi berbagai macam persoalan. Dan musuh-musuh umat Islam akhirnya menjadi mudah untuk masuk menginfiltrasi dan melakukan pemecahbelahan terhadap umat Islam. Ini saya kira problem  yang harus kita pahami," pungkasnya. []Tenira

Opini

×
Berita Terbaru Update