Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Islam Itu Membawa Rahmatanlil'alamin

Senin, 16 September 2024 | 07:43 WIB Last Updated 2024-09-16T00:43:33Z

TintaSiyasi.id -- Pernyataan bahwa "Islam membawa rahmatan lil'alamin" berasal dari konsep dalam Al-Qur'an yang menggambarkan Islam sebagai agama yang membawa rahmat dan kasih sayang bagi seluruh alam semesta. Frasa ini merujuk pada ayat dalam Al-Qur'an, tepatnya Surah Al-Anbiya' ayat 107, yang berbunyi:

وَمَآ أَرْسَلْنَـٰكَ إِلَّا رَحْمَةًۭ لِّلْعَـٰلَمِينَ 
"Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam."
Beberapa poin yang penting dari konsep "rahmatan lil'alamin" dalam Islam adalah:

1. Kehadiran Islam untuk Seluruh Makhluk: Islam hadir tidak hanya untuk kebaikan manusia, tetapi juga untuk alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan, dan lingkungan. Setiap ajaran Islam mengandung prinsip-prinsip yang menjaga keseimbangan alam semesta.

2. Kasih Sayang Universal: Islam menganjurkan kasih sayang dan kebaikan, bukan hanya kepada sesama Muslim, tetapi juga kepada seluruh manusia, bahkan terhadap orang yang berbeda keyakinan. Dalam banyak hadits, Nabi Muhammad SAW menekankan pentingnya berbuat baik kepada semua makhluk hidup.

3. Keadilan dan Kesejahteraan Sosial: Islam menekankan keadilan sosial dan kesejahteraan, menentang penindasan, diskriminasi, dan ketidakadilan. Konsep ini diimplementasikan melalui ajaran zakat, infak, sedekah, dan berbagai aturan dalam muamalah yang bertujuan menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.

4. Harmoni dan Perdamaian: Islam mendorong harmoni, perdamaian, dan saling pengertian di antara manusia. Prinsip-prinsip seperti musyawarah, adil, dan saling menghormati dalam Islam sangat penting dalam menjaga hubungan sosial yang sehat.

Dengan konsep rahmatan lil'alamin ini, Islam mengajarkan bahwa setiap muslim harus menjadi agen yang menyebarkan kasih sayang, kebaikan, keadilan, dan kedamaian di dunia ini, sehingga membawa dampak positif tidak hanya bagi sesama manusia, tetapi juga bagi seluruh alam.

Akidah Islam itu memuaskan Akal.

Pernyataan bahwa "Akidah Islam itu memuaskan akal" menunjukkan bahwa ajaran dasar Islam, terutama dalam hal keyakinan atau keimanan (aqidah), sangat logis dan dapat diterima oleh akal yang sehat. Dalam Islam, aqidah mencakup keyakinan terhadap Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul, hari kiamat, dan qadha' serta qadar. Beberapa alasan mengapa aqidah Islam dianggap memuaskan akal adalah:

1. Keberadaan dan Keesaan Allah (Tauhid) Dapat Dijelaskan Secara Logis

Ajaran tauhid atau keesaan Allah merupakan inti dari aqidah Islam. Islam mengajarkan bahwa alam semesta ini tidak tercipta dengan sendirinya, tetapi ada Sang Pencipta yang Maha Kuasa, yaitu Allah. Pemikiran ini sejalan dengan logika bahwa segala sesuatu yang ada pasti memiliki sebab atau pencipta. Allah adalah sebab pertama yang tidak disebabkan oleh apa pun, yang disebut dalam konsep tauhid sebagai Al-Awwal (Yang Pertama) dan Al-Akhir (Yang Terakhir).

Dalam berbagai argumen filsafat Islam, seperti Dalil Keteraturan Alam (Cosmological Argument), alam yang teratur, indah, dan kompleks ini menjadi bukti keberadaan Sang Pencipta yang Maha Bijaksana.

2. Islam Mendorong Penggunaan Akal untuk Memahami Kebenaran
Islam mendorong umatnya untuk menggunakan akal dan ilmu pengetahuan. Dalam Al-Qur'an, terdapat banyak ayat yang mendorong manusia untuk merenungkan alam semesta, kehidupan, dan dirinya sendiri, agar melalui pengamatan dan pemikiran tersebut, manusia bisa mengenal dan mengakui kebesaran Allah.

Contohnya, dalam Surah Al-Ghasyiyah ayat 17-20: "Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana diciptakan? Dan langit, bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?" Ayat-ayat ini memotivasi manusia untuk berpikir dan merenungkan ciptaan Allah, yang pada akhirnya mengarah pada pengakuan terhadap keesaan-Nya.

3. Keseimbangan antara Akal dan Wahyu
Islam mengakui pentingnya wahyu (Al-Qur'an) sebagai sumber utama kebenaran, namun tidak menafikan penggunaan akal. Akal digunakan untuk memahami wahyu dan menggali makna dari ajaran Islam. Banyak ajaran Islam yang dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang masuk akal dan dapat diterima oleh logika manusia, seperti pentingnya keadilan, keseimbangan dalam hidup, dan manfaat ibadah.

Dalam Islam, akal dan wahyu berjalan beriringan. Sebagai contoh, kewajiban beribadah seperti shalat dan zakat tidak hanya bersifat ritual, tetapi juga memberikan manfaat psikologis, sosial, dan ekonomi yang bisa dipahami dengan akal.

4. Keteraturan Syariat Islam
Ajaran Islam dalam bidang hukum (syariat) dan muamalah (interaksi sosial) juga sangat logis dan teratur. Islam menetapkan hukum-hukum yang jelas tentang berbagai aspek kehidupan, seperti keluarga, ekonomi, politik, dan lain-lain. Semua aturan ini didasarkan pada prinsip kemaslahatan (manfaat) dan menghindari kerusakan, yang sejalan dengan logika manusia. Sebagai contoh, larangan riba memiliki landasan logis karena dapat mengakibatkan ketidakadilan ekonomi.

Begitu pula dengan aturan-aturan moral dalam Islam, seperti larangan mencuri, berbohong, dan berbuat zalim. Semua ini tidak hanya ditetapkan berdasarkan wahyu, tetapi juga bisa dipahami melalui akal sehat bahwa tindakan tersebut merusak tatanan sosial.

5. Keseimbangan antara Dunia dan Akhirat
Islam memberikan pandangan yang seimbang antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi (akhirat). Manusia didorong untuk bekerja keras dan mencari rezeki yang halal, sambil tetap memperhatikan hubungan spiritual dengan Allah. Konsep ini masuk akal, karena manusia diciptakan dengan kebutuhan jasmani dan rohani yang harus dipenuhi secara seimbang agar hidup bahagia dan bermakna.

6. Keselarasan dengan Ilmu Pengetahuan
Dalam banyak kasus, ajaran Islam sesuai atau bahkan sejalan dengan penemuan ilmiah modern. Al-Qur'an sering kali dianggap memberikan isyarat terhadap fenomena alam yang kemudian dikonfirmasi oleh ilmu pengetahuan modern, meskipun Al-Qur'an bukanlah buku sains. Misalnya, deskripsi tentang fase perkembangan janin dalam rahim yang disebutkan dalam Surah Al-Mu’minun ayat 12-14, yang sangat mendetail dan baru bisa dikonfirmasi dengan teknologi medis modern.

Kesimpulan:

Aqidah Islam diyakini memuaskan akal karena ajaran-ajarannya tidak bertentangan dengan logika dan pemikiran yang sehat. Islam memberikan panduan yang logis dan rasional dalam memahami kehidupan, alam semesta, dan Sang Pencipta. Dengan menggabungkan wahyu dan akal, Islam menawarkan landasan yang kuat untuk keyakinan, yang memberikan ketenangan jiwa serta kepuasan intelektual bagi pemeluknya.

Akidah Islam itu Sesuai dengan fitrah manusia.

Pernyataan bahwa "Aqidah Islam sesuai dengan fitrah manusia" menegaskan bahwa ajaran dasar dalam Islam selaras dengan sifat dan naluri dasar manusia yang diciptakan oleh Allah. Fitrah manusia adalah kondisi asli manusia sejak lahir, yang cenderung kepada kebenaran, kebaikan, dan pengakuan terhadap Sang Pencipta. 

Dalam konteks ini, aqidah Islam yang berlandaskan tauhid (kepercayaan kepada keesaan Allah) serta aturan-aturan moral dan spiritual lainnya, dianggap sebagai ajaran yang tidak hanya memuaskan akal tetapi juga sejalan dengan kebutuhan alami manusia.

1. Definisi Fitrah dalam Islam
Fitrah dalam pandangan Islam adalah kondisi asli manusia yang bersih dan suci, di mana setiap manusia pada dasarnya dilahirkan dengan kecenderungan untuk mengakui keberadaan dan keesaan Allah serta menerima kebenaran. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang menyebutkan: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR. Muslim)

Fitrah ini merupakan dorongan alami yang Allah tanamkan dalam diri setiap manusia agar mereka mencari dan menyembah-Nya.

2. Tauhid: Kesesuaian Aqidah dengan Fitrah Monoteisme
Aqidah Islam, terutama konsep tauhid, sangat selaras dengan fitrah manusia. Setiap manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk mencari makna hidup dan mengakui keberadaan Pencipta. Dalam Islam, kepercayaan kepada Allah yang Esa (tauhid) memenuhi kebutuhan dasar manusia untuk terhubung dengan kekuatan yang lebih besar dari dirinya, yakni Sang Pencipta.

Konsep ini sesuai dengan keinginan manusia untuk mencari sesuatu yang lebih besar daripada dirinya sendiri, mengakui kebesaran Allah, dan merasa tenang dalam keyakinan bahwa ada Yang Maha Kuasa yang mengatur kehidupan ini.

3. Ajaran Moral yang Sesuai dengan Naluri Baik Manusia
Ajaran moral dalam aqidah Islam, seperti kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan saling menghormati, adalah hal-hal yang sesuai dengan naluri dasar manusia. Manusia secara alami cenderung menginginkan kedamaian, kebaikan, dan ketenangan. Ketika seseorang berbuat baik, mereka merasa senang dan puas; begitu juga sebaliknya, ketika berbuat jahat, mereka merasa bersalah dan gelisah. Hal ini menunjukkan bahwa aqidah Islam, yang mendorong manusia untuk berbuat baik, sesuai dengan fitrah mereka.

Misalnya, larangan berbohong, mencuri, dan berbuat zalim dalam Islam adalah larangan-larangan yang sesuai dengan fitrah manusia yang menginginkan kejujuran, keadilan, dan kesejahteraan sosial.

4. Penerimaan Akal dan Fitrah terhadap Aturan Syariat
Aturan-aturan Islam seperti kewajiban beribadah (shalat, puasa, zakat), menjaga kebersihan, dan menghormati sesama manusia, tidak hanya sesuai dengan fitrah spiritual manusia tetapi juga mendukung kebutuhan fisik dan sosialnya. Misalnya, kewajiban menjaga kebersihan dalam Islam adalah sesuatu yang sangat alami bagi manusia karena manusia secara naluriah menyukai kebersihan dan kenyamanan.

Puasa, yang merupakan kewajiban dalam bulan Ramadhan, bukan hanya ibadah spiritual, tetapi juga memberikan manfaat kesehatan fisik dan mental. Dengan kata lain, ajaran-ajaran Islam ini mengakomodasi kebutuhan jasmani dan rohani manusia, sesuai dengan fitrah mereka.

5. Aqidah Islam Mengajarkan Keseimbangan dalam Hidup
Islam mengajarkan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, antara kebutuhan fisik dan spiritual, serta antara individu dan masyarakat. Keseimbangan ini sangat cocok dengan fitrah manusia, yang membutuhkan pemenuhan kebutuhan jasmani (seperti makan, minum, tempat tinggal) dan kebutuhan spiritual (seperti beribadah dan mencari makna hidup).
Ajaran Islam mendorong manusia untuk bekerja keras mencari rezeki yang halal, namun tidak melupakan kewajiban spiritual mereka kepada Allah. Konsep ini sesuai dengan fitrah manusia yang ingin meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat secara seimbang.

6. Ketenangan Jiwa dalam Keyakinan kepada Allah
Fitrah manusia menginginkan ketenangan dan kedamaian batin, yang sering kali dicari melalui pencarian spiritual. Islam, melalui ajarannya tentang tauhid, memberikan rasa tenang dan tenteram kepada jiwa manusia, karena keyakinan bahwa ada Yang Maha Kuasa yang mengatur segalanya dan tempat kita bergantung.
Ketika manusia percaya kepada Allah dan bertawakkal kepada-Nya, mereka menemukan ketenangan dalam hidup, karena keyakinan tersebut sesuai dengan kebutuhan fitrah mereka untuk merasa aman dan terlindungi oleh kekuatan yang lebih besar dari diri mereka sendiri.

7. Keselarasan dengan Kebebasan Berpikir dan Mencari Kebenaran
Islam tidak membatasi manusia untuk bertanya atau berpikir. Justru, Islam mendorong setiap individu untuk menggunakan akal mereka dalam memahami kebenaran. Ini sesuai dengan fitrah manusia yang secara alami ingin tahu dan mencari penjelasan atas berbagai fenomena dalam hidup. Fitrah manusia adalah mencari kebenaran, dan Islam memberikan ruang untuk menggunakan akal dalam proses pencarian itu.

Dalam Al-Qur'an, Allah sering kali memerintahkan manusia untuk berpikir dan merenungkan ciptaan-Nya, sebagai jalan untuk mengenal kebenaran dan kebesaran-Nya. Ini menunjukkan bagaimana Islam menghargai penggunaan akal yang sejalan dengan fitrah manusia.

Kesimpulan

Akidah Islam sangat sesuai dengan fitrah manusia karena mengajarkan konsep-konsep yang alami dan logis, seperti pengakuan akan keesaan Allah, dorongan untuk berbuat baik, keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat, serta penekanan pada penggunaan akal dan pemikiran. Dengan demikian, Islam sebagai agama yang fitrah, membawa manusia kembali kepada kondisi alami mereka yang bersih, suci, dan cenderung kepada kebenaran. Fitrah manusia yang mencari kebenaran, kedamaian, dan makna hidup, menemukan jawabannya dalam ajaran aqidah Islam.

Akidah Islam itu menenteramkan jiwa. 

Pernyataan bahwa "Akidah Islam itu menenteramkan jiwa" menggambarkan bagaimana keyakinan dasar dalam Islam, terutama dalam hal tauhid (keesaan Allah), mampu memberikan ketenangan dan kedamaian batin bagi pemeluknya. Akidah Islam menyediakan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang eksistensi, tujuan hidup, dan hubungan manusia dengan Pencipta, yang sangat penting dalam mencapai kedamaian batin.

1. Tauhid: Keyakinan kepada Allah sebagai Sumber Ketenangan
Keyakinan yang paling mendasar dalam Islam adalah tauhid, yaitu kepercayaan kepada Allah yang Esa, sebagai Pencipta, Pengatur, dan Pelindung segala sesuatu. Keyakinan ini memberikan ketenangan karena seorang Muslim memahami bahwa Allah-lah yang mengatur seluruh alam semesta dan tidak ada yang terjadi kecuali atas izin-Nya. Dalam Islam, segala sesuatu di bawah kekuasaan Allah, sehingga setiap masalah, cobaan, atau kesulitan yang dihadapi oleh manusia terjadi sesuai dengan takdir-Nya.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an: "Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram."
(QS. Ar-Ra’d: 28)

Ayat ini menunjukkan bahwa ketenangan jiwa dapat diperoleh dengan mengingat Allah, melalui zikir, doa, dan kepasrahan penuh kepada-Nya. Keyakinan bahwa ada Sang Penguasa yang Maha Adil dan Maha Penyayang membuat seseorang merasa tenang karena mengetahui bahwa segalanya berada dalam kendali-Nya.

2. Kepercayaan pada Qadha’ dan Qadar (Takdir)
Salah satu aspek penting dalam aqidah Islam adalah kepercayaan kepada qadha’ dan qadar, yaitu bahwa segala sesuatu yang terjadi, baik itu baik atau buruk, adalah bagian dari ketetapan Allah. Kepercayaan ini memberikan ketenangan karena membuat seorang Muslim sadar bahwa apapun yang terjadi dalam hidupnya adalah bagian dari rencana ilahi yang sempurna. Dengan meyakini hal ini, seorang Muslim tidak akan terlalu gelisah atau putus asa ketika menghadapi cobaan, karena ia percaya bahwa semuanya sudah ditentukan oleh Allah dan pasti ada hikmah di baliknya.

Nabi Muhammad SAW bersabda: “Sungguh menakjubkan perkara orang beriman, sesungguhnya segala perkaranya adalah baik baginya. Jika dia mendapat kesenangan dia bersyukur, maka itu adalah kebaikan baginya. Dan jika dia tertimpa kesusahan dia bersabar, maka itu adalah kebaikan baginya.”
(HR. Muslim)

Keyakinan ini memberikan kedamaian batin dan membangun sikap positif dalam menghadapi berbagai keadaan, baik suka maupun duka.

3. Ketenangan Melalui Ibadah
Aqidah Islam mengajarkan pentingnya ibadah dalam kehidupan sehari-hari, baik itu shalat, puasa, dzikir, ataupun membaca Al-Qur’an. Ibadah-ibadah ini, terutama shalat, memberikan ketenangan jiwa. Shalat, sebagai bentuk komunikasi langsung antara hamba dengan Tuhannya, memberi ruang bagi seorang Muslim untuk merenung, memohon ampunan, serta merasa dekat dengan Allah.

Dalam shalat, seorang Muslim merasa dirinya berada di bawah perlindungan dan perhatian Allah, yang membuat jiwa menjadi tenteram. Dalam Al-Qur'an, Allah menyebutkan bahwa: "Dirikanlah shalat untuk mengingat Aku."
(QS. Taha: 14)

Shalat juga menjadi cara untuk menenangkan diri dari tekanan dan kecemasan sehari-hari, karena memberikan kesempatan untuk berserah diri sepenuhnya kepada Allah.

4. Keyakinan akan Kehidupan Setelah Mati
Aqidah Islam mengajarkan keyakinan tentang adanya kehidupan setelah mati, yaitu hari pembalasan atau akhirat. Kepercayaan ini memberikan makna yang mendalam bagi hidup manusia, karena segala amal perbuatan di dunia akan mendapatkan balasan yang adil di akhirat. Orang yang berbuat baik akan mendapatkan pahala dan balasan yang sempurna, sementara orang yang berbuat jahat akan dihukum sesuai dengan perbuatannya.

Keyakinan akan adanya kehidupan setelah mati ini memberikan ketenangan bagi seorang Muslim, karena ia tahu bahwa segala bentuk ketidakadilan yang mungkin dialami di dunia akan diperhitungkan oleh Allah di akhirat. Ini membuat orang beriman lebih sabar dalam menghadapi ujian hidup dan tidak merasa putus asa ketika berhadapan dengan ketidakadilan duniawi.

5. Keseimbangan Dunia dan Akhirat
Aqidah Islam menekankan keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Islam mengajarkan bahwa dunia adalah tempat sementara untuk beramal, sedangkan akhirat adalah tempat tinggal yang abadi. Dengan pemahaman ini, seorang Muslim tidak terlalu terikat pada hal-hal duniawi yang bisa menyebabkan stres, kecemasan, atau ketidakpuasan. Mereka fokus pada mencapai kebahagiaan di akhirat melalui amal baik dan ibadah, yang membuat mereka lebih tenang dalam menghadapi kehidupan dunia.

Islam juga mengajarkan sikap zuhud, yaitu tidak menjadikan dunia sebagai tujuan utama, namun tetap bekerja keras dan mencari rezeki yang halal untuk kehidupan yang layak. Sikap ini membantu seseorang mencapai ketenangan batin karena ia tidak terlalu terikat pada materi atau kekayaan dunia yang sifatnya fana.

6. Keadilan dan Hikmah Allah
Salah satu aspek penting dalam aqidah Islam adalah keyakinan bahwa Allah Maha Adil dan segala perbuatan-Nya memiliki hikmah, meskipun terkadang hikmah tersebut tidak langsung terlihat oleh manusia. Ketika seorang Muslim percaya bahwa Allah Maha Adil, ia akan menerima apa pun yang terjadi dalam hidupnya dengan penuh kesabaran, karena ia yakin bahwa semua itu adalah bagian dari rencana Allah yang terbaik untuknya.

Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman: "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui."
(QS. Al-Baqarah: 216)

Keyakinan bahwa Allah mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya memberikan rasa tenteram, karena membuat seseorang berserah diri sepenuhnya kepada kebijaksanaan-Nya.

7. Kepasrahan dan Tawakkal
Aqidah Islam mengajarkan pentingnya tawakkal, yaitu berserah diri kepada Allah setelah melakukan usaha maksimal. Tawakkal adalah sikap hati yang percaya penuh kepada Allah dan menyadari bahwa hasil dari segala usaha ada di tangan-Nya. Sikap ini memberikan ketenangan jiwa karena seorang Muslim tidak terbebani oleh rasa khawatir yang berlebihan terhadap masa depan, nasib, atau hasil usaha.

Dengan tawakkal, seorang Muslim merasa tenang dan tenteram, karena apa pun yang terjadi, ia yakin bahwa Allah akan memberikan yang terbaik untuknya. Sebagaimana Allah berfirman: "Dan barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya." (QS. Ath-Thalaq: 3)

Kesimpulan

Akidah Islam membawa ketenangan jiwa karena keyakinan yang ditanamkan dalam Islam, seperti tauhid, qada dan qadar, kepercayaan kepada akhirat, serta tawakkal, semuanya memberi panduan yang jelas dan menenangkan bagi hati manusia. Dengan memahami bahwa Allah adalah Pencipta yang Maha Pengasih, Maha Adil, dan Maha Bijaksana, seorang Muslim dapat menghadapi kehidupan ini dengan penuh ketenangan, kesabaran, dan keyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah bagian dari rencana terbaik Allah.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update