Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Inilah Sihir Demokrasi Melalui Jurus Pragmatismenya

Kamis, 05 September 2024 | 06:44 WIB Last Updated 2024-09-04T23:58:31Z

Tintasiyasi.ID -- Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana membeberkan terkait sihir demokrasi. “Inilah sihir demokrasi melalui jurus pragmatismenya," tuturnya dalam akun TikTok Agung Wisnuwardana. 

Menurut Agung, negeri ini benar-benar makin tampak kerusakan sistem tata kelolanya, kepentingan pragmatisme yang hanya mengejar manfaat sangat tampak dipertontonkan di depan rakyat.

“Catat dengan tinta merah tebal bahwa, pragmatisme ini adalah ciri sangat nyata dalam sistem politik demokrasi. Mengapa demikian? Karena demokrasi memiliki prinsip antroposentrisme, maknanya manusia menjadi pusat segalanya sementara manusia penuh dengan kepentingan pragmatis,” tegasnya. 

Agung menilai, hukum dapat dipermainkan sesuai dengan kepentingan pragmatisnya. "Asas manfaat biasanya yang dijadikan standar penentuan atau menentukan kepentingan pragmatisnya," tukasnya. 

Sebagai contohnya, Agung menjelaskan, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang diinisiasi Prabowo Subianto telah disihir oleh demokrasi dengan jurus kepentingan pragmatisnya yaitu berusaha menguasai semua. "The winner takes it all (pemenang menguasai semua) melalui koalisi besar permanen jangka panjang demi keberlanjutan kapitalisme dan oligarki melalui visi Indonesia emas 2045," urainya.

Ia menjelaskan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pun disihir oleh sihir demokrasi dengan jurus pragmatismenya untuk meminta dukungan rakyat melalui pergerakan masa mengantar Anies Baswedan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Terkait hal itu, ia membeberkan, mungkin PDIP lupa saat dulu masih gandeng-renteng dengan penguasa saat Undang-undang Omnibus Law atau Ciptaker dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). "Jokowi melawan MK dengan mengeluarkan Perppu Ciptaker dan tak berselang lama diketuk palu oleh Puan Maharani dan juga didukung PDIP jadi Undang-undang Ciptaker lagi, artinya PDIP pun selaku legislatif membegal keputusan MK saat itu. Esok dele sore tempe, prinsipnya hampir tidak ada yang tidak terkungkung oleh pragmatisme demokrasi rakyat pun disihir oleh demokrasi," urainya. 

Ia mempertanyakan, “Apa bentuknya? Bersemangat berduyun-duyun ke TPS (Tempat Pemungutan Suara) mencoblos gambar calon legislatif, calon kepala daerah dengan cek kosong, sekali lagi cek kosong, cek kosongnya nanti diisi sendiri oleh elit politik sesuai kepentingan pragmatisnya,” urainya.

Disambar Petir

Agung mengatakan, saat koalisi besar, permanen jangka panjang berbentuk Kim Plus, Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, Nasdem, PKB PKS, PPP, PSI, Perindo sedang jumawa dengan kekuatan dan kekuasaan yang mereka miliki.

"Di tengah oligarki bersorak-sorai dengan pasangan dari Kim Plus untuk Pilkada Jakarta, Ridwan Kamil-Suswono, di saat Bahlil, Raja Jawa, dan Kim Plus bergembira kegirangan karena berhasil menguasai Golkar. Tiba-tiba, Kim Plus dan Raja Jawa bak disambar petir karena MK mengabulkan permohonan gugatan terkait undang-undang Pilkada yang poinnya berdampak serius,” unjarnya.

Kemudian, Agung menyebutkan dampak itu. Pertama, berdampak menutup peluang Kaesang Pangarep, sang putra Raja untuk bisa maju menjadi calon kepala daerah mana pun karena umurnya kurang dari 30 tahun saat pendaftaran.

Kedua, berdampak kepada PDIP berpeluang mengajukan calon gubernur dan calon wakil gubernur (cagub-cawagub) sendiri di Jakarta maupun daerah lain karena syarat 20% kursi DPRD atau 25% suara sah diturunkan threshold-nya sesuai dengan jumlah penduduk. 

"Namun, Kim Plus dan pemerintahan Raja Jawa melalui DPR dengan mengatasnamakan rakyat, atas nama rakyat siapa? Mereka gerak cepat melawan dan mengubah petir keputusan MK dengan membuat revisi undang-undang Pilkada dan saat ini sudah masuk prolegnas,” jelasnya.

Ada dua poin lagi, kemungkinan yang terjadi menurut Agung. Pertama, membuka kembali peluang Kaesang Sang Anak Raja, Maju Cagub maupun Cawagub karena saat dilantik jadi kepala daerah berumur 30 tahun. Kedua, menutup lagi peluang PDI Perjuangan untuk mengajukan calon secara mandiri di pilkada Jakarta karena sebagai parpol yang memiliki kursi di DPRD di Jakarta threshold-nya masih di bawah 20% kursi DPRD atau 25% suara sah. 

Setelah itu Masinton Pasaribu (anggota DPR RI) PDI Perjuangan menyatakan tetap akan mematuhi keputusan MK dan mengabaikan revisi Undang-undang Pilkada yang disusun kembali DPR dan mengajak rakyat beramai-ramai mengawal PDIP ke MK, bila nanti jadi mengusung Anies Baswedan di Pilkada Jakarta.

“Info terbaru, sidang paripurna DPR untuk memutuskan revisi undang-undang Pilkada, yang sedianya dilaksanakan Kamis 22 Agustus 2024 ditunda karena tidak memenuhi kuorum,” katanya. 

“Namun, waspada karena aturan krusial kadang ditetapkan DPR saat dini hari, rakyat sedang tidur kayak undang-undang IKN beberapa waktu lalu," katanya.

Suara Rakyat

Ia memaparkan, terus bagaimana suara rakyat? "Suara rakyat hanya untuk melegitimasi suara elit janji tinggal janji yang tak bisa ditagih oleh rakyat, mentok elit hanya minta maaf, ya kayak Jokowi di akhir periodenya," lugasnya. 

Ia menjelaskan, sudah waktunya kita ubah sistem rusak demokrasi yang menyihir semuanya ini. "Sistem demokrasi ini merusak semua tata kelola negeri ini dan yang diuntungkan hanya para oligarki, para kapitalis, para pemegang modal. Rakyat jangan ikut KIM Plus, rakyat jangan ikut PDIP karena semua adalah sihir demokrasi. Di mana suara rakyat hanya dijadikan alat legitimasi kepentingan pragmatis mereka. Jangan ikut sihir demokrasi. Rakyat harus punya jalan sendiri,” ungkapnya.

Ia mengajak, "Saudaraku kita semua harus mulai sadar bahwa alam semesta, manusia, kehidupan termasuk Indonesia ini adalah milik Allah, Allah menciptakan semuanya, pasti Allah bisa mengaturnya. Yang pasti akan memberikan rahmat untuk semua, saatnya setop demokrasi, back to hukum Allah back to Islam kafah back to Khilafah,” imbaunya.

Dalam sistem Islam, jelasnya, pemimpin dalam hal ini adalah Khalifah dipilih oleh rakyat dengan cek isi yaitu untuk menjalankan hukum Allah yaitu syariat Islam untuk mengurusi. "Mengatur urusan rakyat syariat Islam yang berasal dari Allah; pasti mendatangkan rahmat untuk semesta alam; pasti mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi; pasti mendatangkan maslahat untuk seluruh manusia," pungkasnya.[] Titin Hanggasari

Opini

×
Berita Terbaru Update