Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Inilah Penjelasan dari Oligarki Politik Gentong Babi Menuju Populisme

Selasa, 03 September 2024 | 22:42 WIB Last Updated 2024-09-03T15:43:45Z
TintaSiyasi.id -- Direktur Indonesia Justice Monitor Agung Wisnuwardana membongkar perjalanan oligarki untuk berkuasa dengan menggunakan pork barrel politic (politik gentong babi) hingga menghasilkan populisme. 

"Politik gentong babi ini menghasilkan populisme atau kepopuleran di tengah-tengah masyarakat, maka sosok yang saya sampaikan di depan (Presiden RI Joko Widodo) memiliki approval rating atau indeks kepuasan publik masih sekitar 77%. Masyarakat puas terhadap kepemimpinan Pak Jokowi, sehingga apa? Siapa pun yang menantang Pak Jokowi, selalu kalah dalam prosesnya," tuturnya dalam Islamic Hardtalk: Hijrah dari Penindasan Sekuler Liberal Oligarkik Menuju Keberkahan Islam Kaffah, Ahad (07/07/2024) di YouTube One Ummah TV.

Menurut Aktivis 98 ini, di Pilkada berikutnya berpotensi siapa yang coba dipreferensi oleh orang nomor satu di negeri ini akan menang. "Di Pilkada nanti pakah tidak ada terjadi peran? Peluang terjadinya peran sangat mungkin terjadi apa artinya patron klien atau klienisme karena sudah diberi bansos (bantuan sosial), karena sudah diberi infrastruktur, maka akan memilih patron yang dipreferensikan. Logika take and gift yang terjadi di tengah-tengah kita hari ini," jelasnya. 

"Ditambah lagi, ada yang namanya, buzzer influencer merah putih atau plat merah. Maksudnya apa, buzzer atau influencer yang mendukung rezim yang ada, dan kita tahu semua dikemas sedemikian rupa untuk melakukan manipulasi opini publik. Bansos, infrastruktur, manipulasi opini publik jadilah populisme luar biasa," imbuhnya. 

Oligarki

Agung menjelaskan, oligarki itu sekelompok orang, oligark itu orangnya, mereka yang memiliki material power itu rata-rata kalangan kapitalis, pemilik modal atau mereka yang bisa memodali pemilu di negeri ini. "Dia suatu ketika bisa menanam modalnya untuk kepentingan politik ekonomi dan hukum di masyarakat. Dengan cara apa pun akan dilakukan termasuk harus melakukan politik dinasti, termasuk harus menabrak aturan-aturan yang dianggap baku atau tidak etis pun akan dilakukan karena intinya adalah untuk kepentingan sekelompok kecil ini tadi. Inilah yang sebenarnya penting untuk kita amati dan landscape akan saya coba paparkan," jelasnya. 

Agung membaca preferensi rakyat Indonesia ketika akan memilih seorang pemimpin itu beragam dan ternyata di dalamnya ia mendapati orang-orang yang memilih itu karena gaya, seperti rambut putih, gemoy, dan sebagainya. "Dalam gaya itu mereka menentukan pilihan. Begitu pun gen z juga memilih berdasarkan gaya. Artinya ada preferensi menarik yang bisa kita amati dari perpanjangan ini. Ini juga sebuah tren di Filipina juga begitu, Bongbong Marcos terpilih di Filipina dengan menyamakan gayanya di media sosial," terangnya. 

Sementara itu, ketika berbicara seorang pemimpin, Agung mengatakan, dalam pemilihan pemimpin, ada hal lain yang berbicara, yaitu tentang angka-angka atau biaya-biaya. "Seperti yang pernah disampaikan Prof. Dr. H. Muhammad Romahurmuziy, S.T, M.T., untuk menjadi anggota DPR RI itu membutuhkan dana 10—14 miliar. Artinya apa? Uang itu menentukan kekuasaan," katanya. 

Ia menjelaskan, ada satu istilah penting dalam buku The Power Game oleh Henry Smith, unsur terpenting dalam kehidupan politik Amerika adalah, uang, duit, dan fulus. Kedaulatan rakyat hanya jargon belaka, artinya uang menentukan proses kekuasaan. 

Huey Newton, pemimpin Black Panther Party, dia adalah lanjutan dari Malcom X mereka dari kalangan ras kulit hitam. Huey menyatakan hal uang sejenis, kekuasaan diperuntukkan bagi siapa saja yang mampu membayar untuk itu.

Pork Barrel Politic

Ia menjelaskan, kekuatan uang menentukan kekuasaan. "Tidak hanya soal itu, kita tahu dalam perkembangan teori ada yang disebut dengan teori politik gentong babi atau pork barrel politic. Ini adalah istilah penting di Amerika dulu, dulunya orang-orang itu, budak-budak itu saling berebut daging babi asin yang ada di dalam gentong. Perebutan ini kemudian diistilahkan dalam konteks sekarang, maknanya, bagaimana uang-uang kekuasaan yang ada dalam gentong tadi itu, dimanfaatkan untuk mendekati konstituen," jelasnya.

Bahasa mudahnya, katanya, anggota dewan mengambil anggaran dari APBN kemudian dibawa pada konstituennya dalam bentuk program real, misalnya turun dana aspirasi kemudian dana disetorkan kepada mereka dan dalam konteks kekinian contohnya bansos. 

"Bansos programatik sesuai dan kalau kita sambungkan bansos diberikan ketika Elnino karena krisis pangan. Bayangkan dari Januari—Maret luar biasa, angkanya cukup besar dan kalau diakumulasi sampai 2024 mengeluarkan anggaran Rp497 triliun, luar biasa besar sekali," jelasnya. 

Ia menambahkan, program tersebut dari pemerintah diambil dari APBN kemudian turun membawa dalam bentuk bantuan sosial, bantuan keluarga harapan, bantuan beras, atau pangan non-tunai diberikan kepada masyarakat. "Sehingga preferensi pilihan dari masyarakat memilih apa yang menjadi pilihan dia (pemberi bansos). Inilah pork barrel politic," katanya. 

Bicara politik gentong babi, ia menjelaskan, sebenarnya itu sudah lama, di Amerika dulu sudah begitu. "Sebenarnya pola yang disebut menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pilihan yang dia inginkan. Ternyata tidak hanya dalam bentuk bansos, di Amerika juga infrastucture bill ini digunakan untuk mendesain pembangunan jembatan yang menghubungkan satu daerah ke daerah lain, sehingga dia tampak besar dan memengaruhi pikiran masyarakat, akhirnya pemimpin tampak baik di hadapan masyarakat," jelasnya. 

"Kalau kita bicara dalam konteks kekinian, apakah Indonesia tidak butuh infrastruktur yang menghubungkan Jakarta ke Solo, dan hari ini orang ketika dari Jakarta ke Solo cepat sekali, dari Bogor ke Palembang juga cepat sekali. Artinya apa? Apakah masyarakat enggak butuh infrastruktur, maka dapat dikatakan butuh sekali. Namun, infrastruktur ini dibangun dengan apa perlu diperhatikan," bebernya. 

Jika infrastruktur dibangun dengan proyek obor (one belt one road), maka kata Agung, itu bahaya karena kerja sama dengan Cina dengan utang luar negeri, artinya yang akan membayar utang itu adalah rakyat. "Pertanyaannya, apakah rakyat harus mengembalikan? Ya pasti, harus, rakyat mengembalikan dengan pajak. Sehingga apa? Baik sekali  pemimpin ini, membangun jalan, membangun jembatan, maka di dalam benak masyarakat akan terbesit, baik sekali pemimpin ini. Inilah yang disebut pork barrel politic," katanya. 

Oleh karena itu, yang dibaca tidak jauh dari pork barrel politic. "Politik gentong babi di Indonesia ini, ternyata tidak berlaku di level pusat, tetapi di level provinsi dan kabupaten, berdasarkan jurnal yang ditulis Antonius Saragintan tentang kasus hibah dan bantuan sosial di Provinsi Banten 2011. Silakan baca sendiri dan siapa yang terlibat di pork barrel politic di situ," jelasnya. 

Ia melihat, hal itu terjadi di semuanya, baik pusat maupun daerah. "Artinya apa? Kalau dia punya kekuasaan, ada kemungkinan dia melakukan pork barrel politic, tetapi masyarakat akan menilai ini pemimpin yang hebat. Inilah titik kritis luar biasa yang terjadi di tengah-tengah kita saat ini," tuntasnya. [] Ika Mawarningtyas

Opini

×
Berita Terbaru Update