TintaSiyasi.id -- Sebenarnya beberapa bulan yang lalu, sudah tersiar kabar soal banyaknya mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) yang depresi. Terungkap dalam data terbaru Kementrian Kesehatan yang dikutip Kompas.com (17-4-2024) terhadap 12.121 dokter yang menjalani PPDS di 28 rumah sakit vertikal.
Skrining tersebut dilakukan pada Maret 2024. Hasil skrining mengungkap, 22,4 persen peserta PPDS mengalami gejala depresi, dan 0.6 persen di antaranya mengalami depresi berat, bahkan ditemukan dokter yang ingin bunuh diri. Dari 22,4 persen PPDS yang mengalami depresi, 381 orang (14 persen) menjalani pendidikan spesialis anak, 350 pendidikan spesialis penyakit dalam, 248 anestesiologi, 164 neurologi, dan 153 obgyn, jika ditotal jumlah dokter yang alami depresi adalah 1.296 orang.
Duar! Tiba-tiba publik terentak mendengar kabar salah satu mahasiswi PPDS di Undip yang telah bunuh diri. Dikutip dari Kumparan (3-9-2024), dr. Aulia Risma Lestari merupakan dokter RSUD Kardinah Tegal yang juga mahasiswa PPDS program studi anestesi Undip. Ia ditemukan meninggal dunia diduga bunuh diri di kosannya, Senin (12-8-2024). Aulia diduga bunuh diri antara lain karena tak tahan menjadi korban bullying (perundungan) senior PPDS.
Kasus ini memicu "perseteruan" Kemenkes vs. FK Undip. Kemenkes dalam surat bertanggal 14 Agustus 2024 menghentikan sementara PPDS program studi anestesi di RSUP Dr. Kariadi Semarang tempat dokter Aulia menempuh pendidikan spesialis karena ada dugaan perundungan dan melakukan investigasi.
Kondisi tersebut menunjukkan pendidikan tinggi sedang tidak baik-baik saja. Sekalipun dugaan perundungan dibantah, tetapi beberapa bukti seolah-olah menguatkan adanya perundungan tersebut. Hasil penyelidikan sementara Kemenkes terungkap bahwa almarhumah dr. Aulia kerap dipalak oleh seniornya kira-kira 30—40 juta per bulan. Pemalakan ini terjadi sejak semester pertama dari rentang waktu Juli—November 2022.
Gambaran fakta di atas seolah-olah telah menegaskan wajah asli pendidikan sekuler di perguruan tinggi. Data yang menyatakan banyak mahasiswa PPDS yang depresi bahkan ingin bunuh diri dibenarkan oleh fakta tentang dr. Aulia. Begitu pun budaya perundungan yang diwariskan para senior awet dan bahkan makin parah dampaknya terhadap korban, sehingga bisa menekan mental calon dokter spesialis hingga mereka memilih bunuh diri.
Menyoal di Balik Maraknya Perundungan di Dunia Pendidikan Terutama di Perguruan Tinggi
Patut disesalkan keputusan dr. Aulia Risma Lestari yang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Walaupun memang dia berada dalam tekanan, tidak sepatutnya dia memilih bunuh diri. Karena hukum membunuh tanpa sesuatu alasan yang dibenarkan syariat adalah dosa besar, begitu pun dengan tindakan dr. Aulia yang membunuh dirinya sendiri. Setiap masalah yang terjadi tentu ada solusinya, haram seorang muslim menyelesaikan masalah dengan pembunuhan bahkan hal itu adalah dosa besar.
Selanjutnya, terkait masalah perundungan. Perundungan sering terjadi, bahkan perundungan sering memakan korban jiwa. Beberapa kasus ditemui, ketika senior melakukan perundungan hingga berujung kematian. Apa pun alasan merundung, hukumnya haram merundung saudaranya. Berikut catatan kritis soal maraknya perundungan. Pertama, perundungan terjadi karena senioritas. Senioritas adalah keadaan ketika seseorang memiliki kedudukan yang lebih tinggi pada segi usia, ilmu, jenjang pendidikan, pengalaman, atau pangkat yang mereka miliki. Umumnya, seseorang yang dianggap senior akan selalu dihormati oleh orang lain di bawahnya.
Namun, bagi senior yang angkuh, kedudukan tinggi yang ia miliki justru digunakan untuk menindas juniornya. Sudah sepatutnya junior menghormati senior dan sudah selayaknya senior menyayangi yang muda, terkadang hal itu tidak terjadi. Justru senior menunjukkan kesombongannya dengan memperlakukan semena-mena kepada junior, bahkan sampai menyuruh-nyuruh, memukul, memalak, dan sebagainya hingga junior tertekan akan sikap senior. Parahnya, ada yang sampai meninggal akibat dirundung seniornya. Inilah bahaya senioritas.
Kedua, tradisi merundung yang diwariskan turun temurun. Seolah-olah tradisi merundung ini adalah warisan dari senior terdahulu. Jadi, jika dulu jadi junior dirundung, besok ketika sudah menjadi senior, harus merundung juniornya. Mereka memelihara dendam dan mewariskan dendam kepada juniornya. Dendam untuk dibalaskan secara turun temurun dan tiada akhir rantai dendam ini, hingga seiring berjalannya waktu perundungan berakhir pembunuhan.
Ketiga, sistem. Sistem sekuler hari ini yang menihilkan peran agama telah membuat manusia yang seharusnya berperikemanusiaan menjadi berperikehewanan. Mereka melakukan perundungan ugal-ugalan, sampai tidak memikirkan bagaimana masa depan junior yang dirundung; tidak memikirkan kalau mereka punya hak untuk disayangi dan keluarga yang menyayangi mereka; tidak memikirkan dosa apa yang akan dia dapat jika menzalimi seseorang yang tidak bersalah. Bahkan, kecupuan atau keluguan atau kekurangan fisik junior menjadi lahan basah senior untuk meluapkan emosi dalam bentuk perundungan.
Negara harus memutus rantai sistem perundungan yang terjadi di berbagai lembaga pendidikan. Karena bisa hancur generasi ke depan jika kasus bullying terus terjadi. Bagaimana seorang dokter bisa tangguh menyelesaikan berbagai penyakit yang menimpa masyarakat jika jiwa mereka rapuh akibat dirundung senior. Itu baru di kampus kedokteran, bagaimana di kampus lain? Kampus teknik, sastra, hukum, ekonomi, dan sebagainya? Lalu bagaimana kasus perundungan yang terjadi di sekolah, akademi militer, pondok, dan masih banyak lagi?
Tiga faktor tersebut yang menjadi pemicu utama terjadinya perundungan. Menguatkan mental generasi bukan dengan merundung, justru yang membuat mental mereka rusak laksana tangan besi yang tidak punya perasaan karena pembiaran perundungan terus terjadi. Meningkatkan mental generasi dengan menguatkan keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah Swt., bukan malah melakukan perundungan.
Dampak dari Perundungan terhadap Aspek Politik, Ekonomi, Pendidikan, Hukum, dan Sosial
Secara faktual perundungan adalah warisan budaya Barat. Barat mewariskan tradisi perundungan sejak mereka menindas dan menjajah berbagai negeri. Peradaban Barat dengan nafas sekuler sudah terbiasa melakukan praktik penindasan dan penjajahan, bahkan ideologi kapitalisme yang diemban Barat hanya akan berkembang dengan penjajahan. Di sinilah lahir budaya merundung. Berikut dampak perundungan dari berbagai aspek.
Pertama, aspek politik. Dampak perundungan secara politik adalah lahirnya kepemimpinan sekuler kapitalisme. Mereka dengan berbagai perangkat melakukan penindasan terhadap rakyatnya. Merasa berkuasa dan tinggi kedudukannya bebas melakukan apa pun semaunya. Lahirnya oligarki dan dinasti sangat mungkin terjadi karena mereka merasa berkuasa.
Kedua, aspek ekonomi. Perundungan dalam aspek ekonomi berdampak kepada pemalakan dan maraknya pungutan kepada orang-orang yang lemah. Mereka memalak yang lemah hanya bermodal senioritas tidak memikirkan bagaimana yang lemah tersebut berupaya membayar pemalakan tersebut. Apalagi dalam sistem pendidikan kapitalisme biaya sekolah dan kuliah mahal, jika perundungan terjadi maka potensi pemalakan tidak bisa dicegah.
Ketiga, aspek pendidikan. Dampak dalam aspek pendidikan adalah tidak akan terwujud tujuan pendidikan menciptakan generasi unggul yang beriman dan bertakwa. Bagaimana bisa generasi emas mampu lahir jika dilahirkan dari iklim perundungan yang diwariskan turun-temurun oleh kakak kelasnya? Justru yang tercipta adalah generasi lemah, mental illness, dan psikopat.
Keempat, aspek hukum. Secara fakta, hukum di Indonesia lemah memberantas kasus perundungan, apalagi kalau pelaku mengalami depresi, stres, atau gila seolah-olah bisa bebas dari jeratan hukum. Padahal sikap merundung itu lahir akibat jiwa yang telah rusak. Dampak yang terjadi pada hukum adalah munculnya berbagai tindak kejahatan dan kriminal. Banyak kasus perundungan tidak terungkap karena lemahnya hukum di negeri ini. Hukum sekuler diterapkan berdasarkan tuntutan kepentingan bukan keadilan. Entah apakah kasus perundungan ini bisa terungkap secara terang benderang?
Kelima, aspek sosial. Dampak secara sosial adalah lahirnya masyarakat yang tidak sehat akibat pola asuh pendidikan yang suka merundung. Ketika mereka membangun keluarga pun sifat merundung atau bekas perundungan terkadang membekas dan merusak mental terlebih kondisi kehidupan sekuler ini memperparah mental masyarakat. Kasus ibu bunuh anaknya, suami bunuh istrinya, ataupun sebaliknya tampak sekali mewarnai negeri ini.
Begitulah akibat mental rusak yang melahirkan pribadi illness maupun psikopat berseliweran dalam kehidupan sekuler. Mereka tercipta akibat warisan sistem sekuler yang hari ini diterapkan di berbagai aspek kehidupan. Seandainya negeri ini ingin menyelesaikan masalah perundungan dari akarnya, maka negara harus mencampakkan sistem sekuler dan berbenah dengan sistem Islam sebagai penyelamat kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya syariat Islam yang mampu melahirkan generasi emas yang akan membangun peradaban yang rahmatan lil'alamin.
Strategi Islam dalam Mengatasi dan Mengantisipasi Kasus Perundungan
Dalam Islam, haram hukumnya merundung baik secara verbal maupun perlakuan. Setiap perbuatan yang dilakukan semuanya akan dimintai pertanggungjawaban. Jadi, tidak boleh seorang muslim menzalimi orang lain tanpa alasan syar'i. Jangankan sesama muslim, kepada orang kafir pun tidak boleh asal melakukan kezaliman terhadap mereka. Memang benar, dalam Islam, tidak boleh berlaku zalim, baik dengan dirinya sendiri, orang lain, bahkan kepada hewan ataupun alam pun tidak boleh menzaliminya.
Strategi Islam dalam mengatasi perundungan sebagai berikut. Pertama, edukasi. Edukasi adalah pembinaan umat agar mereka punya benteng pencegahan di dalam dirinya. Dalam mencegah terjadinya perundungan tentu Islam akan membekali masyarakat dengan keimanan dan ketakwaan yang kuat. Landasan dari segala bangunan kepribadian adalah tertancapnya keimanan dalam masyarakat. Selain itu, negara Islam juga menerapkan sanksi yang tegas ketika ada yang melakukan perundungan.
Kedua, dakwah dan kontrol masyarakat. Setiap warga negara Islam harus memiliki kepekaan terhadap yang terjadi di sekitarnya. Jika menemukan tindak kezaliman harus dicegah, dicegah dengan lisan, perbuatan, dan jika tidak bisa melaporkan ke aparat penegak hukum agar kezaliman berupa perundungan atau apa saja bisa dicegah.
Ketiga, sistem sanksi dan uqubat. Dalam Islam pelaku kezaliman akan diqisas. Sebagai contoh, jika ia memukul akan dipukul, jika ia membuat cacat tangan orang lain, dia pun akan mendapatkan balasan yang sama. Begitu pun jika ia terbukti membunuh ia akan dibunuh dengan cara ia membunuh korban.
Hukum qisas dilakukan berdasarkan dalil berikut. Qisas dijelaskan dalam Al Quran surat Al-Baqarah ayat 178
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلْقِصَاصُ فِى ٱلْقَتْلَى ۖ ٱلْحُرُّ بِٱلْحُرِّ وَٱلْعَبْدُ بِٱلْعَبْدِ وَٱلْأُنثَىٰ بِٱلْأُنثَىٰ ۚ فَمَنْ عُفِىَ لَهُۥ مِنْ أَخِيهِ شَىْءٌ فَٱتِّبَاعٌۢ بِٱلْمَعْرُوفِ وَأَدَآءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَٰنٍ ۗ ذَٰلِكَ تَخْفِيفٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ ۗ فَمَنِ ٱعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُۥ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barang siapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih."
Qisas diterapkan tidak hanya soal pembunuhan saja, tetapi kezaliman yang melukai atau menyebabkan cacat korban akan mendapatkan balasan yang setimpal. Andai hukum qisas ini diterapkan, siapa kira-kira yang berani merundung? Jangan hanya beralasan merundung hanya untuk bercanda ya? Kezaliman tidak bisa dianggap sesuatu candaan tetapi ini serius yang akan dimintai pertanggungjawaban kelak.
Oleh karena itu, tidak ada cara lain kecuali dengan menerapkan Islam secara sempurna dalam bingkai negara. Karena hanya dengan Islam mewujud dalam bentuk institusi khilafah, semua permasalahan kezaliman termasuk perundungan dapat dicegah dan dihukum secara adil. Hukuman qisas tidak hanya membawa efek jera bagi pelaku tetapi juga mencegah terjadinya kezaliman itu terulang bagi khalayak umum. Hukum sanksi dan uqubat dalam Islam apabila diterapkan akan berfungsi sebagai jawabir (menebus kesalahan) dan zawabir (preventif, mencegah terjadinya kezaliman tersebut).
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
Senioritas, tradisi, dan sistem sekuler menjadi pemicu utama terjadinya perundungan. Menguatkan mental generasi bukan dengan merundung, justru yang membuat mental mereka rusak laksana tangan besi yang tidak punya perasaan karena pembiaran perundungan terus terjadi. Meningkatkan mental generasi dengan menguatkan keimanan dan ketakwaan mereka kepada Allah Swt., bukan malah melakukan perundungan
Begitulah akibat mental rusak yang melahirkan pribadi illness maupun psikopat berseliweran dalam kehidupan sekuler. Mereka tercipta akibat warisan sistem sekuler yang hari ini diterapkan di berbagai aspek kehidupan. Seandainya negeri ini ingin menyelesaikan masalah perundungan dari akarnya, maka negara harus mencampakkan sistem sekuler dan berbenah dengan sistem Islam sebagai penyelamat kehidupan berbangsa dan bernegara. Hanya syariat Islam yang mampu melahirkan generasi emas yang akan membangun peradaban yang rahmatan lil'alamin.
Tidak ada cara lain kecuali dengan menerapkan Islam secara sempurna dalam bingkai negara. Karena hanya dengan Islam mewujud dalam bentuk institusi khilafah, semua permasalahan kezaliman termasuk perundungan dapat dicegah dan dihukum secara adil. Hukuman qisas tidak hanya membawa efek jera bagi pelaku tetapi juga mencegah terjadinya kezaliman itu terulang bagi khalayak umum. Hukum sanksi dan uqubat dalam Islam apabila diterapkan akan berfungsi sebagai jawabir (menebus kesalahan) dan zawabir (preventif, mencegah terjadinya kezaliman tersebut).
Oleh. Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)
MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO. Rabu, 4 September 2024. Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum. #Lamrad #LiveOpperessedOrRiseAgainst