Tintasiyasi.ID -- Muslim Intelektual Inggris Adnan Khan menyatakan bahwa sesungguhnya demokrasi tidaklah memiliki andil dalam mengembangkan perekonomian suatu bangsa.
“Jelas sudah
bahwa demokrasi tidak memiliki andil dalam mengembangkan perekonomian suatu
bangsa,” tulisnya dalam buku berjudul Mitos-Mitos
Palsu Ciptaan Barat, Pustaka Thariqul Izzah, Cetakan II, Maret 2010, hal.
3-6.
Dengan
demikian, tidak satu pun dari bangsa-bangsa besar di dunia, katanya, yang
mempersoalkan adanya mandat dari rakyat atau tidak. “Hubungan antara demokrasi dengan
kemajuan ekonomi adalah hubungan yang lemah,” tegasnya.
“Bangsa-bangsa
yang kini demokrasi, sebetulnya menjadi demokratis setelah mereka bangkit
sebagai bangsa, dan model China contohnya, menunjukkan demokrasi sama sekali
tidak diperlukan untuk keberhasilan ekonomi sebuah bangsa,” ungkapnya.
Selain itu,
China adalah satu-satunya bangsa yang kemajuannya tidak semata-mata disebabkan
faktor ideologi. Meski begitu tetap saja China mulai mengalami kemajuan setelah
adanya unifikasi dalam wujud status "great nation", bangsa
yang besar.
“Sementara Jerman, adalah negara yang tega memanfaatkan isu rasisme untuk
kemajuan bangsanya,” ujarnya.
Selanjutnya
Jepang, lanjutnya, mulai bangkit dari tidurnya ketika menyadari betapa mereka
jauh tertinggal dari bangsa-bangsa maju, dan mulai melakukan perang ekonomi
untuk mengembangkan dirinya.
“Uni Soviet
memperoleh stimulus dari jatuhnya Tsar, dan dipersatukan oleh komunisme, dan
melalui pengadopsian kebijakan-kebijakan ekonomi yang berasal dari ideologi
komunis yang dilakukan oleh para pemimpin mereka,” lanjutnya dalam buku yang
sama.
Masih
penuturan Adnan Khan, negara AS bersatu dan melangkah maju setelah membebaskan
dirinya dari cengkeraman Inggris dan memperoleh kemerdekaannya, lalu sanggup
mengelola kehidupan mereka sendiri, tanpa menyinggung demokrasi terlibat dalam
keberhasilannya.
“Lain halnya lagi dengan Inggris, stimulus awal bagi Inggris berasal dari
pengabaian mereka terhadap gereja dan pengadopsian nilai-nilai liberal yang
menyatukan bangsanya,” ujarnya.
Lanjut dikatakan, ditambah kemampuan para aristokrat untuk mewarisi properti dan
lahan. Dengan itulah Inggris bisa memengaruhi arah kolonialisme untuk kemajuan
bangsanya.
Maka terkait
pembangunan ekonomi, jelas Adnan, merupakan seperangkat kebijakan untuk
mengindustrialisasi suatu bangsa sehingga dapat menyejahterakan warganya, dan
menciptakan suatu lingkungan yang memungkinkan tercapainya kepentingan-
kepentingan.
“Ini
memerlukan serangkaian kebijakan konsisten yang membawa bangsa secara
keseluruhan menuju satu arah yang sama agar tidak terjadi kontradiksi,”
imbuhnya.
Oleh karena
itu, China, Rusia (Uni Soviet), dan Jerman jelas membuktikan bahwa demokrasi
bukanlah prasyarat kemajuan ekonomi. “Ketiga negara itu juga menunjukkan
secara gamblang bahwa banyak hal yang bisa dicapai tanpa demokrasi,”
yakinnya.
“Rusia dan China kelihatannya bisa hidup, dan semua baik-baik saja tanpa
mengikuti teladan demokrasi liberal Barat, dan bahkan membuat model demokrasi
Barat menjadi tidak ada artinya sama sekali,” imbuhnya
lagi.
Kesimpulannya, tegas Adnan, negara-negara
berkembang saat ini sudah memberikan hak suara yang lebih baik dibandingkan
dengan yang diberikan oleh negara-negara maju pada tahap yang sama.
“Maka
pertanyaannya adalah, apakah ada hubungan antara demokrasi dengan kemajuan
ekonomi? Karena itu, klaim bahwa demokrasi mengantarkan kemajuan ekonomi perlu
dicermati secara seksama, agar tidak terjebak pada mitos ekonomi,” pungkasnya.[]
M. Siregar