Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Darurat di Negeriku

Kamis, 05 September 2024 | 06:11 WIB Last Updated 2024-09-04T23:11:38Z

TintaSiyasi.id -- Beberapa waktu yang lalu media sosial ramai dengan unggahan berlatar belakang biru bertuliskan "Indonesia Darurat" disertai gambar burung garuda. Kemudian dilanjutkan dengan ramainya aksi demonstrasi ribuan massa di depan kompleks DPR/MPR di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (22/8), untuk menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pilkada. (VOA Indonesia).

Aksi kali ini cukup menarik, karena melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, buruh, ormas, public figure, komika dan sebagainya. Massa bergerak karena melihat ketidakadilan dalam masalah hukum dan politik. Rakyat sudah muak dengan kezaliman dan kesewang-wenangan yang nyata dipertontonkan para pembuat kebijakan.

Dari aksi ini kita bisa melihat bahwa masyarakat "masih hidup". Ada sebagian masyarakat yang melihat dan merasakan jika kondisi sekarang tidak baik-baik saja. Namun, ada yang perlu dicermati dengan lebih detail, bahwa jika kita menginginkan perubahan, maka selayaknya tidak terbatas pada satu kebijakan penguasa saja. Namun perlu melihat lebih mendalam dan menyeluruh betapa kehidupan sekarang sedang darurat di segala aspek kehidupan.

Ibarat sebuah rumah, maka kondisi masyarakat sekarang bagaikan hidup di dalam rumah yang bobrok dan penuh tambalan di mana-mana. Bobrok karena penghuninya durhana kepada Sang Pencipta dengan membuat aturan sendiri (dikenal dengan politik demokrasi). Bobrok karena liberalisme nyata menyerang baik aspek ekonomi, pendidikan, kesehatan, sosial, budaya dan pertahanan keamanan.

Penghuni rumah bebas bertransaksi dengan riba yang jelas-jelas diharamkan dalam pandangan Islam, bebas bergaul hingga banyak anak usia sekolah yang biasa melakukan perzinaan, bahkan yang terbaru adalah dugaan pelegalan zina melalui Peraturan Pemerintah Nomor 28/2024 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 17/23 tentang Kesehatan, mengguritanya korupsi, dan fakta kerusakan dan kedaruratan lainnya.

Maraknya berbagai kerusakan di atas bersumber dari sistem politik demokrasi yang diterapkan di negeri ini. Demokrasi melahirkan kebijakan yang nyata-nyata menciptakan ketidakadilan hukum, ketidakadilan politik, ketidakadilan ekonomi, ketidakadilan pendidikan, ketidakadilan kesehatan, dan lainnya. Sehingga walaupun sudah diganti pemimpinnya, namun karena masih memakai rahim yang sama (politik demokrasi), tentu saja tetap tidak akan terjadi perubahan yang hakiki. Lantas, masihkah rakyat mempertahankan demokrasi sebagai jalan perubahan yang lebih baik?


Politik dan Islam

Sebagai seorang Muslim, semestinya kita tahu dan yakin bahwa agama Islam merupakan agama yang sempurna. Keyakinan inilah yang akan mendorong umat Muslim untuk selalu merujuk pada pedoman Islam, termasuk dalam hal berpolitik. Allah Ta'ala telah berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 208 yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh setan itu adalah musuh yang nyata bagi kalian".

Sehingga sebagai negeri dengan jumlah Muslim terbesar di dunia, selayaknya mengambil syariah Islam sebagai tuntunan saat beraktivitas politik. Dalam pandangan Islam, politik dimaknai sebagai mengurusi urusan umat menggunakan syariah Islam. Dan terbukti dengan pengaturan Islam kaffah, kehidupan manusia mulai kepemimpinan Rasulullah di Madinah hingga kekhilafahan yang menyebar di hampir 2/3 dunia melahirkan peradaban yang membawa keadilan dan kebaikan untuk Muslim, non-Muslim dan seluruh alam.

Maka, jika kita benar-benar menginginkan perubahan hakiki, jalan satu-satunya sesuai teladan Rasulullah adalah dengan mengetahui, meyakini, dan mengamalkan syariah Islam kaffah dalam kehidupan bernegara. Semoga Allah memberikan hidayah pada kaum Muslim. []


Oleh: Dahlia Kumalasari
Pendidik

Opini

×
Berita Terbaru Update