TintaSiyasi.id -- Dilansir dari Suara.com (23/8/2024), setelah dunia maya geger background biru berlambang garuda dengan kalimat “peringatan darurat” (sejak 21/8/2024) yang diunggah melalui media sosial X sebagai bentuk perlawanan masyarakat usai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat pencalonan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.
Ternyata semuanya masih berlanjut dengan background biru berlambang garuda dengan kalimat Indonesia baik-baik saja. Respons dari memanasnya situasi politik Indonesia yang semakin kacau balau. Bahkan unggahan tersebut telah dibagikan lebih dari 22.000 kali dengan 2,9 juta penayangan. Warga net +62 menduga bahwa opini yang dibuat oleh buzzer untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pada pemerintah. Bahkan tak main-main setiap unggahan tersebut jika diposting di Instagram akan mendapatkan Rp10 juta, di TikTok mendapat Rp15 juta, sehingga total Rp 25 juta untuk dua kali posting bagi siapapun yang mau bersedia mengunggahnya untuk mengembalikan citra baik pemerintahan yang tengah memudar.
Alih-alih mengembalikan kepercayaan, unggahan ini diserbu dengan cemoohan warga net +62 yang terkenal amat pedas dengan beragam kritikannya. Beberapa tokoh juga ikut merespon dari opini yang diaruskan mulai dari yang mendukung atau bahkan sebaliknya mengaminkan opini baru dan memilih melupakan.
Salah satu tokoh tersebut adalah mantan wapres Boediono yang menekankan bahwa Indonesia tidak selalu baik-baik saja. Dan meminta untuk setiap orang harus berkontribusi kepada negara. Untuk membangun sistem politik, sistem ekonomi, sistem sosial, sistem keamanan yang baik.
Mengingat. Aksi massa bertajuk "Darurat Demokrasi Indonesia" digelar di sejumlah daerah di Indonesia sejak Kamis (22/8). Gelombang protes ini menandakan ada yang salah dalam sebuah tatanan demokrasi yang semakin memburuk.
Sedang, ada pula respon berbeda dilansir dari tvOnenews.com, Panglima Manguni Makasiaow, Andy Ro mpas berpendapat bahwa Indonesia baik-baik saja karena mereka tinggal di Sulawesi, Kalimantan, Sumatera yang baik-baik saja, sementara mereka berpendapat yang tidak baik-baik saja hanya di Papua saja bukan rata seluruh Indonesia.
Tentu sangat miris nyatanya ditengah fakta yang terjadi dari berbagai fenomena kerusakan negeri bahkan masih ada dari sebagian masyarakat yang tidak memahami persoalan secara mendasar dan memiliki kesadaran politik rendah. Alhasil, masyarakat tidak memahami realita yang sedang terjadi dan berefek pada terkecohnya opini-opini yang dibuat untuk mengembalikan citra baik pemerintah dimata masyarakat secara menyeluruh.
Demokrasi memang telah menampakkan wajah sebenarnya. Di mana yang dicari hanya kepentingan materi segelintir orang saja. Tidak hanya di masyarakatnya yang materialistis, mengorbankan segala cara untuk bisa mendapatkan lapangan pekerjaan yang sedikit di sistem kapitalis hari ini. Bahkan para penguasannya pun berebut menjadi pengusaha sekaligus penguasa yang haus akan materi dan tetap meneguhkan posisinya.
Akibat penerapan kapitalisme melahirkan nilai materialistik di setiap lini. Apalagi sudah sejak sangat lama masyarakat terlunta-lunta seperti tidak diurusi oleh para penguasannya sendiri, dibiarkan hidup mencari makan, bayar pendidikan, bayar kesehatan, tarikan pajak, BBM, hingga listrik dengan biaya sendiri dan dengan nilai yang tinggi. Sungguh menyedihkan kehidupan disistem kapitalis yang para penguasannya hanya mengurusi proyek yang bermateri lewat instratuktur yang sering magkrak, hutang yang menggunung. Lagi lagi rakyat kena lagi.
Apalagi, masyarakat juga tidak paham bahwa negara seharusnya sebagai raa’in (pelindung) dari segala kebutuhan hidup masyarakat. Baik pelayanan dan fasilitas pokok seperti (kesehatan, pendidikan, dll) karena memilih menjadi orang-orang yang apolitis yaitu orang yang tidak mau memikirkan bagaimana kebijakan itu bisa mengatur urusan vital kehidupan manusia.
Wajar saja selama ini kapitalisme telah membodohi banyak masyarakat dengan wajah demokrasi palsunya,masyarakat dibiarkan sibuk mengurusi kebutuhan pokoknya serta dibiarkan dengan kesenangann akibat sakit mentalnya setelah merasa muaknya bersaing didunia kerja untuk memperoleh materi yang tak seberapa dan sekarang masyarakat telah sadar bahwa demokrasi bukan solusi terlihat dari banyaknya masalah yang tidak tersosusi secara tuntas mulai dari judi online, prostitusi, penyakit menular, pencabulan, pengangguran, kemiskinan dll. Maka memang masyarakat harus belajar dan merelakan demokrasi untuk dapat diganti.
Gambaran resolusi telah diajarkan dalam agama Islam, sebagaimana telah dicontohkan Rasulullah SAW yang beralih dari negara yang tidak menerapkan Islam menjadi negara paling sejahtera dengan penerapan Islam sesuai apa yang dimau oleh Allah SWT.
Dari sini harusnya masyarakat merenungkan terkait apa yang sudah terjadi bahwa mengimani Allah tidak boleh sepotong-sepotong. Karena, sebagai seseorang muslim baru bisa dikatakan beriman jika dia telah menerima semua aturan Allah sebagai kebenaran mutlak, tanpa pengecualian. Dan dalam Islam juga terdapat aturan lengkap termasuk memposisikan minoritas beragama dengan kedudukan yang tepat.
Dari TQS Al Baqarah ayat 85, “Apakah kamu beriman kepada sebagian Alkitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.”
Ternyata memang benar mungkin Indonesia memang mayoritas beragama Islam, namun ketika aturan Allah termasuk dalam bernegara harus menggunakan Islam tidak diterapkan maka yang dirasa adalah celaka dalam hidupnya. Sehingga peran yang bisa kita lakukan adalah mengembalikan sistem bernegara yang diatur dengan Islam. Karena Islam telah terbukti mampu bertahan mengatur manusia dengan beragam masa kegemilangannya selama 1400 tahun, sedang jika kita melihat sistem komunis hanya bertahan mengatur negara ini puluhan tahun saja. Awal perubahan baru dengan mengganti sistem demokrasi dengan sistem Islam adalah langkah yang tepat.
Dalam sistem Islam terdapat pembinan untuk seluruh rakyat dan kurikulum pendidikan, agar mampu berpikir cemerlang dan mendalam, membangun kesadaran politik dan juga semangat untuk taat syariat serta mendorong untuk terus amar ma’ruf nahi munkar sebagai Upaya agar tetap berada di jalan Allah. Merujuk pada:
"Hendaklah kamu beramar makruf (menyuruh berbuat baik) dan benahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan (doa mereka)." (HR. Abu Dzar)
Sementara itu, dengan pendidikan Islam sumberdaya manusia baik dilini individu, masyarakat dan para penguasa negara memegang teguh prinsip dalam Al-Isra' 36:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ ۗاِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ اُولٰۤىِٕكَ كَانَ عَنْهُ مَسْـُٔوْلًا
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.”
Alhasil, negara Islam tidak membutuhkan buzzer untuk melakukan pencitraan karena semua aparat sadar setiap amanah akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah, senantiasa taat syariat. Sehingga yang bisa dilihat adalah professional dalam berkarya dan menjalankan segala amanah yang diberikan.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Wilda Nusva Lilasari S.M.
Aktivis Muslimah