TintaSiyasi.id -- Rumah merupakan salah satu kebutuhan primer bagi manusia. Tempat untuk kembali pulang, beristirahat, berkumpul dengan keluarga, semua pasti akan memprioritaskan adanya rumah ini. Tak ayal, bagi sebagian besar masyarakat memiliki rumah adalah suatu hal yang prestise mengingat rumah merupakan aset yang sangat berharga yang bisa dijadikan investasi dengan nilai yang semakin tinggi dari tahun ke tahun.
Sedari awal para kapitalis pun sudah menilik bisnis yang menjanjikan ini, secara progresif mereka menguasai seluruh area yang strategis untuk mereka alihkan menjadi bisnis property mulai dari perumahan, kawasan bisnis, hingga daerah real estate dengan range daya tawar yang cukup fantastis. Sering kita dengar kawasan Ciputra, BSD City, Podomoro Land, dan lain sebagainya termasuk daerah elite yang hanya bisa dinikmati kalangan atas saja, dan untuk orang-orang menengah ke bawah hanya bisa takjub dan menelan ludah saja.
Berdasarkan data dari survei BPS berjudul Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023, angka menunjukkan bahwa sebesar 84,79% rumah tangga di Indonesia memiliki rumah sendiri. Hal ini digadang-gadang menjadi kabar yang menggembirakan bagi pemerintah karena menjadi pertanda bahwa berbagai macam program yang dicanangkan pemerintah dikatakan berhasil. Apa saja program pemerintah tersebut?
Dilansir dari laman sinarmasland.com terdapat 5 program yang ditawarkan oleh pemerintah antara lain KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), KPR Subsidi Selisih Bunga (SSB), BP2BT (Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
Sudah kita ketahui bersama bahwa program tersebut pelaksanannya menggandeng bank mitra sebagai lembaga penerima. Hal tersebut jelas erat mengandung unsur ribawi, karena adanya tambahan dalam suatu akad transaksi atau biasa disebut bunga, walau sekecil berapapun nilainya, tetap haram di dalam Islam.
Memang pemerintah sudah berhasil menaikkan persentase kepemilikan rumah tersebut, tetapi dibalik itu ada jeratan yang mengintai pasangan rumah tangga yang masih merintis di Indonesia. Tentu, bunga yang menyertai program KPR tersebut. Diambil dari Modul Susenas Kesehatan dan Perumahan 2022 rata jangka waktu kredit yang diambil oleh warga Indonesia kisaran 12,95 tahun dengan rata-rata biaya angsuran sebesar Rp 1.624.921,81 per bulannya. Sungguh berat nian tagihan yang harus ditanggung oleh masyarakat.
Kabar terbaru per Januari 2025 menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 12 persen. Imbasnya Kegiatan Membangun Rumah Sendiri akan dikenai pajak dengan ketentuan sebelumnya (20% x tarif PPN 11% = 2,2%) menjadi (20% x tarif PPN 12% = 22,4%).
Meskipun hal ini diperuntukkan bagi bangunan dengan luas paling sedikit 200m². Sungguh benar-benar kebijakan yang menjerat. Bagaimana bisa masyarakat masih dipersoalkan dengan permasalahan pemilikan lahan dan rumah yang belum selesai, tanpa mempertimbangkan kondisi rakyatnya, untuk mengejar pendapatan negara kebutuhan primer seperti rumah menjadi sasaran target pengenaan pajak.
Negara penganut mabda kapitalis memang tidak mampu menjadi negara yang bisa dengan mandiri mengurusi rakyatnya. Lingkaran sumber daya di satu negara tersebut yang sudah terlanjur dikuasai para pemilik modal, membuat Negara mencari sumber pendapatan yang lainnya, tak lain dengan menarifkan pajak di berbagai objek pengenaan. Termasuk permasalahan lahan dan permukiman yang sudah dikapitalisasi oleh pengusaha properti, developer, dan kontraktor membuat harga semakin tidak terjangkau dan menjadi celah bagi pemerintah untuk mencari-cari keuntungan.
Dalam kerangka syariat, suatu negara tidak boleh memungut apapun pada umat, kecuali dalam keadaan darurat atau kondisi kas negara kosong. Dan orang yang akan dikenai pungutan pajak ini hanya kalangan aghnia saja, temporer saat dibutuhkan.
“Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak." (H.R. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud, Al Hakim)
Sejatinya memang sudah tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari sistem kapitalis sekuler ini, semua kebijakan yang ditetapkan hanya berpihak pada pengusaha swasta dan oligarki saja, rakyat hanya akan menjadi objek pemuas keuntungan mereka. Semakin lama kebijakan zalim terus saja berdatangan. Mari kembali pada Islam. Hanya sistem khilafah yang akan menerapkan syariat Islam di segala bidang sehingga tercipalah Islam rahmatan lil ‘alamin yang selalu kita nanti-nantikan. []
Oleh: Palupi Arliesca Nuraisya
Aktivis Muslimah