Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Air Minum Kemasan Membebani Pengeluaran Bulanan

Selasa, 10 September 2024 | 09:02 WIB Last Updated 2024-09-10T02:02:48Z
TintaSiyasi.id -- Ekonom senior yang juga mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia, salah satunya diakibatkan dari konsumsinya akan air kemasan, seperti galon. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada 2019 jumlah kelas menengah di Indonesia 57,33 juta orang atau setara 21,45% dari total penduduk. Lalu, pada 2024 hanya tersisa 47,85 juta orang atau setara 17,13%.Artinya ada sebanyak 9,48 juta warga kelas menengah yang turun kelas. 

Penurunan ini mengakibatkan dua kelas lainnya mengalami kenaikan jumlah yakni kelompok masyarakat kelas menengah rentan dan kelompok masyarakat rentan miskin. Artinya banyak golongan kelas menengah turun kedua kelompok tersebut (Cnbcindonesia.com, 31/8/2024).

Fakta di atas menunjukkan kebutuhan akan air minum ini justru mampu memiskinkan rakyat. Hal ini sangat disayangkan. Padahal kebutuhan hidup lain juga kian mencekik. Biaya bulanan rakyat harus dipotong lagi dengan biaya konsumsi air minum kemasan. Singkatnya, kualitas hidup masyarakat akan kian menurun. 

Air adalah sumber kehidupan. Tak terbayangkan hidup tanpanya. Namun kita terbilang susah mendapatkannya. Kebutuhan hidup yang meningkat ditambah air minum yang juga harus mengeluarkan biaya menjadi beban rakyat semakin berat.

Dilansir dari Goodstats.id (18/11/2023), Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/FAO) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya air terbarukan paling besar di kawasan Asia Tenggara. Sumber daya air terbarukan tersebut mencapai 2.018,7 kilometer kubik per tahun (km³/tahun) pada 2020 lalu. Sayangnya jumlah tersebut tak diimbangi dengan pengelolaan yang baik. 

Air tanah yang tak layak minum ataupun kedalaman sumur yang tak sebanding dengan kedalaman sumur pabrik-pabrik air minum menjadikan rakyat rugi. Terlihat jelas keberpihakan pemerintah yng lebih condong pada pemilik modal. Penguasa memberi izin pengusaha yang memiliki banyak modal untuk mengeksploitasi air tanah hingga izin untuk diperjualbelikan. Peraturan menjadi fleksibel dan dapat dirundingkan, jika menghalangi proyek kapitalisasi ini. Penguasa menjadikan air sebagai sasaran untuk diperjualbelikan guna menambah pemasukan negara. 

Monopoli air ini akan terjadi selama sistem membolehkan. Permasalahan sistemik hingga kemiskinan struktural menjadi hasil dari tak diterapkannya sistem ekonomi dan pengelolaan sumber daya yang shahih. Permaslahan ini akan terurai dengan solusi yang sistemik pula. 

Jika dilihat dari kacamata Islam. Air adalah sumber daya alam milik Allah sebagai Sang Pencipta. Allah yang menciptakan air sebagai sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup di muka bumi. Allah memberikan secara cuma-cuma di alam. Negaralah yang berhak mengelola dan menggunakannya untuk sebaik-baik kesejahteraan rakyatnya, bukan swasta.

Sistem Islam sebagai solusi dari sistem yang rusak ini. Sistem islam menjadikan Al-Qur’an dan as sunnah sebagai sumber hukum tertinggi. Peraturan tak bisa diganti sesuka hati. Hukum tak perlu lagi dibuat oleh manusia. Pemerintah atau penguasa hanya perlu menjalankan hukum dan mengawasi jalannya hukum. 

Apabila Islam digunakan sebagai sistem kehidupan tentu akan menyejahterakan. Sesuai dengan hadits Rasulullah bahwa “Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad). Berserikat disini artinya berserikat dalam memanfaatkan. Tidak boleh dikuasai oleh sebagian dan sebagian lainnya dilarang. Dengan begitu, akan timbul kemaslahatan bersama. Wallahu’alam bishowab.

Oleh: Hima Dewi, S.Si.,M.Si.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update