TintaSiyasi.id -- Hari ini, fakta-fakta tentang aborsi terus diberitakan. Sepasang kekasih di Pegadungan, Kalideres melakukan aborsi janin hasil hubungan gelap (megapolitan.kompas.com, 30/08/2024). Sama halnya dengan kasus yang terjadi di Palangkaraya, aborsi dilakukan oleh mahasiswa dengan alasan agar kehamilannya tidak diketahui orang lain (borneonews.co.id, 30/08/2024).
Dua kasus di atas tentu saja hanya sebagian kecil fakta yang terkuak. Bagaimana dengan yang tidak? Tentu saja jauh lebih banyak. Dengan gaya hidup masyarakat yang serba bebas seperti hari ini, bahkan kita sudah bisa menduga dengan dugaan yang sangat kuat bahwa fakta aborsi tentu saja jauh lebih banyak dari yang diberitakan media.
Borok sistem sekulerisme kapitalisme semakin jelas. Pemisahan urusan kehidupan dengan agama menjadikan manusia semakin rusak. Mereka tidak lagi memahami dan memiliki nilai yang harus mereka pertahankan dalam hidupnya. Satu-satunya hal yang mereka perjuangkan adalah kepuasan jasadi. Mereka melupakan hal penting bahwa ada saat dimana seluruh perbuatan mereka akan diminta pertanggung jawabannya oleh Sang Pencipta.
Berbagai fakta ini tentu saja membuat kita miris, sedih, marah. Bagaimana hancurnya hati para orang tua melihat anak-anak mereka melakukan perbuatan keji semacam berzina, apalagi aborsi. Tidak ada orang tua yang berharap atau bahkan merasa biasa-biasa saja ketika anak-anak mereka menjadi pezina dan pembunuh. Orang tua pasti dengan sepenuh hati mendidik anak-anak mereka, memilihkan sekolah terbaik, dan mencurahkan segalanya untuk kebaikan anak-anak mereka.
Seandainya para orang tua mampu melakukan perlindungan lebih terhadap anak-anak mereka, pastilah mereka akan melakukannya. Namun apalah daya mereka berhadapan dengan sistem yang mencengkeram generasi ini? Bahkan kehidupan para orang tua pun sudah sangat berat dengan segala tuntutan hidup yang mencekik dan berbagai kondisi buruk yang menghimpit mereka.
Sistem kapitalisme yang salah. Berbagai kasus perzinahan dan aborsi tidak mungkin begitu saja terjadi. Zina dan aborsi merupakan dampak dari pergaulan bebas yang sangat marak terjadi. Interaksi antara laki-laki dan perempuan tidak lagi terkendali. Mereka tidak lagi merasa malu untuk melakukan berbagai perbuatan yang melanggar norma sosial bahkan norma agama.
Tayangan-tayangan yang disuguhkan oleh berbagai media juga mendorong naluri seksual untuk bergejolak. Sementara itu, pilar agama tidak menjadi bagian dari kurikulum yang serius diajarkan dan ditanamkan di tengah-tengah masyarakat. Maka liarlah naluri seksual di masyarakat dengan berbagai hujjah, hak asasi manusia lah, kebebasan berekspresi lah, dan seterusnya.
Negara ini jelas telah gagal menyelenggarakan sistem pendidikan yang mencetak generasi berakhlak mulia. Pendidikan hari ini hanya berfokus pada bagaimana mencetak para teknokrat dengan keterampilan yang diperlukan oleh berbagai perusahaan. Orientasi lulusannya pun diarahkan pada standar materi. Semakin besar bergengsi perusahaan yang menerima mereka dengan besaran gaji yang tinggi, semakin dihargai pula mereka di tengah-tengah masyarakat. Lantas, apa kabar dengan ketaqwaan dan akhlaq mulia generasi?
Sistem sanksi di negara ini tidak menjerakan bagi para pelaku kriminal. Mereka yang melakukan perzinahan dan aborsi tidak dihukum dengan berat sehingga mereka merasa aman jika mengulang-ulang perbuatan bejat mereka. Apalagi zina yang dilakukan suka sama suka tidak akan dihukum. Hancurlah masyarakat dengan sistem sanksi yang cemen semacam ini. Maka sampai kapan kita akan membiarkan sistem kapitalisme ini diterapkan di kehidupan kita?
Kita harus kembali pada aturan Sang Pencipta, sistem Islam. Islam mengharamkan perbuatan zina dan aborsi. Aturan syariat ini semata-mata adalah bentuk kasih sayang Allah untuk menjaga manusia dari kerusakan. Zina yang dibiarkan akan membawa pada kerusakan pada banyak aspek. Peneybaran AIDS tanpa kendali, pemerkosaan, pelecehan seksual, aborsi, dan banyak lagi. Maka pengharaman zina jelas akan menghindarkan manusia dari berbagai kerusakan semacam ini.
Di dalam sistem Islam, negara menutup semua celah yang berpotensi menjerumuskan masyarakat untuk melakukan tindak keji dan kriminal. Sistem pergaulan Islam mengatur interaksi laki-laki dan perempuan sehingga kedua jenis manusia ini terjaga dari interaksi yang merusak.
Kurikulum pendidikan Islam berbasis aqidah yang menanamkan kepada masyarakat bahwa kebaikan hidup adalah ketika Allah ridha terhadap diri mereka. Maka tidak akan ada orientasi materi yang membebaskan mereka tanpa batas. Selain itu, sistem sanksi di dalam Islam juga bersifat menjerakan. Para pelaku zina yang telah menikah akan dirajam dan bagi yang belum menikah akan dijilid dan diasingkan. Dengan hukuman yang menakutkan seperti ini, manusia akan berpikir berkali-kali untuk melakukan perbuatan dosa dan kerusakan semacam itu.
Sistem informasi tidak akan luput dari pengaturan ketat oleh negara. Tidak akan lolos seleksi tayang berbagai konten sia-sia apalagi merusak. Sistem informasi hanya akan menyebarkan nuansa kebaikan dan ketaqwaan di tengah-tengah masyarakat.
Sistem Islam yang diterapkan dengan sempurna memiliki tiga pilar yang menjaga umat tetap dalam kebaikan dan ketaatan kepada Allah dan RasulNya. Ketaqwaan individu menjadi pilar yang akan mencegah tiap individu berbuat dosa. Tetaqwaan masyarakat akan mampu mengendalikan perbuatan dosa yang dilakukan secara terang-terangan. Kekuatan institusi Negara Islam mampu menghukum para pelaku dosa dengan tegas sehingga mencegah dosa-dosa lain untuk terjadi.
Masyarakat harus memperjuangkan tegaknya Khilafah untuk menerapkan sistem Islam dengan sempurna sehingga generasi ini terselamatkan dari kerusakan yang lebih parah. Wallahu a’lam bish-shawab.
Oleh: Fatmawati Diani
Aktivis Muslimah