Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Waspadalah 8 Sifat yang Menghalangi Hidayah Taufik dari Allah

Sabtu, 17 Agustus 2024 | 06:20 WIB Last Updated 2024-08-16T23:21:07Z

TintaSiyasi.id -- Hidayah taufik adalah bimbingan khusus dari Allah yang memungkinkan seseorang untuk mengikuti jalan yang benar, beribadah dengan ikhlas, dan mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Namun, ada beberapa sifat buruk yang bisa menghalangi seseorang dari mendapatkan hidayah ini. Berikut adalah delapan sifat tersebut:

1. Kesombongan (Takabbur)
Orang yang sombong merasa dirinya lebih baik dari orang lain, sehingga sulit menerima kebenaran atau nasihat. Kesombongan dapat menghalangi seseorang dari merendahkan hati untuk menerima petunjuk dari Allah.

2. Kedengkian (Hasad)
Kedengkian adalah perasaan tidak senang atas kebahagiaan atau keberhasilan orang lain. Sifat ini bisa menghalangi seseorang dari melihat kebaikan dalam diri orang lain dan mengambil pelajaran dari mereka.

3. Cinta Dunia Berlebihan
Terlalu mencintai dunia dan materi membuat hati seseorang menjadi keras dan sulit untuk menerima hidayah. Orang yang terlalu fokus pada duniawi sering kali melupakan akhirat dan tidak memprioritaskan ibadah kepada Allah.

4. Mengikuti Hawa Nafsu
Orang yang selalu menuruti hawa nafsunya cenderung jauh dari ketaatan dan kebenaran. Hawa nafsu sering kali membawa seseorang kepada perilaku yang bertentangan dengan ajaran agama.

5. Malas Beribadah.
Ketika seseorang malas beribadah, dia menjauh dari Allah dan semakin sulit mendapatkan hidayah. Ibadah adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memohon petunjuk-Nya.

6. Tidak Bersyukur.
Ketidakmampuan untuk bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah bisa membuat hati menjadi keras dan jauh dari rahmat-Nya. Syukur adalah kunci untuk mendapatkan lebih banyak kebaikan dan hidayah dari Allah.

7. Berburuk Sangka (Su'uzhan)
Selalu berpikir negatif tentang orang lain atau tentang ketentuan Allah dapat menghalangi seseorang dari menerima hidayah. Berburuk sangka menghalangi seseorang dari memahami hikmah di balik setiap kejadian.

8. Mendustakan Kebenaran.
Sifat mendustakan kebenaran, meskipun telah jelas, adalah penghalang besar dari hidayah. Orang yang mendustakan kebenaran menunjukkan bahwa hatinya telah tertutup dari cahaya petunjuk.

Menjauhi sifat-sifat ini adalah langkah penting dalam membuka diri untuk menerima hidayah taufiq dari Allah. Dengan memperbaiki diri dan senantiasa memohon petunjuk kepada Allah, seseorang dapat lebih mudah mendapatkan hidayah dan menjalani kehidupan sesuai dengan jalan yang diridhai-Nya.

Kafir ( Ingkar ) dan Fasiq 

Dalam terminologi Islam, "kafir" dan "fasiq" adalah dua istilah yang merujuk pada dua jenis perilaku atau kondisi yang berbeda. Berikut adalah penjelasan mengenai keduanya:

1. Kafir (Ingkar)
"Kafir" berasal dari kata "kufr" yang berarti menutupi atau mengingkari. Dalam konteks Islam, seorang kafir adalah orang yang menolak atau mengingkari kebenaran ajaran Islam, termasuk menolak keimanan kepada Allah, Rasul-Nya, dan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Islam.

Ada beberapa jenis kekufuran, di antaranya:
• Kufr I'tiqadi (Keyakinan): Mengingkari salah satu rukun iman, seperti tidak percaya kepada Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, atau takdir.
• Kufr 'Amali (Perbuatan): Perbuatan yang menunjukkan pengingkaran terhadap ajaran Islam, meskipun mungkin seseorang mengaku beriman. Misalnya, menolak melaksanakan kewajiban agama seperti shalat, puasa, zakat, dan sebagainya.
• Kufr Nifaq (Munafik): Menunjukkan keimanan secara lahiriah namun dalam hati mengingkari keimanan tersebut.

Kekafiran dianggap sebagai dosa terbesar dalam Islam karena itu berarti menolak kebenaran yang diturunkan oleh Allah. Dalam Al-Qur'an, orang-orang kafir sering digambarkan sebagai orang yang hatinya tertutup, sehingga tidak bisa menerima petunjuk.

2. Fasiq
"Fasiq" berasal dari kata "fisq" yang berarti keluar dari ketaatan. Dalam konteks Islam, seorang fasiq adalah orang yang beriman namun sering melakukan dosa besar atau terus-menerus melakukan dosa kecil tanpa bertobat. Fasiq berada dalam keadaan yang kurang baik dalam ketaatannya kepada Allah.

Jenis-jenis fasiq dapat meliputi:
• Fasiq 'Amali (Perbuatan): Orang yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti berbohong, mencuri, berzina, atau minum khamr (minuman keras), namun masih mengakui keimanan dan tidak keluar dari Islam.
• Fasiq I'tiqadi (Keyakinan): Orang yang memegang keyakinan yang sesat atau menyimpang dari ajaran Islam, meskipun masih mengaku Muslim. Ini bisa berupa pemahaman yang salah tentang ajaran agama, yang menyebabkan perilaku yang salah.

Fasiq bukanlah kafir, karena seorang fasiq masih dianggap Muslim, meskipun imannya lemah dan terancam oleh dosa-dosanya. Namun, seorang fasiq memiliki risiko besar jika tidak segera bertaubat dan memperbaiki diri.

Dalam Islam, baik kafir maupun fasiq dianggap berada dalam kondisi yang berbahaya bagi keselamatan akhirat. Seorang kafir karena menolak keimanan, dan seorang fasiq karena terus-menerus melakukan dosa tanpa penyesalan. Oleh karena itu, penting bagi seorang Muslim untuk menjauhi kedua sifat ini dan senantiasa berusaha menjadi hamba yang taat dan beriman kepada Allah.

Dholal ( Sesat ) dan Dzalim.

Dalam ajaran Islam, "dholal" dan "dzalim" adalah dua istilah yang menggambarkan kondisi atau perilaku yang merugikan seseorang dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, atau dirinya sendiri. Berikut adalah penjelasan mengenai keduanya:

1. Dholal (Sesat)
"Dholal" secara harfiah berarti "kesesatan" atau "menyimpang dari jalan yang benar". Dalam konteks agama Islam, dholal merujuk kepada seseorang atau sekelompok orang yang menyimpang dari jalan yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Kesesatan ini bisa terjadi dalam berbagai aspek, seperti keyakinan (akidah), ibadah, atau perilaku.

Beberapa bentuk dholal:
• Kesesatan Akidah: Ini terjadi ketika seseorang memiliki keyakinan yang salah atau menyimpang dari ajaran Islam, seperti menyembah selain Allah, percaya pada hal-hal yang bertentangan dengan tauhid (keesaan Allah), atau mengikuti ajaran yang tidak berasal dari Islam.
• Kesesatan dalam Ibadah: Melakukan praktik ibadah yang tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah atau menambahkan hal-hal yang tidak diajarkan dalam agama.
• Kesesatan dalam Perilaku: Bertindak dengan cara yang melanggar hukum Islam, seperti berbuat zalim kepada orang lain, tidak adil, atau melakukan dosa-dosa besar tanpa penyesalan.
Orang yang berada dalam keadaan dholal sering kali tidak menyadari kesalahannya atau bahkan meyakini bahwa mereka berada di jalan yang benar. Karena itulah, dholal dianggap sebagai kondisi yang berbahaya karena bisa menjauhkan seseorang dari rahmat dan hidayah Allah.

2. Zalim

"Dzalim" berasal dari kata "zhalama" yang berarti "melakukan ketidakadilan" atau "menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya". Dalam Islam, dzalim merujuk kepada tindakan atau sikap yang tidak adil, baik terhadap Allah, sesama manusia, atau bahkan terhadap diri sendiri.

Ada beberapa bentuk kedzaliman:
• Dzalim kepada Allah: Ini adalah bentuk kedzaliman yang paling besar, yaitu ketika seseorang menyekutukan Allah (syirik), tidak beribadah kepada-Nya, atau melakukan hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya.
• Dzalim kepada Sesama Manusia: Ini termasuk tindakan seperti mencuri, berbohong, menipu, menindas, atau merugikan orang lain secara fisik, mental, atau finansial.
• Dzalim kepada Diri Sendiri: Ini terjadi ketika seseorang melakukan perbuatan yang merusak dirinya sendiri, seperti berbuat dosa, mengabaikan kesehatan, atau menempatkan dirinya dalam bahaya tanpa alasan yang jelas.

Allah sangat mengecam tindakan kedzaliman dalam Al-Qur'an. Orang yang dzalim sering kali disebut sebagai orang yang akan mendapatkan balasan setimpal baik di dunia maupun di akhirat jika tidak bertaubat dan memperbaiki diri.

Kesimpulan
• Dholal (Sesat): Merujuk pada kesesatan atau penyimpangan dari jalan yang benar dalam hal keyakinan, ibadah, atau perilaku.
• Dzalim: Merujuk pada tindakan ketidakadilan atau penindasan, baik terhadap Allah, sesama manusia, atau diri sendiri.

Kedua sifat ini sangat dikecam dalam Islam karena keduanya dapat merusak hubungan seseorang dengan Allah dan makhluk lainnya. 

Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslim untuk selalu berusaha berada di jalan yang benar (shiratal mustaqim) dan menjauhi segala bentuk kedzaliman.

Hubbud-Dunya (Cinta Dunia) dan Takabur (sombong)

Hubbud-Dunya (Cinta Dunia) dan Takabbur (Sombong) adalah dua sifat negatif yang dikecam dalam Islam karena keduanya bisa membawa seseorang jauh dari Allah dan merusak akhlak serta hubungan dengan sesama manusia. Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing sifat tersebut:

1. Hubbud-Dunya (Cinta Dunia)
Hubbud-Dunya berasal dari dua kata: "hubb" yang berarti cinta, dan "dunya" yang berarti dunia. Secara harfiah, hubbud-dunya berarti cinta yang berlebihan terhadap dunia dan segala isinya, seperti harta, kekuasaan, kenikmatan, dan status sosial.
Sifat ini ditandai oleh:
• Prioritas Duniawi: Orang yang memiliki sifat hubbud-dunya cenderung memprioritaskan urusan dunia di atas akhirat. Mereka lebih fokus pada pencapaian materi, kekayaan, dan kesenangan duniawi, daripada ibadah dan amal saleh.
• Keterikatan yang Kuat: Seseorang yang terjebak dalam cinta dunia sulit untuk melepaskan diri dari hal-hal duniawi. Mereka mungkin menjadi serakah, tidak mau bersedekah, atau bahkan melakukan segala cara, termasuk yang tidak halal, demi mendapatkan lebih banyak kekayaan atau kenikmatan dunia.
• Lalai dari Akhirat: Cinta dunia yang berlebihan bisa membuat seseorang lalai terhadap persiapan untuk kehidupan akhirat. Mereka mungkin melupakan shalat, puasa, zakat, dan kewajiban lainnya dalam agama.

Bahaya Hubbud-Dunya:
• Mengabaikan Akhirat: Orang yang terlalu mencintai dunia bisa melupakan bahwa kehidupan di dunia ini sementara dan akan ada kehidupan yang abadi di akhirat.
• Menyebabkan Kerusakan Moral: Sifat ini dapat menyebabkan seseorang terjebak dalam perilaku buruk, seperti menipu, berbohong, atau mengambil hak orang lain demi kepentingan pribadi.
• Memutuskan Hubungan dengan Allah: Orang yang terlalu terikat pada dunia bisa kehilangan hubungan spiritual dengan Allah, karena mereka terlalu sibuk dengan urusan duniawi.

2. Takabbur (Sombong)
Takabbur berarti merasa diri lebih tinggi, lebih baik, atau lebih unggul dari orang lain. Sifat sombong ini sering kali ditandai dengan penolakan terhadap kebenaran dan merendahkan orang lain.

Ciri-ciri Takabbur:
• Meremehkan Orang Lain: Orang yang sombong cenderung meremehkan atau memandang rendah orang lain, baik karena kekayaan, pengetahuan, status sosial, atau hal lainnya.
• Menolak Kebenaran: Takabbur juga berarti menolak kebenaran meskipun sudah jelas. Orang yang sombong tidak mau mengakui kesalahan atau menerima nasihat dari orang lain.
• Merasa Paling Benar: Sifat ini membuat seseorang merasa dirinya selalu benar dan tidak membutuhkan pandangan atau pendapat orang lain.
Bahaya Takabbur:
• Dimurkai Allah: Takabbur adalah salah satu sifat yang paling dibenci oleh Allah. Dalam Al-Qur'an, disebutkan bahwa orang yang sombong tidak akan mendapatkan hidayah dari Allah.
• Menjauhkan dari Surga: Rasulullah ﷺ bersabda bahwa orang yang memiliki kesombongan sebesar biji sawi dalam hatinya tidak akan masuk surga.
• Merusak Hubungan Sosial: Sifat sombong bisa merusak hubungan dengan orang lain, karena orang sombong cenderung tidak disukai dan dijauhi oleh orang-orang di sekitarnya.

Kesimpulan
• Hubbud-Dunya (Cinta Dunia): Cinta yang berlebihan terhadap dunia yang bisa menjauhkan seseorang dari Allah dan akhirat, serta mendorong perilaku yang tidak sesuai dengan ajaran Islam.
• Takabbur (Sombong): Sifat sombong yang membuat seseorang merasa lebih unggul dari orang lain dan menolak kebenaran, yang sangat dibenci oleh Allah dan bisa membawa seseorang kepada kehancuran.

Kedua sifat ini dapat merusak kehidupan spiritual dan moral seorang Muslim. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengendalikan diri dan senantiasa mengingat bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah sementara, dan kesombongan hanya akan membawa kepada kerugian baik di dunia maupun di akhirat.

Musrif (Melampaui batas) dan Kadzib (Pendusta).

Musrif (Melampaui Batas) dan Kadzib (Pendusta) adalah dua sifat buruk yang sangat dikecam dalam Islam. Kedua sifat ini merusak akhlak, hubungan dengan Allah, dan hubungan dengan sesama manusia. Berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing sifat tersebut:

1. Musrif (Melampaui Batas)
Musrif berasal dari kata "israf," yang berarti melampaui batas atau berlebihan. Dalam konteks Islam, musrif merujuk pada seseorang yang melakukan sesuatu secara berlebihan atau melampaui batas yang diizinkan oleh syariat. Ini bisa terjadi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam penggunaan harta, makan dan minum, berbicara, atau dalam ibadah.

Beberapa bentuk perilaku Musrif:
• Berlebihan dalam Pengeluaran (Israf harta): Menghabiskan harta secara boros tanpa mempertimbangkan kebutuhan dan tanpa memikirkan orang lain yang membutuhkan.
• Berlebihan dalam Konsumsi: Makan dan minum secara berlebihan, yang tidak hanya merugikan kesehatan tetapi juga bertentangan dengan ajaran Islam yang menganjurkan sikap moderat.
• Berlebihan dalam Beribadah: Melakukan ibadah dengan cara yang melampaui batas yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ, seperti beribadah terus-menerus tanpa istirahat, yang bisa merusak keseimbangan kehidupan.

Bahaya dari Sifat Musrif:
• Mendapatkan Murka Allah: Allah melarang sikap berlebihan dan boros, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an bahwa Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan.
• Mengundang Kesulitan: Sifat berlebihan dalam harta bisa mengakibatkan kebangkrutan atau kesulitan ekonomi. Begitu pula, berlebihan dalam makan bisa merusak kesehatan.
• Menurunkan Kehormatan Diri: Seseorang yang dikenal sebagai musrif sering kali kehilangan rasa hormat dari orang lain karena dianggap tidak bijaksana dalam mengelola nikmat yang diberikan oleh Allah.

2. Kadzib (Pendusta)
Kadzib berarti dusta atau kebohongan. Seorang kadzib adalah orang yang tidak jujur, menyampaikan sesuatu yang tidak benar, atau memalsukan kenyataan. Kebohongan dalam Islam dianggap sebagai salah satu dosa besar dan merupakan ciri orang yang tidak dapat dipercaya.
Ciri-ciri Perilaku Kadzib:
• Berbohong dalam Perkataan: Menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan, baik dalam hal yang kecil maupun besar.
• Berbohong dalam Perbuatan: Menyembunyikan kebenaran atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan apa yang dikatakan atau dijanjikan.
• Berbohong kepada Diri Sendiri: Seseorang yang menipu diri sendiri dengan membenarkan tindakan yang salah atau mengingkari kesalahan yang telah dilakukan.

Bahaya dari Sifat Kadzib:
• Dibenci oleh Allah: Kebohongan adalah salah satu dosa yang sangat dibenci oleh Allah. Dalam hadits, Rasulullah ﷺ menyatakan bahwa orang yang terus-menerus berbohong akan dicatat sebagai pendusta di sisi Allah.
• Merusak Hubungan Sosial: Seorang pendusta akan kehilangan kepercayaan dari orang lain, yang bisa merusak hubungan sosial dan menyebabkan terputusnya hubungan baik.
• Menghancurkan Diri Sendiri: Kebohongan sering kali membawa kepada kebohongan lain, yang akhirnya dapat menjebak diri sendiri dalam masalah yang lebih besar. Selain itu, kebohongan juga bisa merusak reputasi dan integritas seseorang.

Kesimpulan
• Musrif (Melampaui Batas): Sifat berlebihan atau melampaui batas yang diizinkan, baik dalam penggunaan harta, konsumsi, atau perilaku lainnya. Islam mengajarkan sikap moderat dan menghindari berlebihan dalam segala hal.
• Kadzib (Pendusta): Kebohongan atau ketidakjujuran, yang sangat dikecam dalam Islam karena merusak hubungan dengan Allah dan sesama manusia.
Kedua sifat ini membawa dampak negatif bagi kehidupan spiritual dan sosial seseorang. Oleh karena itu, seorang Muslim dianjurkan untuk selalu bersikap jujur dan moderat dalam segala hal, serta menjauhi perilaku berlebihan dan kebohongan agar tetap berada di jalan yang diridhai Allah.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Pendidikan Pascasarjana UIT Lirboyo 

Opini

×
Berita Terbaru Update