TintaSiyasi.id -- Menanggapi kebijakan pemerintahan Jokowi terkait pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada organisasi kemasyarakatan (ormas), Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky, M.Si menegaskan mesti disadari betul bahwa itu nukan hanya jeratan tetapi di dalamnya ada umpan beracun.
“Kita perlu ingatkan kepada ormas agar mestinya menyadari betul ini, bukan hanya jeratan, tetapi sudah ada umpan beracun di dalamnya,” ujarnya dalam Bincang Bersama Sahabat Wahyu: Rezim Populis Menjerat ormas dengan Tambang, di kanal YouTube Bincang Bersama Sahabat Wahyu, Rabu (31/07/2024).
Ia menilai, pemberian IUP ke ormas keagamaan itu bukan persoalan ekonomi lagi, tetapi sudah lebih ke nuansa kental politis. Kalau ekonomi mestinya pemerintah mengelolanya kemudian hasilnya sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat secara merata.
Wahyudi khawatir jika nanti diantara ormas yang menerima IUP itu pengurusnya dengan anggotanya akan ribut. Belum lagi antar ormas dengan ormas lain yang satu dapat tambangnya yang besar, satunya lagi dapat tambangnya yang agak kering, satunya lagi tidak dapat tambang.
“Jadi saya pikir ini nuansa politik ya, bukan nuansa ekonomi. Tetapi yang lebih kental nuansa politik, untuk kepentingan penguasa,” tegasnya.
Ia menilai, di penghujung masa kekuasaannya rezim, Jokowi ingin ada dukungan politik dari elemen bangsa yang dianggap mempunyai kekuatan secara moral maupun sosial. Karena di level partai politik ada perseteruan yang mungkin sulit diharapkan untuk bisa mendapatkan dukungan.
Maka dari itu, Jokowi akan memperluas area dukugannya yaitu dari partai politik, yang menurutnya partai politik koalisi sudah di gabung, kemudian melakukan pengamanan lagi di level ormas.
“Kalau kita lihat, ini menandakan bahwa kepemerintahan rezim Jokowi ini sebenarnya banyak masalah, karena diujung dia ingin cari dukungan dan perlindungan. Dia mencari simpati dengan melakukan kebijakan populis, seolah-olah baik dengan ormas untuk memberikan hak untuk izin pengelolaan tambang,” bebernya.
Ia menjelaskan bahwa ormas fungsi utamanya adalah melakukan pendidikan di masyarakat, mencerdaskan masyarakat, kemudian ikut mengkritisi dan mengoreksi penguasa. Namun hal tersebut akan hilang dan akan runtuh ketika ormas itu sudah terjerat tambang dan memakan umpan racun yang ada dalam tambang.
Maka hal itu akan menjadikan ormas sibuk mengurus tambang dan lupa fungsinya untuk mendidik anggotanya, mendidik masyarakat dan juga mengoreksi mengkritisi kebijakan penguasa dan menasihati para penguasa.
“Saya pikir disini letak krusialnya, kenapa kita prihatin ormas-ormas semua ikut-ikutan terjerat atau bahkan memakan umpan beracun dari rezim yang diakhir-akhir ajalnya kekuasaannya berakhir," ungkapnya.
“Saya pikir ini jelang ajal kekuasaan justru menebar racun dan membuat jeratan kepada komponen eleman bangsa yang bernama Ormas dijerat dengan tambang,” tambahnya.
Tidak Sesuai Konstitusi
Lebih lanjut, Wahyudi menjelaskan, hampir semua tambang seperti minyak, gas, mineral, batu bara, emas, timah, nikel dan seterusnya, dikelola oleh korporasi atau perusahaan-perusahaan baik perusahaan asing dan perusahaan nasional.
Menurutnya, itu sudah tidak sesuai dengan amanah konstitusi, karena menurutnya, dalam amanah konstitusi sebagaimana dalam pasal 33 UUD 1945. Bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat indonesia.
Ia menegaskan, ketika diserahkan kepada korporasi baik itu perusahaan asing dan aseng, tentu yang akan menikmati banyak mereka, tidak lagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat, menurutnya, itu saja sudah keliru.
“Dari perspektif itu, ada usulan untuk melibatkan ormas untuk diberikan izin usaha pertambangan. Saya melihat ini justru jeratan tambang yang menjerat ormas,” tandasnya.[] Aslan La Asamu