TintaSiyasi.id -- Pertamina mendapatkan kompensasi tiap tahun atas harga BBM dan LPG 3 kg senilai 350-400 Triliun rupiah,. PLN mendapatkan kompensasi atas harga listrik 130-150 triliun rupiah. Keduanya menyedot APBN Setidaknya 500-550 triliun rupiah tiap tahun karena selisih harga. Negara memberi uang kepada kedua BUMN ini. Juga negara memberi uang banyak kepada BUMN lain.
Bisnis kedua BUMN ini sebenarnya merugi, karena harga yang ditetapkan oleh pemerintah lebih rendah dari harga pasar, atau mereka bilang lebih rendah dari harga keekonomian. Lalu pemerintah menggantinya dengan subsidi dan kompensasi dengan menggunakan anggaran APBN. Maka jadilah BUMN energi tersebut mendapatkan untung. Untungnya jadinya lumayan besar. Gaji pegawainya bisa naik, gaji direksinya bisa besar, dapat tunjangan dan tantiem lumayan gede.
Bisnis petani bagaimana? Tahun lalu harga gabah bagus, yakni 700 ribu an rupiah per kwintal. Tapi tahun ini menjelang panen besar harga gabah turun jadi 500 ribu an rupiah per kwintal. Cuma harga gabah yang bisa turun di republik ini, yang lain naik semua, biaya pendidikan naik, biaya kesehatan naik, harga motor naik, harga mobil naik, tapi giliran harga beras turun, gak kira turunnya bisa mencapai 30-40 persen dibandingkan tahun lalu.
Petani, Pertamina, PLN sama sama bisnis Pak Bos, sama sama cari rejeki, sama sama cari uang, sama sama cari cuan, sama sama pingin untung, bukan untung besar untung sedikit saja. Pertamina mesti untung karena harus punya uang buat beli minyak dan BBM impor, PLN mesti ada uang karena harus beli energi primer batubara dan gas. Petani perlu ada uang sisa hasil jual gabah supaya bisa nanam padi lagi, dan tidak harus terjerat tengkulak.
Kalau BUMN saja bisa terjerat pinjol, apalagi petani, lebih parah dari pinjol, tengkulak, lintah darat. Bank bank BUMN tidak ada yang mau membiayai petani sekarang ini. Bunga sama saja dengan tengkulak mencekik leher. Sementara BUMN sudah dapat penyertaan modal negara (PMN) tiap tahun. Jadi petani juga mesti dapat sedikit dari APBN. Tapi kalau PMN ke petani kayaknya belum ada yang memikirkan ini.
Panen petani kali ini di bulan Agustus, bulan kemerdekaan Republik Indonesia. Sudah saatnya petani merasakan nikmatnya kemerdekaan, dengan mendapatkan harga gabah yang baik, harga gabah yang bisa membuat mereka petani bisa membeli lauk lauk, membayar sekolah anak anaknya, syukur syukur bisa nabung. Cobalah pemerintah pikirkan petani bisa dapat kompensasi, dapat subsidi, syukur syukur bisa dapat penyertaan modal negara (PMN), sebagaimana pemerintah memberikan uang banyak kepada BUMN BUMN kita. []
Oleh: Salamuddin Daeng
Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia