Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Peringatan Darurat Garuda Biru Menolak Dinasti, Melupakan Oligarki: Inikah Cara Demokrasi Menipu Rakyat?

Kamis, 29 Agustus 2024 | 11:44 WIB Last Updated 2024-08-29T04:44:14Z

TintaSiyasi.id -- Sepekan yang lalu viral gambar garuda biru bertuliskan peringatan darurat di media sosial. Tidak hanya netizen, tetapi banyak influencer ataupun artis ramai-ramai mengunggah gambar itu pada Rabu, 21 Agustus 2024. Gambar garuda biru viral lantaran netizen berupaya mengawal putusan MK dan menolak rencana DPR yang akan merevisi RUU Pilkada.

Berdasarkan penelusuran BBC.com (23-8-2024) di media sosial, gambar itu merupakan tangkapan layar dari berbagai unggahan video Emergency Alert System (EAS) Indonesia Concept. Pada awal Desember 2022, EAS Indonesia Concept mengunggah beberapa film pendek analog bergenre horor dengan menggunakan emergency alert system atau sistem peringatan dini sebagai benang merah. Dalam karya fiksi mereka, lambang Garuda Pancasila berlatar biru merupakan siaran darurat dari pemerintah ketika muncul ‘entitas asing’ yang membajak negara.

Efek dari viralnya garuda biru yang bertuliskan peringatan darurat adalah sampai hari ini masih terjadi aksi mahasiswa di berbagai wilayah yang cenderung ricuh. Berupaya mengawal putusan MK dan sebagainya. Aksi mahasiswa terjadi di mana-mana, hampir semuanya ricuh dan memancing tindakan anarkis di mana-mana. Walaupun DPR batal mengesahkan revisi UU Pilkada, tetapi sebenarnya rakyat jangan berhenti kritis. Karena ancaman sesungguhnya ada dalam demokrasi itu sendiri. Jangan tertipu demokrasi! Demokrasi tidak pernah mati, justru demokrasi yang mengizinkan oligarki mencengkeram kuat menancap di negeri ini.

Batu Uji Peringatan Darurat Garuda Biru Mengubah Indonesia

Kepedulian rakyat dari berbagai lapisan masyarakat terhadap kondisi politik yang ada patut diacungi jempol. Bayangkan tidak hanya mahasiswa turun ke jalan tetapi guru besar, akademisi,  dan aktivis 98 berencana turun ke jalan pada Kamis (22-8-2024) mengawal putusan MK yang tengah coba untuk dibegal DPR. 

Sebelumnya diberitakan lewat Kompas.com, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan Partai Buruh dan Gelora. MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan threshold pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

Ada beberapa catatan kritis terkait hal tersebut. Pertama. Spirit aksi peringatan darurat garuda biru adalah spirit menjaga keadilan dalam berdemokrasi, padahal demokrasi adalah perangkat yang menciptakan kezaliman itu sendiri. Cengkeraman oligarki lahir karena demokrasi, penguasa yang dimodali kapitalis atau korporasi untuk maju dalam pemilu atau pilkada akan meminta imbalan ketika mereka telah terpilih. Bahkan, penguasa yang dilahirkan demokrasi bukan lagi penguasa pilihan rakyat tetapi penguasa yang dikehendaki oligarki. 

Kedua. Tidak hanya itu, lahirnya politik dinasti adalah karena restu demokrasi. Berapa banyak presiden yang memberikan jabatan strategis kepada anaknya ketika mereka menjabat? Peringatan darurat garuda biru muncul karena menolak dinasti, karena ada dugaan anak kedua Presiden Joko Widodo Kaesang Pangarep akan maju di Pilkada 2024 padahal umurnya belum mencukupi. Namun, publik harus sadar, Gibran Rakabuming Raka bisa menjadi wakil presiden terpilih bersama Prabowo Subianto itu juga karena demokrasi. Karenanya, publik harus menyadari terciptanya politik dinasti itu atas restu demokrasi. 

Ketiga. Kongkalikong penguasa dengan para kapitalis terjadi karena demokrasi, lahirnya segelintir orang (oligarki) mengendalikan negara adalah karena kuasa demokrasi. Sehingga fokus umat harus lebih kritis lagi, ketidakadilan dan kesengsaraan yang tampak hari ini karena sistem lemah buatan manusia yang bernama demokrasi. Demokrasi menjadi kendaraan untuk memenuhi syahwat politik siapa pun yang memiliki uang, mereka yang beruang merekalah yang berkuasa. Inilah kenyataan praktik demokrasi kapitalisme hari ini. 

Keempat. Keadilan tidak mungkin tegak dalam sistem demokrasi kapitalisme. Apabila ingin menegakkan keadilan di bawah payung demokrasi, maka hal itu adalah utopis. Tidak mungkin demokrasi mengakomodasi keadilan, karena demokrasi hanya mampu mengakomodasi suara terbanyak, tidak peduli suara itu zalim atau adil, benar atau salah, dosa atau berpahala. Demokrasi tidak peduli itu semua. Yang diakomodasi adalah suara terbanyak sekalipun itu adalah sebuah kezaliman dan kesengsaraan untuk rakyat. 

Oleh karena itu, wajar banyak sekali undang-undang yang dilahirkan demokrasi justru mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan kapitalis dan memperbudak sumber daya manusia dalam memuluskan kepentingan kapitalis. Contohnya, UU Migas, Minerba, Omnibus Law, Cipta Kerja, UU Ketenagakerjaan, dan sebagainya. 

Kelima. Demokrasi telah mengizinkan sumber daya alam yang seharusnya dikelola negara untuk kesejahteraan rakyat, menjadi dimiliki individu atau kapitalis atau korporasi asing, padahal rakyatnya banyak yang miskin. Belum lagi, bagaimana demokrasi membuka kran tenaga kerja asing, di kala rakyatnya banyak yang terkena badai PHK. Lagi-lagi semua karena regulasi yang dilahirkan demokrasi. Eksploitasi brutal terhadap kekayaan alam terjadi karena demokrasi, mereka merusak alam atas izin demokrasi. Bahkan hukum tidak berdaya menghukum para korporasi yang telah merusak alam.

Inilah yang harus dipahami umat hari ini. Keadilan dan kesejahteraan dalam sistem demokrasi hanyalah omong kosong. Karena demokrasi adalah perangkat ideologi kapitalisme dalam memenuhi hasrat keserakahannya. Kapitalisme yang memiliki asas sekularisme telah memisahkan manusia dari fitrahnya untuk tunduk terhadap agamanya. Sehingga, tercipta pejabat atau penguasa yang individualis, egois, dan pragmatis. 

Apabila perubahan masih berada dalam lingkaran demokrasi, niscaya yang terjadi hanyalah ganti "wayang" semata, karena "dalangnya" tetaplah sama yakni oligarki. "Dalang" yang berkuasa dalam sistem demokrasi adalah oligarki, kapitalis, ataupun korporasi. Rakyat terjebak dalam fanatisme golongan yang menciptakan taklid buta terhadap "wayang-wayang" yang dipromosikan demokrasi.

Dampak Viralnya Peringatan Darurat Garuda Biru terhadap Aspek Politik, Ekonomi, dan Sosial

Viralnya peringatan darurat garuda biru tentunya sangat berdampak terhadap kondisi perpolitikan di Indonesia. Pertama, sebenarnya publik sedang dipertontonkan begal konstitusi, bagaimana upaya DPR membegal putusan MK. Sampai tulisan ini dibuat (28-8-2024) DPR batal merevisi UU Pilkada. Dikutip dari Kompas.com, Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang batal dilakukan pada Kamis (23-8-2024) kemarin, terkait rencana revisi Undang-Undang Pilkada karena tidak memenuhi persyaratan kuorum, dianggap memperlihatkan ketidaktahuan para legislator dalam memahami tugasnya. Karena anggota DPR berjumlah 575 orang, rapat paripurna baru bisa mulai jika dihadiri oleh 288 anggota DPR. Akan tetapi, dalam pembukaan sidang kemarin ternyata hanya dihadiri oleh 89 anggota DPR. Sedangkan anggota DPR yang izin tidak hadir dalam rapat paripurna sebanyak 87 orang. 

Kedua. dampak ekonomi, kondisi ekonomi sebelum dan sesudah adanya peringatan darurat garuda biru sama saja. Aksi ricuh yang terjadi berpotensi mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat dan memerlukan biaya akibat beberapa sarana dan prasarana yang rusak akibat terjadinya aksi, terutama sikap arogan aparat dalam merapikan aksi dinilai melukai peserta aksi baik. 

Ketiga, dampak sosial yang terjadi adalah terganggunya keamanan dan ketenangan. Menjadi watak demokrasi yang minta didemo baik dengan anarkis maupun diplomasi. Nyatanya, demokrasi yang telah berjanji mengakomodasi berbagai suara rakyat, tetapi pada kenyataannya, demokrasi hanya mengakomodasi suara segelintir orang saja. Aksi-aksi banyak dilakukan, tidak semua aksi diakomodasi, apalagi aksi-aksi yang berseberangan dengan kepentingan oligarki.

Dampak dari peringatan darurat garuda biru adalah batalnya revisi UU Pilkada, tetapi cengkeraman oligarki yang kongkalikong dengan calon penguasa tetap tidak bisa dibendung. Potensi terjadinya politik dagang babi dalam masa kampanye juga tidak bisa dibendung yakni calon membagikan sumbangan berkedok meraih dukungan publik yang dibantu pembesaran opini oleh para influencer dan artis.

Strategi Islam dalam Mengubah Kondisi dari Kezaliman Menuju Kesejahteraan yang Berkeadilan

Semua manusia tentunya mendambakan kesejahteraan yang berkeadilan, tetapi sayangnya dalam mewujudkan hal tersebut banyak yang terlalu sombong sehingga cara yang dipakai justru menjerumuskannya ke dalam jurang kezaliman. Contohnya, mereka yang ingin perubahan memakai kendaraan demokrasi. Paling banter demokrasi hanya bisa mengubah orang atau mengganti penguasa, tetapi demokrasi akan terus melanggengkan kepentingan kapitalis. Karena darah yang mengalir dalam demokrasi dipicu oleh ideologi kapitalisme. Jantung sekularisme yang memompa darah tersebut mengalir ke seluruh sendi-sendi pemerintahan yang berdiri atas nama demokrasi.

Perubahan hakiki tidak akan mampu diwujudkan dalam bingkai demokrasi. Apalagi perubahan ke arah keadilan dan kesejahteraan mustahil terwujud dalam demokrasi, justru demokrasi adalah penyebab kekacauan dan kesemrawutan di negeri ini. Hukum tumpul ke kawan dan tajam ke lawan, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin, kehidupan makin sulit karena himpitan ekonomi kapitalisme adalah gambaran demokrasi dalam menyelenggarakan kehidupannya. Keadilan dan sejahtera dimanipulasi hanya untuk segelintir orang pemilik kapital, bagi mereka yang tidak berdaya harus siap dikalahkan di sistem rimba demokrasi. 

Perubahan menuju keadilan dan kesejahteraan hanya mampu diwujudkan dengan menerapkan sistem Islam secara kafah. Syariat Islam yang diterapkan di berbagai sendi-sendi kehidupan yang mewujud dalam sistem pemerintahan Khilafah Islam mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan. Berikut catatan keunggulan sistem pemerintahan Islam. Pertama, dalam sistem Islam tolok ukur benar dan salah di tangan hukum syarak, manusia dengan segala kecerdasannya tidak akan mampu memanipulasinya lahirnya kebenaran. Karena landasan kebenaran Islam sangatlah jelas dari Al-Qur'an dan sunah.

Kedua, kedaulatan ada di tangan hukum syarak dan pelaksana kekuasaan ada di tangan manusia. Tugas seorang muslim adalah pelaksana hukum bukan pembuat hukum. Sehingga kongkalikong antara penguasa dan siapa pun yang memiliki kepentingan akan mudah sekali tampak jika aturan yang ditetapkan mengkhianati landasan akidah Islam. 

Ketiga, dalam Islam penguasa adalah pelayan umat, berbeda dengan sistem kapitalisme, dalam kapitalisme rakyat adalah tumbal kerakusan penguasa dan pengusaha. Konsep pemimpin adalah pelayan umat memang banyak digembar-gemborkan banyak filsuf, tetapi hanya Islam yang mampu mewujudkan seorang pemimpin yang mampu melayani dan mengurusi umat dengan sejahtera dan adil. 

Keempat, adil dalam Islam bukan sama rata dan sama rasa melainkan berbagai permasalahan dipecahkan berdasarkan syariat Islam. Justru jika ada masalah lalu manusia songong mengabaikan syariat Islam dan mengambil keputusan berdasarkan hawa nafsunya adalah bentuk kezaliman yang nyata dan tentunya akan menimbulkan kerusakan. Di sinilah mengapa demokrasi banyak melahirkan berbagai masalah yang masif karena segala masalah diputuskan berdasarkan hawa nafsu masing-masing. 

Kelima, sistem pemerintahan Khilafah Islamiah yang telah dicontohkan dan diwariskan oleh Nabi Muhammad saw. telah terbukti membawa kesejahteraan selama 13 abad, justru sistem kapitalisme sudah membuat kehancuran multidimensi di berbagai lini kehidupan, padahal hampir seratus tahun masa kejayaannya.

Tidak ada pilihan lain kecuali mengambil sistem Islam sebagai solusi dari persoalan multidimensi yang disebabkan demokrasi kapitalisme sekuler. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan mimpi setiap manusia hidup dalam kesejahteraan yang berkeadilan. Selain itu, Islam sebagai rahmat seluruh alam akan dirasakan oleh berbagai makhluk hidup yang ada di bumi, tidak hanya umat muslim tetapi seluruh umat manusia akan mendapatkan rahmat dari Allah taala ketika mau menerapkan syariat Islam secara sempurna dalam naungan Khilafah Islamiah.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Apabila perubahan masih berada dalam lingkaran demokrasi, niscaya yang terjadi hanyalah ganti "wayang" semata, karena "dalangnya" tetaplah sama yakni oligarki. "Dalang" yang berkuasa dalam sistem demokrasi adalah oligarki, kapitalis, ataupun korporasi. Rakyat terjebak dalam fanatisme golongan yang menciptakan taklid buta terhadap "wayang-wayang" yang dipromosikan demokrasi.

Dampak dari peringatan darurat garuda biru adalah batalnya revisi UU Pilkada, tetapi cengkeraman oligarki yang kongkalikong dengan calon penguasa tetap tidak bisa dibendung. Potensi terjadinya politik dagang babi dalam masa kampanye juga tidak bisa dibendung yakni calon membagikan sumbangan berkedok meraih dukungan publik yang dibantu pembesaran opini oleh para influencer dan artis.

Tidak ada pilihan lain kecuali mengambil sistem Islam sebagai solusi dari persoalan multidimensi yang disebabkan demokrasi kapitalisme sekuler. Hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan mimpi setiap manusia hidup dalam kesejahteraan yang berkeadilan. Selain itu, Islam sebagai rahmat seluruh alam akan dirasakan oleh berbagai makhluk hidup yang ada di bumi, tidak hanya umat muslim tetapi seluruh umat manusia akan mendapatkan rahmat dari Allah taala ketika mau menerapkan syariat Islam secara sempurna dalam naungan Khilafah Islamiah.[]

Oleh. Ika Mawarningtyas (Direktur Mutiara Umat Institute)
MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO. Rabu, 28 Agustus 2024. Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum. #Lamrad #LiveOpperessedOrRiseAgainst

Opini

×
Berita Terbaru Update