Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Penyiar Diminta Sebarkan Paham Moderasi Beragama, Ada apa?

Minggu, 04 Agustus 2024 | 21:44 WIB Last Updated 2024-08-04T14:44:19Z

TintaSiyasi.id -- Moderasi agama yang digagas oleh Rund Corporation semakin masif disebarkan ke seluruh pelosok negeri. Belakangan, dilakukan pembinaan Penyiar Agama Islam melalui media televisi, radio, maupun penyuluh agama Islam, di Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Riau dan Kepulauan Riau, oleh Kementerian Agama RI, bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) RI terkait moderasi beragama (Harianhaluan.id, 18/7/2024). Sungguh aneh, mengapa ide Barat ini di lempar ke tengah kaum Muslim, bahkan penyiar agama Islam dan penyuluh agama dijadikan perpanjangan tangannya?

Beberapa media menuliskan bahwa kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi penyiar agama Islam dalam menyampaikan pesan moderasi, kedamaian, dan toleransi kepada masyarakat. Dengan demikian sangat tampak keseriusan untuk menggelembungkan opini tersebut. Bahkan dihimbau memberikan penyampaian dengan cara yang menyejukkan. Dalam hal ini, perasaan kaum Muslim akan digiring agar menerima moderasi.

Berbagai kalangan yang potensial terus direkrut dan dilibatkan sebagai perpanjangan tangan dan lidah dalam mengkampanyekan moderasi. Tidak cukup di sekolah-sekolah yang disampaikan para guru, di majelis yang disampaikan pemuka agama, bahkan berbagai media dapat jatah untuk ikut ambil peran di dalamnya. Jika hal ini terus terjadi, dikhawatirkan akan ada pergeseran pemahaman generasi Muslim yang tidak lagi memegang teguh ajaran Islam. Terlebih lagi program moderasi menjadi salah program prioritas Kemenag selain program-program lain yang tetap dijalankan, sebagaimana disampaikan Plh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Sumatera Barat (Kakanwil Kemenag Sumbar).

Masifnya ide moderasi melalui media sejalan dengan polemik revisi UU penyiaran yang berpotensi mengancam kebebasan pers. Jika diperhatikan, aturan penyiaran yang ada kian membatasi informasi publik. Tidak hanya itu, daya kritis masyarakat senantiasa diredupkan. Saat masyarakat bersuara dan memberikan kritik terhadap kebijakan menyuguhkan berbagai fakta terkait penerapan sistem kapitalisme, maka tak jarang suara itu tenggelam. Lebih sering yang muncul ke permukaan adalah suara dukungan yang sarat kepentingan.

Sebagaimana konsep awalnya, bahwa moderasi beragama berupaya membentuk muslim yang moderat yaitu Muslim yang mengamalkan agamanya dengan mengambil jalan tengah diantara kelompok radikal dengan liberal. Namun sejatinya Islam moderat adalah cara mengikuti Islam sesuai keinginan barat yang mengadopsi pluralisme, liberalisme, feminisme dan nilai-nilai barat lainnya. Padahal, sudah jelas bahwa ide-ide ini tidaklah berasal dari Islam.

Cap radikal yang disematkan kepada pengemban Islam Kaffah, menunjukkan bahwa moderasi beragama mengajak setiap Muslim untuk ramah kepada siapa saja, dan menerima ide -ide tertentu selagi mendatangkan manfaat. Akhirnya syariat dipaksa untuk ikut dan “manut”. Jika demikian, apakah masih bisa dikatakan bahwa moderasi beragama tidak menjauhkan umat dari agama. Sebagaimana disampaikan Edison bahwa Moderasi beragama hanya merubah pola pikir (Sumbar.kemenag, 19/07/2024). Justru hal inilah yang berbahaya. Seorang Muslim haruslah memiliki pola pikir dan perasaan Islam, serta menerapkan aturan Islam. Bukan mengambil jalan tengah antara kebaikan dan keburukan dengan alasan merawat kerukunan umat.

Dan bukankah Kami juga telah menunjukkan kepadanya dua jalan, yaitu kebaikan dan keburukan, kebenaran dan kebatilan, melalui fitrah, akal, dan petunjuk lain? Kami sudah memberinya petunjuk, lalu manusia itu sendiri yang akan memutuskan jalan hidupnya; apakah memilih jalan kesesatan atau kebenaran.” (TQS. Al-Balad: 10)

Untuk itu, telah nyata keberadaan moderasi beragama diaruskan untuk menghadang kebangkitan Islam.

Dalam Islam, media seluruhnya terikat dengan hukum syariat. Oleh karena itu, tidak akan kita temui materi atau konten yang bertentangan dengan syariat Islam. Media akan dijadikan sarana memegang teguh agamanya, meningkatkan ketakwaan dan meningkatkan kesadaran setiap muslim tentang identitas dirinya. Bukan sebaliknya menjadikan media sebagai alat mempromosikan pemikiran-pemikiran asing. Karena inilah bentuk liberalisasi agama yang berpotensi merusak akidah.

Peran penyiaran amat vital dalam kehidupan bernegara. Karena itu penyiaran harusnya tegak atas prinsip amar makruf nahi mungkar. Penyiaran dalam sistem Islam juga memungkinkan siapapun menyebarkan dakwah dan menyorot berbagai pelanggaran syariat yang terjadi di masyarakat. Ini dilakukan sebagai bentuk koreksi terhadap penguasa, dan penjagaan terhadap terlaksananya syariat Islam kaffah.

Wallahu a’lam bishshawab. []


Oleh: Qurotul Ain
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update