TintaSiyasi.id -- Viral video aksi influencer parenting sekaligus pemilik tempat penitipan anak atau daycare di Depok, Jawa Barat, menganiaya bayi dan batita.
Aksi keji wanita berinisial MI itu terekam CCTV dan kini beredar luas di media sosial. Dalam video yang beredar, tampak MI sempat menendang dan memukul paha balita berinisial MK (2). Tak hanya sekali, aksi kejam itu dilakukan MI hingga beberapa kali.
Selain menganiaya bocah dua tahun, MI diduga juga bertindak kasar terhadap bayi lain yang dititipkan di daycare miliknya. Dalam rekaman CCTV yang beredar, tampak MI menginjak tubuh bayi yang sedang tengkurap. Selain menginjak, MI juga sempat memukul bayi itu. (tribbunnews.com, 31/7/2024)
Kasus kekerasan terhadap anak diatas adalah salah satu dari banyaknya kasus kekerasan di negeri ini. Beberapa bulan yang lalu juga terjadi kasus serupa, yaitu penganiayaan anak selebgram asal Malang, Emy Aghnia yang anaknya menjadi korban dugaan kekerasan oleh pengasuhnya mengaku menganggap pelaku sudah seperti keluarga sendiri.
Dalam video itu terlihat terduga pelaku memukul dan menjambak anak Emy saat berada di kamar. Bocah berusia 4 tahun tersebut mengalami luka-luka dan lebam di bagian wajah, mata dan telinganya.(kompas.tv, 30/3/2024)
Semakin jauhnya anak dari kesejahteraan, keamanan dan pribadi bertakwa membuktikan bahwa negara gagal melindungi generasi. Harus diakui bahwa berbagai upaya pemerintah menyelesaikan persoalan anak, seperti peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan atau pengasuhan anak, menyediakan layanan bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, merintis desa ramah perempuan dan peduli anak (DRPPA) hingga negara ramah anak sama sekali tidak menyentuh akar persoalan.
Pasalnya, berbagai macam keburukan yang menimpa anak adalah akibat penerapan sistem sekulerisme yang mengabaikan peran agama dalam mengatur kehidupan. Sistem sekulerisme mengagungkan kebebasan yang membentuk tingkah laku masyarakat buruk, yaitu cenderung didorong oleh hawa nafsu dan jauh dari ketakwaan. Hal inilah yang memicu munculnya manusia-manusia bejat yang tega melakukan kekerasan terhadap anak baik fisik maupun seksual.
Ditambah lagi, sekularisme telah menjadi asas kurikulum pendidikan. Tak heran generasi terbentuk menjadi generasi yang liberal. Sekularisme liberalisme ini juga telah menjauhkan keluarga dari peran dan fungsi utamanya dalam membina anak dan menjalankan fungsinya sebagai tempat aman bagi anak. Sehingga, hari ini banyak ibu yang mengabaikan perannya sebagai pengasuh dan pendidik anak karena sibuk bekerja.
Tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan anak baik kebutuhan pokok, pendidikan maupun kesehatan adalah akibat abainya negara menjalankan perannya sebagai pengurus umat. Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini menjadikan negara gagal menyejahterakan rakyatnya termasuk menyediakan layanan kesehatan dan pendidikan gratis dan berkualitas.
Peran keluarga dalam mendidik anak semakin lemah. Sementara, sistem pendidikan hari ini justru membentuk generasi sekuler dan sistem ekonomi gagal membuat sejahtera. Inilah buah penerapan sistem kapitalisme sekularisme di negeri ini.
Cara Islam Menjamin Keamanan Anak
Berbeda dengan penerapan sistem Islam dalam kehidupan. Islam memandang penting keberadaan anak sebagai generasi penerus peradaban. Islam telah mewajibkan negara menjamin pemenuhan kebutuhan anak dalam berbagai aspek.
Negara adalah satu-satunya institusi yang mampu melindungi anak dan mengatasi persoalan kekerasan terhadap anak secara sempurna. Imam adalah junnah (perisai) ia bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya.
إِنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ
”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, dimana (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.”
(HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud)
Negara Islam atau khilafah akan mewujudkan fungsi dan peran keluarga yang optimal dalam mendidik anak. Orang tua wajib mendidik anak-anaknya dengan pendidikan agama Islam. Tujuannya adalah agar anak menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islam. Sehingga, segala lisan dan tingkah lakunya tidak didasari oleh pemikiran sekuler, tetapi oleh akidah Islam.
Adanya seorang imam atau kepala negara atau khalifah yang menjadi junnah bagi orang yang dipimpinnya yang ia melaksanakan penerapan hukum secara utuh ini, maka ia akan menyelesaikan masalah kekerasan terhadap anak secara tuntas. Anak-anak dapat tumbuh dengan aman, menjadi calon-calon pemimpin, pejuang, dan generasi terbaik.
Oleh karena itu, khilafah akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk generasi berkepribadian Islam. Pendidikan Islam akan menjauhkan peserta didik dari pemikiran rusak dan merusak, seperti sekularisme, liberalisme dan sebagainya. Selain itu, khilafah juga menciptakan masyarakat Islami, yaitu masyarakat yang memahami syariat dan menjalankan budaya amar makruf nahi mungkar sehingga tercipta lingkungan yang aman bagi anak.
Khilafah juga memastikan setiap anak tercukupi kebutuhan berupa sandang, pangan, papan melalui jaminan kerja bagi kepala keluarga melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Jaminan pendidikan, kesehatan dan keamanannya akan dipenuhi secara langsung oleh khilafah. Sehingga, setiap anak akan mendapatkannya secara gratis dengan kualitas terbaik.
Namun, semua itu hanya bisa terwujud dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara utuh, yaitu Khilafah Islamiah. Dalam khilafah, jangankan nyawa dan kehormatan manusia, nasib anak domba pun sangat diperhatikan oleh pemimpin. Sebagaimana perkataan Khalifah Umar bin Khaththab ra.
وَلَوْ هَلَكَ حَمَلٌ مِنْ وَلَدِ الضَّأْنِ عَلَى شَاطِئِ الْفُرَاتِ ، ضَائِعًا ؛ لَخَشِيتُ أَنْ يَسْأَلَنِي اللَّهُ عَنْهُ
“Jika ada anak domba mati sia-sia di tepi sungai Eufrat (di Irak), sungguh aku takut Allah akan menanyaiku tentang hal itu.”
(HR Adz-Dzahabi)
Jika nasib anak domba saja begitu dicemaskan oleh sang khalifah, apalagi nasib anak manusia?
Oleh: Nabila Zidane
Jurnalis