Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mewujudkan Ketahanan Pangan, Antara Harapan dan Kenyataan

Sabtu, 31 Agustus 2024 | 05:51 WIB Last Updated 2024-08-30T22:51:46Z
Tintasiyasi.id.com -- Ketahanan pangan merupakan persoalan penting bagi sebuah negara yang menandakan suatu negara dapat menjamin kebutuhan pangan rakyatnya terpenuhi baik secara fisik, sosial, maupun ekonomi. Setiap individu dalam negara memiliki akses yang memadai terhadap pangan yang mencukupi, aman, dan bergizi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.

Ketahanan pangan dapat memengaruhi kedaulatan negara, negara yang berdaulat tidak akan menggantungkan kebutuhan pangan bagi rakyatnya kepada negara lain, artinya negara mampu menjamin ketersediaan pangan bagi setiap warga negaranya.

Indonesia memasuki peingkat ke-77 Global Hunger Index (GHI) di dunia dan peringkat ke-2 di ASEAN (cnbc.com). Hal ini menunjukkan banyaknya masyarakat Indonesia yang belum bisa mengakses makanan dengan mudah dan cukup dengan tingkat kelaparan yang tinggi.

Permasalahan pada proses pengadaan pangan juga sering terjadi di hulu. Para petani seringkali mengalami kesulitan dalam memperoleh pupuk bersubsidi di tingkat pengecer (ombudsman.com). 

Belum lagi harga hasil panen anjlok ketika panen raya, tingginya biaya produksi, meningkatnya hama dan penyakit tanaman, serta ancaman perubahan iklim membuat para petani semakin putus asa. Banyak petani yang jauh dari kata sejahtera. 

Konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang terjadi secara masif mengakibatkan jutaan hektare lahan pertanian hilang. Tentu hal ini akan berdampak bagi penyediaan pangan di masa mendatang.

Minimnya peran negara dalam meningkatkan produktivitas pertanian dapat dikatakan kurang serius. Negara hanya menyediakan anggaran sebesar Rp124,4 triliun untuk ketahanan pangan di Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025 yang sama sekali tidak mencerminkan adanya perencanaan strategis untuk penguatan sektor pertanian nasional menurut pengamat Pertanian Syaiful Bahari (mediaindonesia.com). 

Angka tersebut tentu sangat jauh jika dibandingkan anggaran untuk pembangunan infrastruktur dan Ibu Kota Negara (IKN) yang dialokasikan sebesar Rp400,3 triliun berdasarkan RAPBN 2025 (setneg.go.id)

Indonesia masih menggantungkan ketersediaan beberapa komoditas pokok pada impor. Dalam 11 tahun terakhir, Indonesia telah menghabiskan US$84,8 miliar atau setara Rp1,272 triliun untuk hanya berbelanja enam dari sembilan barang kebutuhan pokok/sembako-beras, susu, bawang, garam, daging dan gula dari pasar internasional (cnbc.com).

Produksi produk pertanian dalam negeri tidak dapat mencukupi kebutuhan masyarakat akan sembako yang mengalami kenaikan pesat, sehingga mengharuskan dilakukannya impor terus menerus untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. 

Islam menjamin ketersediaan pangan yang cukup dan bergizi bagi seluruh penduduk Negara Islam. Negara berperan sebagai raa’in akan dengan serius membuat kebijakan dan memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana untuk meningkatkan produksi pangan, mempermudah praktek-praktek pertanian, serta menjamin kesejahteraan para petani.

Di antara kebijakan yang akan diterapkan adalah optimalisasi lahan pertanian dengan memaksa para pemilik lahan pertanian untuk menggarap tanahnya. Jika mereka menelantarkan selama tiga tahun berturut-turut, Negara berhak melakukan penyitaan. Nabi saw. bersabda:

مَنْ كَانَتْ لَه أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا أَوْ لِيَمْنَحْهَا فَإِنْ لَم يَفْعَلْ فَلْيُمْسِكْ أَرْضَه

“Siapa saja yang memiliki tanah, garaplah tanah itu, atau ia memberikan tanah tersebut kepada orang lain, dan jika ia tidak melakukan hal itu, sitalah tanahnya” (HR. Al-Bukhari).

Dalam Islam, ketahanan pangan harus diwujudkan. Negara tidak boleh bergantung dalam penyediaan pangan terhadap negara lain. Negara wajib memastikan terpenuhinya kebutuhan pangan setiap individu dalam negara.

Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negri, Negara Islam mampu membantu negara lain yang terkena bencana.

Sejarah mencatat bahwa saat terjadi kelaparan massal karena serangan penyakit yang menyebabkan gagal panen kentang yang merupakan pangan pokok dan menyebabkan tewasnya lebih dari 1 juta penduduk akibat kelaparan yang terjadi di Irlandia pada abad 19 (1847), Kekhalifahan Utsmani mengirim bantuan untuk membantu masyarakat Irlandia.

Khalifah Abdul Majid I di Konstatinopel mendengar kabar ini dan mengirim bantuan sebesar 10.000 poundsterling dan lima kapal besar berisi berbagai bahan pokok seperti, gandum, jagung, madu, pakaian, dll untuk warga Irlandia.

Hal ini karena ketahanan pangan akan mempengaruhi kedaulatan Negara Islam dalam menjadi negara yang adidaya dan disegani oleh negara lain. Wallahu 'alam bishshawwab.

Oleh: Rizka Fatimah
(Aktivis Muslimah)


Opini

×
Berita Terbaru Update