Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mendedah Makna Merdeka: Apa dan bagi Siapa?

Senin, 12 Agustus 2024 | 19:00 WIB Last Updated 2024-08-12T12:01:41Z
TintaSiyasi.id -- Merdeka! 79 tahun yang lalu, Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia membacakan teks proklamasi sebagai penanda kita merdeka dari segala penjajahan, baik Jepang dan sekutunya maupun Belanda dan sekutunya. Hari itu merupakan detik penjebolan segala sesuatu yang berbau kolonial menjadi nasional, meskipun pada kenyataannya belum bisa  seratus persen. Pasca proklamasi pun bangsa Indonesia mesti mempertahankan kemerdekaan dengan menumpahkan keringat dan darah, hingga peringatan Hari Pahlawan 10 November (1945).

Dengan usia kemerdekaan 79 tahun semestinya tujuan kemerdekaan bisa diwujudkan. Namun faktanya tidak demikian. Tujuan kemerdekaan masih jauh terwujud. Eksploitasi atas negeri ini dan penduduknya masih begitu terasa. Layaknya zaman penjajahan dulu atau bahkan lebih. Saat ini rakyat terbebani beragam pajak yang mungkin malah lebih banyak jumlahnya dari zaman penjajahan dulu.

Kekayaan alam negeri ini juga belum dirasakan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat. Sebagian besar masih dikuasai swasta asing atau dalam negeri. Berbagai kebijakan juga banyak dipengaruhi (atau didikte) oleh asing atau oligarki. Kekayaan negeri ini juga masih banyak mengalir kepada pihak asing, segelintir konglomerat (oligarki).

Penjajah memang tidak lagi hadir secara fisik. Namun, tangan-tangannya tetap mencengkeram dengan berbagai cara. Termasuk melalui proxy-proxy-nya (agen dan komprador). Akibatnya, penjajahan itu dioperasikan justru oleh bangsa sendiri. Mungkin benar peringatan orang-orang dulu, bahwa zaman dulu lebih mudah melawan penjajah yang jelas, yakni “londo putih”. Sebaliknya, sekarang lebih sulit karena harus melawan “operator penjajah” dari kalangan anak negeri ini sendiri, yakni “londo ireng”.

Makna Kemerdekaan bagi Sebuah Bangsa

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata merdeka berarti bebas (dari perhambaan, penjajahan, dan sebagainya); berdiri sendiri; tidak terikat; tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Merdeka juga berarti bisa berbuat sesuai kehendak sendiri.

Dulu zaman Belanda digunakan istilah Masdijker, kata dalam bahasa Belanda yang diturunkan secara tidak tepat dari versi bahasa Portugis; dari kata asli dalam bahasa Sanskerta maharddhika. Kata ini digunakan oleh penjajah Portugis dan Belanda untuk menunjuk mantan budak di Hindia Belanda yang dimerdekakan. Dari situ kata merdeka lantas dimaknai bebas dari perbudakan, lalu diperluas menjadi bebas dari penjajahan.

Penjajahan berarti eksploitasi, pengekangan dan perampasan kehendak. Pihak yang dijajah dieksploitasi semata demi kepentingan penjajah. Pihak yang dijajah dikekang dan dirampas kehendaknya. Mereka tidak berdaulat. Mereka tidak bisa bebas bertindak sesuai kehendaknya sendiri. 

Sebaliknya, kehendak mereka dibatasi dan diatur oleh pihak yang menjajah. Keputusan dan tindakan mereka ditentukan, bahasa halusnya diarahkan oleh pihak yang menjajah. Kekayaan dan potensi yang mereka miliki dieksploitasi lebih untuk kemakmuran pihak yang menjajah. Semua itu hakikatnya merupakan esensi dari perbudakan atau penghambaan.

Merdeka maknanya adalah ketika kehendak tidak dikekang oleh bangsa lain atau sesama manusia lainnya. Merdeka itu ketika keputusan dan tindakan tidak ditentukan dan dikendalikan oleh pihak lain baik bangsa, individu atau sekelompok individu. Merdeka itu ketika kekayaan dan potensi yang kita miliki sepenuhnya digunakan untuk kepentingan, kesejahteraan dan kemakmuran kita. 

Dengan demikian, bangsa yang merdeka adalah bangsa yang mampu bertindak dan membuat kebijakan secara mandiri, tidak dikendalikan oleh bangsa lainnya. Dan bila negeri Islam, merdeka hakiki itu saat terlepas dari penghambaan kepada sesama manusia (bangsa lain), beralih hanya menghamba pada Tuhannya manusia dan alam semesta yaitu Allah SWT. 

Dan bila mendasarkan pada makna tersebut, maka bangsa ini bisa disebut belum merdeka secara hakiki. Karena masih menggunakan aturan manusia bahkan peninggalan penjajah Belanda untuk diterapkan.

Kemerdekaan bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Bung Karno menyatakan, “Apakah kita hendak mendirikan Indonesia merdeka untuk sesuatu orang, untuk sesuatu golongan? Mendirikan negara Indonesia merdeka yang namanya saja Indonesia Merdeka, tetapi sebenarnya hanya untuk mengagungkan satu orang, untuk memberi kekuasaan kepada satu golongan yang kaya, untuk memberi kekuasaan pada satu golongan bangsawan? Apakah maksud kita begitu? Sudah tentu tidak! Baik saudara-saudara yang bernama kaum kebangsaan yang di sini, maupun saudara-saudara yang dinamakan kaum Islam, semuanya telah mufakat, bahwa bukan yang demikian itulah kita punya tujuan. Kita hendak mendirikan suatu negara ‘semua buat semua’. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan, maupun golongan yang kaya,  tetapi ‘semua buat semua’."

Jadi menurut pandangan ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral, ialah penghidupan bangsa seluruhnya.

Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamat-an hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.

Pandangan ini mengenai susunan masyarakat dan negara berdasar ide persatuan hidup dan pernah diajarkan oleh Spinoza, Adam Müler, Hegel dan lain-lain di dunia barat dalam abad 18 dan 19 yang dikenal sebagai teori integralistik.

Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan UUD 1945, di mana tertera lima azas Kehidupan bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila.

Pembukaan UUD 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enam belas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan, berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya.

Karena telah tercapai mufakat bahwa UUD 1945 didasarkan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu. Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi segala bangsa.

Secara konseptual negeri ini, kita mengenal bahwa tugas pemerintahan di dalam negeri itu didasarkan pada Pancasila yang dijadikan dasar negara. Kelima asasnya dijadikan dasar dan tujuan pembangunan negara dan manusia Indonesia. Telah diutarakan di atas bahwa pada umumnya manusia Indonesia telah memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya sebagai ciptaan kebudayaan dan peradaban Indonesia dalam perkembangannya sejak dahulu kala sampai sekarang.

Jika betul bangsa ini peduli dengan kemerdekaan yg telah dicapai, maka kita mesti berusaha untuk mengisi kemerdekaan itu dengan secara murni dan konsekuen menghayati dan mengamalkan Pancasila yang konon mengandung nilai-nilai luhur. Bukan hanya lamis, just a lips service. Pengamalan itu tentu dilakukan baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan internasional. 

Meski dalam kajian dari sisi hukum, adagium Salus populi suprema lex esto belum diterapkan secara baik di Indonesia yang genap usia 79 tahun. Bahkan kita bisa mempertanyakan, "Benarkah adagium itu telah dijalankan oleh Presiden Jokowi?" Terbukti, banyak kebijakan pemerintah yang bimbang antara penyelamatan kesehatan dan ekonomi. Bahkan terkesan penyelamatan status quo lebih diutamakan dari penyelamatan rakyat.  

Pada penegakan hukum terjadi praktik inequality before the law, diskresi APH yang diskriminatif dan SSK, ketidakpatuhan APH pada hukum, pembuatan UU kurang emansipasi rakyat dan penanganan kasus hukum yang brutal, sadis dan overacting. 

Dengan demikian, dari sisi praktik penegakan hukum dan pembuatan kebijakan, rasanya Pancasila not found dan jadilah hanya selarik kata di atas kertas. Masihkah Anda percaya pada praktik adagium itu?

Optimis Menghadirkan Kesejahteraan Rakyat Menuju Kemerdekaan Hakiki

Meski di tengah ketidakidealan kondisi bangsa saat ini, kita mesti optimis bahwa ke depan pasti ada perubahan. Bukankah semua terjadi juga atas izin Allah sebagai bentuk ujian untuk menentukan siapa di antara kita yang terbaik amalnya?

Islam mengajarkan kepada kita bahwa semua yang datang dari Allah pasti akan membawa kebaikan bukan hanya akhirat tetapi juga dunia. Menyejahterakan dan juga menentramkan. Mengapa? Karena ajaran Allah bukan kreasi manusia melainkan kreasi-Nya. Sebagai ajaran, Islam harus dipahami dengan benar dan diamalkan secara konsisten. Bila tidak dipahami sulit untuk memperoleh kebaikan atau khasanah dunia dan akhirat. 

Allah berfirman dalam Al-Qur'an Surat Ali Imran: 110,

 كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ ۚ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik."

Di antara tugas kita selaku hamba Allah (abdullah) dan pengelola alam (khalifatullah) di muka bumi yaitu mengingatkan orang lain agar berbuat baik dan mencegah pada perbuatan mungkar.

Benarkah kita ini sebagai umat terbaik? Tapi mengapa terpuruk umat Islam itu? Ekonomi terpuruk, politik tidak memimpin, ekonomi semua terjual, kemiskinan merajalela. Apanya yang salah? Bukan pemeluknya tetapi salah memahami dan salah menerapkan. Yang paling bahaya adalah salah memahami. Salah satu hal yang salah dipahami adalah syukur dan tawakal. Orang sering merasa puas dan putus asa yang seringkali membuat kita terbelakang.

Bila ditanya: apa yang selanjutnya akan saudara lakukan? Dijawab: saya sudah merasa cukup dan bersyukur serta menerima yang ada. Pernyataan itu bisa dinilai setengah salah dan setengah benar. Ia syukur itu benar, bersyukur atas apa yang sudah terjadi meski tidak sesuai dengan harapan kita. Terkait dengan yang belum terjadi ajaran Islam bukan syukur, bukan ikhlas tetapi tafaul yaitu memilki cita-cita yang tinggi.

Ada 4 tipe manusia:
1. Selalu bersyukur dan optimis.
2. Selalu bersyukur dan tidak optimis.
3. Tidak pernah bersyukur tapi selalu optimis.
4. Tidak pernah bersyukur tetapi juga tidak harapan

Bila sikap kita tidak mau bersyukur dan tidak optimis, maka tidak mungkin kita bahagia dan membangun peradaban.

Berikut ini ada kisah tentang optimisme yaitu 
kisah Suraqah (Waraqah) yang  semula musuh Nabi. Singkat cerita, sebelum pergi meninggalkan Suraqah, Rasulullah sempat mengatakan suatu hal kepadanya; "Bagimana kalau suatu saat nanti kamu memakai pakaian kebesaran Kisra wahai Suraqah?" Kisra raja Persi, penguasa dunia waktu itu.

Perkataan itu terus terngiang-ngiang di telinganya. Dia yakin bahwa Muhammad tidak pernah bohong. Apa yang dikatakannya pasti jadi kenyataan. Tapi kapan hal itu akan terjadi? Pada suatu kali, ketika Umar bin Khattab sudah menjadi Khalifah menggantikan Abu Bakar, dia duduk di mesjid Nabawy mendampingi Umar dengan beberapa orang shahabat yang lain. Tiba-tiba datang pembawa berita dari Persi bahwa pasukan yang dipimpin Sa'ad bin Abi Waqqash sudah berhasil menaklukkan kerajaan besar itu.

Sebagai bukti kemenangan tersebut, utusan yang dikirim oleh Sa'ad membawa bersamanya pakai kebesaran Kisra, yang terdiri dari baju, celana, jubah, perhiasan dan mahkota untuk diserahkan kepada Khalifah Umar bin Khattab. Melihat itu Umar bin Khattab langsung saja memerintahkan Suraqah yang duduk di sampingnya untuk berdiri dan memakaikan kepadanya pakaian raja itu. Suara takbir pun bergemuruh di dalam masjid; Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Sikap putus asa adalah sikap orang kafir. Dalam Al- Qur'an Surat Yusuf: 67 disebutkan, 

وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ ۖ وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ ۖ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

"Dan Ya'qub berkata: "Hai anak-anakku janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain; namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nya-lah aku bertawakkal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakkal berserah diri."

Islam mengajarkan agar kita selalu dalam hidup bertawakal kepada Allah. Yang akan tampak selalu adalah ridha terhadap keputusan Allah. Ia tahu apa yang harus dilakukan. 

Bersabar itu ada pada pukulan pertama. Pada saat ada masalah, orang seharusnya saling menasihati. Dalam Islam tidak ada superman. Memberi nasihat itu kewajiban semua orang. Yakinlah bahwa bila kita menolong agama Allah akan memperoleh pahala besar.

Dalam Al-Qur'an disebutkan :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

" Wahai orang-orang yang beriman! Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu." (QS. Muhammad: 7)

Bagaimana cara kita menolong agama Allah?
Setidaknya ada lima cara berikut;

Pertama, berdakwah wa tabligh. Mengajak kepada yang makruf, menyampaikan nilai-nilai ajaran agama Islam.

Kedua, jihad fii sabiilillah. Jihad karena Allah semata, jihad yang sebenar-benarnya, apabila ada rongrongan terhadap agama Allah, kemungkaran-kemungkaran terhadap nilai-nilai agama Islam.

Ketiga, menjadi Muslim yang baik. Yang dapat memberi bukti bahwa agama Islam adalah agama Allah yang haq, yang nilai-nilai ajarannya dapat membuat seorang Muslim berakhlak mulia.

Keempat, berniaga dan memperkuat ekonomi Islam. Agar tidak menjadi Muslim yang terjajah secara ekonomi. Ingat bilal bin Rabbah ketika menjadi budak, lalu menjadi manusia yang mulia setelah memeluk Islam dan merdeka.

Kelima, ta'lim wa ta'lum.
Belajar dan mengajarkan ilmu agama. Agar kita dapat memahami nilai-nilai ajaran agama Islam, untuk kemudian mengamalkannya. 

Intinya, menolong agama Allah itu dengan dua cara, yakni melaksanakan perintahnya dan meninggalkan larangan Allah dengan tetap bersyukur dan optimisme. Menolong agama Allah berarti kita harus bersiap diri untuk melakukan amar makruf nahi munkar. Sudah saatnya umat Muslim di negeri ini makin mengetahui, memahami hingga menyadari bahwa negeri ini akan sejahtera jika menerapkan perintah Allah sembari terus memurnikan ketauhidan kepada-Nya.  

Di usia 79 tahun, suatu negeri mesti sudah mampu mandiri sebagai bangsa yang telah merdeka, bukan menjadi negara pembebek yang terus terpasung karena ketergantungan mutlak dengan bangsa lain.

Merdeka, identik dengan keadaan tidak terbelenggu dan terkooptasi oleh kekuasaan lain di luar dirinya. Merdeka juga dimaknai perubahan dari keterbelengguan kepada kebebasan. Apakah semua orang ingin merdeka, sungguh-sungguh merdeka? Andalah yang bisa menjawab, asal jangan YNTKTS alias Ya Ndak Tahu Kok Tanya Saya.


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media 

Opini

×
Berita Terbaru Update