Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Memoles Citra Baik IKN Lewat Influencer

Rabu, 14 Agustus 2024 | 20:17 WIB Last Updated 2024-08-14T13:20:37Z
TintaSiyasi.id -- Presiden Jokowi mengajak para influencer untuk melakukan kunjungan ke Ibu Kota Nusantara (IKN). Kunjungan para influencer ini menuai banyak kritikan dan dinilai menambah beban anggaran negara. Kedatangan mereka bertujuan untuk turut meresmikan Jembatan Pulau Balang dan meninjau pembangunan jalan tol menuju IKN.

Setelah kunjungan ke IKN, tentu para influencer akan menyampaikan pujiannya terhadap proyek IKN. Pada akhirnya pujian mereka akan dilihat oleh jutaan pengikutnya dan membawa opini baru bagi publik. Langkah ini menguatkan pencitraan akan pembangunan IKN yang pada kenyataannya masih banyak persoalan dan terancam gagal. Hal ini menggambarkan kebijakan yang dilaksanakan tidak efektif dan efisien dan sarat akan kepentingan.

Opini semacam ini seolah membungkam berbagai carut marut pembangunan IKN, seperti mundurnya Ketua dan Wakil Ketua Otorita IKN, target pembangunan yang tidak tercapai, sulitnya air bersih, tidak adanya minat investor asing di IKN,  penyingkiran masyarakat adat, serta masalah lainnya. Pencitraan juga kian terlihat ketika kunjungan tidak disertai dengan mengunjungi masyarakat terdampak pembangunan IKN. Banyak masyarakat yang dirampas ruang hidupnya, ada yang tanahnya dibeli paksa, kuburan digusur, lorong rumah dipatok dan konflik agraria lainnya. Mirisnya kebanyakan masyarakat yang mendapat intimidasi berasal dari kelompok rentan seperti perempuan dan lansia.

Belum lagi adanya ancaman kerusakan lingkungan serius, yang timbul dari pembangunan ambisius ini. Seperti yang disebutkan dalam berbagai sumber bahwa Ibu Kota Nusantara (IKN) dibangun di atas lahan yang berstatus hutan. Meskipun pemerintah berdalih pembangunan tersebut justru membenahi hutan sejalan dengan visi 'forest city' (Kota Hutan), namun pembangunan ini sama saja dengan merusak kawasan hutan.

Pemerintah mengatakan IKN adalah kota masa depan yang maju dan hijau dan dari 256 ribu hektare lahan yang akan menjadi ibu kota, 70 persennya akan dijadikan sebagai kawasan hijau. (Berdasarkan dokumen Bappenas)

Menurut Dwiko Budi Permadi, Ph.D. Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada. "Jika status 256 ribu hektare merupakan lahan hutan, dan pemerintah berkomitmen menjadikan 70 persen lahannya sebagai kawasan hijau, artinya mereka tetap akan melakukan deforestasi sebesar 30 persen lahan untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya. Hal ini akan berdampak pada rusaknya paru-paru dunia, karena setiap perubahan landscape hutan secara kualitas maupun secara kuantitas, pasti akan mengubah kualitasnya, sehingga sangat memungkinkan akan merusak paru-paru dunia.”

Komitmen pemerintah menjadikan 70 persen lahannya sebagai kawasan hijau setelah IKN rampung, bukanlah tugas mudah. Apalagi pemerintah menyatakan bahwa dari 256 ribu hektare yang akan dijadikan lahan ibu kota, hanya 43 persen lahan yang masih layak disebut hutan. Karena itu, jika targetnya adalah 70 persen kawasan hutan, pemerintah memiliki beban lahan yang harus di hutankan kembali hampir 30 persen.

Mampukah pemerintah mentransformasi hutan produksi tanaman eukaliptus yang kualitasnya lebih rendah dari primer, menjadi hutan tropis yang mampu menyuplai oksigen, menyuplai biodiversitas, dan mempertahankan kelestarian hutan? Tentu semua ini akan menjadi harga yang harus dibayar dalam proses pindahnya ibu kota.

Sejauh ini KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) hanya mampu melakukan rehabilitasi dan reboisasi seluas 900 hektare lahan pertahun, itupun dengan tingkat keberhasilan yang rendah. Melihat kemampuan ini rasanya sangat tidak mungkin upaya penghijauan kembali dapat ditempuh dalam waktu yang singkat. Jika dihitung antara jumlah hutan yang harus diperbaiki dengan kemampuan rehabilitasi dan reboisasi KLHK, maka pemerintah membutuhkan waktu 88 tahun untuk bisa mentransformasi 30 persen kawasan IKN itu menjadi hutan kembali. 

Ditengah kondisi perekonomian rakyat yang makin sulit, pembangunan IKN sepatutnya tidak dijadikan sebagai proyek perioritas. Apalagi biaya yang dibutuhkan untuk pembangunan IKN mencapai Rp466 triliun. Tidak adanya investor asing yang masuk ke IKN kian menambah rentetan masalah dalam pembangunan IKN, padahal pembangunan IKN butuh biaya yang besar yakni Rp466 triliun. Jokowi sebelumnya pernah mengatakan akan ada ratusan investor asing yang masuk ke IKN, mulai yang dari Singapura, Malaysia, Jepang, Korea, dan Uni Emirat Arab. Namun, nyatanya Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengakui belum ada investor asing yang masuk ke IKN dan hanya ada investor lokal.

Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi OIKN Agung Wicaksono mengatakan, nilai investasi dan investor lokal hanya sebesar Rp41 triliun, angka ini sangat jauh dari total investasi yang ditargetkan. Sedangkan dana APBN juga sudah terkuras Rp72,5 triliun dalam rentang waktu 2022 sampai 2024. Alhasil pembangunan IKN hanya menambah beban masyarakat dan juga negeri. 

Untuk menarik perhatian investor asing pemerintah seolah berusaha menampakkan citra baik dari IKN, salah satunya dengan mendatangkan para influencer untuk memberikan testimoni terbaiknya tentang IKN dan melakukan rapat para menteri di IKN guna membagikan pengalaman terbaik mereka selama berada di IKN.

Upaya memoles citra baik IKN terus digenjot dengan melaksanakan peringatan HUT RI di sana. Namun, karena sarana transportasi belum tersedia, solusinya adalah menyewa mobil dan bus. Damun Kiswanto selaku Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Rental Mobil Daerah Indonesia (Asperda) Kalimantan Timur, menyatakan bahwa pihaknya telah menandatangani nota penyewaan 1.000 unit kendaraan mewah roda empat Toyota Alphard untuk tamu negara dan VVIP saat peringatan HUT RI bulan ini. Biaya sewa per unit adalah sebesar 25 juta rupiah, belum lagi ada yang harus didatangkan dari luar pulau dengan biaya akomodasi paling sedikit 13 juta Rupiah per unit, ini dikarenakan fasilitas transportasi di IKN masih belum memadai. Lagi-lagi dibutuhkan anggaran besar hanya untuk acara seremonial semata.

Pertanyaannya, mau sampai kapan strategi pencitraan ini digunakan dengan uang negara demi menutupi berbagai kebobrokan pembangunan IKN?

Demikianlah profil pembangunan di sistem kapitalisme sekuler. Tujuan pembangunan bukan untuk kemaslahatan rakyat, melainkan untuk keuntungan penguasa dan para kapitalis oligarki yang menjadi kroninya. Demi melancarkan aksinya, penguasa rela menggunakan segala cara, termasuk dengan intimidasi. Akibatnya, rakyat dirugikan dan hanya bisa gigit jari melihat tanah kelahirannya berganti kepemilikan, dan uang hasil pembayaran pajak rakyat melalui dana APBN juga turut di kuras dalam jumlah besar untuk pembangunan yang tak kunjung rampung.

Berbeda dengan pembangunan yang disandarkan pada sistem Islam dibawah institusi Khalifah, negara Islam menjalankan semua program pembangunan dan pengurusan rakyat dengan efektif dan efisien, termasuk dalam penggunaan anggaran negara. Dalam pemilihan pejabat yang berwenang juga sangat diperhatikan kapabilitas, kredibilitas serta keimanannya. 

Pembangunan apapun yang dilakukan Khalifah selalu dibangun oleh satu paradigma, bahwa pembangunan itu harus ditujukan untuk kemaslahatan seluruh rakyat bukan kepentingan segelintir pihak. Selain itu pembangunan wajib mempertimbangkan kemudharatan yang mungkin ditimbulkan dan berdampak pada kehidupan masyarakat sekitar.

Pembangunan juga dilakukan secara merata disetiap wilayah, sehingga semua wilayah daulah layak menjadi ibukota. Tidak ada ketimpangan pembangunan yang berujung pada urbanisasi hebat, pada akhirnya tidak akan ada upaya pemindahan ibukota akibat tidak kondusifnya ibukota sebelumnya. 

Pembangunan dalam Islam juga dilaksanakan oleh pejabat yang amanah, yang memahami bahwa tanggung jawab terhadap kepengurusan rakyat, bukan hanya kepada rakyat melainkan juga kepada Allah SWT. Sehingga setiap pemimpin akan menjauhi perbuatan dosa seperti menyalahgunakan anggaran negara atau menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi.

Salah satu contoh penggunaan anggaran yang efektif dan efisien tampak pada pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Beliau meminta laporan administrasi keuangan di tulis dengan sangat ringkas dan menggunakan pena yang sangat tajam, sehingga tidak memerlukan kertas yang dibeli dengan anggaran negara dalam jumlah banyak. Beliau juga pernah kedatangan tamu kerumahnya, dan menanyakan maksud kedatangan tamu tersebut untuk urusan pribadi atau urusan negara. Jika urusan pribadi, beliau akan mematikan lampu kerjanya (yang menggunakan anggaran negara) dengan lampu pribadi miliknya.

Demikianlah para pemimpin dalam daulah islamiyah sangat berhati-hati dalam menggunakan anggaran negara. Sehingga kebijakan-kebijakan yang ditetapkan selalu berpihak pada kepentingan rakyat, penguasa senantiasa menjalankan perannya sebagai pengurus dan pelindung rakyat, mencintai rakyatnya dan rakyat pun turut mencintai pemimpinnya.

Oleh: Marissa Oktavioni, S.Tr.Bns.
Aktivis Muslimah

Opini

×
Berita Terbaru Update