TintaSiyasi.id -- Satreskrim Polrestabes Medan meringkus empat perempuan yang terlibat jual dan beli bayi seharga Rp 20 juta di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Keempat pelaku tersebut adalah ibu kandung, penjual, pembeli dan perantara. Penyerahan uang disepakati dilakukan bertahap, pertama Rp 5 juta, kedua Rp 15 juta.
Menurut keterangan Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Medan Ajun Komisaris Madya Yustadi mengatakan bahwa sang ibu mengaku menjual bayinya karena ekonomi, sedangkan sang pembeli mengaku tidak punya anak dan dia akan membesarkan bayi yang dibelinya seperti anaknya sendiri.
Perbuatan tersebut dapat dikenakan Undang–Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.(tempo.co, 16/8/2024)
Selain lemahnya iman dalam menghadapi cobaan hidup. Fenomena ibu kandung tega menjual anaknya sendiri dengan harga Rp20 juta juga menunjukkan matinya naluri keibuan.
Memang benar, tidak bisa dipungkiri kehidupan bersistem kapitalisme sekuler membuat hidup rakyat semakin sempit, harga kebutuhan pokok membuat ibu menjerit, biaya pendidikan melejit, ekonomi terhimpit dan kehidupanpun terasa semakin pahit. Ditambah kelahiran seorang anak, tentu kebutuhan yang harus dipenuhi juga bertambah agar anak bisa tumbuh kembang dengan optimal.
Tanpa jaminan kesejahteraan oleh negara akan berimbas pada banyaknya biaya yang mesti ditanggung orang tua, maka mau tidak mau seringkali ibu juga harus ikut bersusah payah mencari nafkah, bahkan yang kurang beruntung (suami tidak bertanggung jawab) kadang harus berjuang sendirian untuk menyambung hidupnya dan anak-anaknya.
Dampaknya, keluarga yang kurang mampu akan terus hidup dalam kekurangan. Bahkan, bisa jadi tidak tersentuh bantuan sosial negara yang memang hanya untuk kalangan tertentu, itupun besarnya tak seberapa belum dipotong biaya administrasi dan sebagainya. Alhasil, kemiskinan terus mendera hidupnya. Ketika lelah dirasakannya, maka jalan pintas menjual anak pun dipilihnya tanpa memikirkan akibatnya. Di sisi lain, peristiwa ini menunjukkan abainya negara atas kemiskinan yang tak kunjung teratasi.
Demikianlah kenyataan pahit akibat diterapkannya kapitalisme sekularisme yang telah menjadikan materi sebagai tujuan dan mengabaikan aturan-aturan Allah Swt. Bahkan, aturan Allah Swt. hanya diberi ruang dalam kehidupan privat. Alhasil, matilah nurani seorang ibu hingga memilih sejumlah uang meski dengan menjual darah dagingnya sendiri.
Cara Sistem Ekonomi Islam Menjamin Kesejahteraan
Sistem ekonomi Islam akan menjamin kesejahteraan individu per individu rakyat, termasuk ibu dan anak-anaknya. Berbagai mekanisme akan dilakukan oleh negara demi memastikan setiap individu rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya, apakah itu pangan, sandang ataupun papan, termasuk juga kebutuhan atas layanan pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
Mekanisme tersebut dimulai dari ketersediaan lapangan pekerjaan bagi ayah dengan upah yang layak hingga berperannya kerabat dalam menyantuni keluarga yang berada dalam tanggung jawabnya.
Semua itu karena Islam telah menetapkan peran negara sebagai _raa'in atau pengurus rakyatnya. Rasulullah Saw bersabda,
"Imam (khalifah) adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. al-Bukhari)
Islam memiliki sistem ekonomi yang mampu menyediakan lapangan pekerjaan secara luas bagi rakyatnya dengan cara mengembangkan sektor riil baik di bidang pertanian dan kehutanan, kelautan, tambang, industri maupun meningkatkan volume perdagangan. Pengelolaan harta-harta kepemilikan umum, seperti hutan, laut dan tambang tidak dengan mekanisme kontrak karya dengan perusahaan Asing, namun dengan aturan syariat dimana negara berdaulat penuh atas pengelolaan sumber daya alam agar hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.
Dari mekanisme ini saja, penyerapan tenaga kerja bisa dipastikan akan sangat besar karena sumber daya manusia dalam negeri dapat bekerja di berbagai sektor. Dengan begitu, masalah ekonomi dalam keluarga bisa terselesaikan secara tuntas. Karena seorang suami dipastikan dapat memenuhi nafkah keluarga dengan makruf, sebab telah mendapatkan jaminan pekerjaan.
Selain itu, negara juga bertanggung jawab memberikan santunan bagi keluarga yang tidak mampu atau keluarga yang memiliki keterbatasan tertentu, seperti sakit atau cacat agar dapat hidup sejahtera. Salah satu contoh nyata adalah tanggung jawab negara dalam Islam adalah santunan yang diberikan oleh Umar bin Khathab kepada setiap bayi yang baru dilahirkan.
Di sisi lain, Islam juga memiliki sistem pendidikan yang akan membentuk kepribadian Islam. Sistem pendidikan dalam Islam diberikan secara gratis untuk semua masyarakat.Sementara negara menetapkan kurikulum pendidikan wajib berlandaskan akidah Islam hingga terbentuk kepribadian Islam dan kemampuan menjalani kehidupan dalam diri generasi. Dengan kebijakan seperti ini, dapat dipastikan insan-insan yang ada di masyarakat menjadi insan bertakwa yang senantiasa mengaitkan perbuatan mereka dengan syariat. Mereka tumbuh menjadi orang-orang yang kuat dalam mengarungi kehidupan.
Negara juga berperan aktif mengontrol tayangan media untuk diarahkan hanya dalam rangka mendukung keimanan rakyatnya dan mencerdaskan umat. Konten-konten yang tidak sesuai akidah Islam, seperti konten mengumbar aurat, penyebaran ideologi kapitalisme, paham liberalisme dan sejenisnya akan dilarang tayang dan hanya konten edukatif yang mencerdaskan umat.
Dan yang tidak boleh dilupakan adalah adanya penerapan sistem sanksi Islam yang tegas dan menjerakan bagi mereka yang dengan segaja melanggar aturan Islam. Sehingga pengerusakan pemikiran masyarakat dapat dicegah dan tindak kejahatan, termasuk perdagangan orang akan mampu diberantas dengan tuntas.
Oleh: Nabila Zidane
Junalis