Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Mahasuci Allah, Raja Diraja, Pemilik Segala Urusan

Selasa, 27 Agustus 2024 | 05:03 WIB Last Updated 2024-08-27T02:07:08Z

TintaSiyasi.id -- Sobat, ungkapan ini mengandung pujian kepada Allah SWT yang menegaskan keagungan dan kekuasaan-Nya. Beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah:

1. Maha Suci Allah: Menyatakan bahwa Allah SWT bebas dari segala kekurangan, kesalahan atau sifat-sifat yang tidak pantas bagi-Nya. Allah adalah Zat yang sempurna dalam segala aspek.

2. Raja Diraja (Al-Malik): Allah adalah Raja dari segala raja, penguasa tertinggi atas seluruh alam semesta. Semua kerajaan, kekuasaan, dan otoritas di dunia ini berada di bawah kendali-Nya. Dia yang mengatur segala sesuatu dengan kebijaksanaan-Nya.

3. Pemilik Segala Urusan (Malikul Mulki): Semua urusan, baik di langit maupun di bumi, berada di tangan Allah. Dia yang menetapkan takdir, mengatur rezeki, memberi kehidupan, dan menentukan kematian. Tidak ada satu pun urusan yang lepas dari kuasa dan kehendak-Nya.

Ungkapan ini mengajak kita untuk selalu mengingat keagungan Allah dan tunduk kepada-Nya dengan penuh ketawadhuan, menyadari bahwa segala sesuatu di alam semesta ini ada dalam kekuasaan dan pengaturan-Nya.

Maka, juhilah keterikatan dengan hal-hal duniawi dan bertawakallah kepada Allah Raja Diraja tanpa bergantung pada makhluk. Sobat, ungkapan ini mengandung pesan spiritual yang dalam, yang mengajak kita untuk melepaskan keterikatan terhadap hal-hal duniawi dan sepenuhnya bertawakal (berserah diri) kepada Allah SWT, Raja Diraja, tanpa bergantung pada makhluk lain. Beberapa poin yang terkandung dalam pesan ini:

1. Menjauhi Keterikatan Duniawi: Dunia dan isinya hanyalah sementara, sedangkan kehidupan akhirat adalah abadi. Terlalu terikat pada hal-hal duniawi seperti harta, kedudukan, atau popularitas bisa membuat hati menjadi lalai dari mengingat Allah dan mengejar rida-Nya. Islam mengajarkan bahwa dunia sebaiknya dilihat sebagai sarana, bukan tujuan. Kita menggunakan dunia untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk membiarkan diri kita diperbudak olehnya.

2. Bertawakal kepada Allah SWT: Tawakal berarti bersandar penuh kepada Allah SWT setelah melakukan usaha yang maksimal. Keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang dapat menentukan hasil dari segala urusan harus menjadi landasan dalam hati. Orang yang bertawakal tidak akan mudah putus asa atau bergantung kepada makhluk lain, karena ia menyadari bahwa hanya Allah SWT yang memiliki kekuatan dan kuasa mutlak atas segala sesuatu.

3. Tidak Bergantung pada Makhluk: Bergantung pada makhluk, baik itu manusia, harta atau lainnya, seringkali membawa kekecewaan karena makhluk bersifat lemah dan terbatas. Sebaliknya, bergantung kepada Allah SWT yang Mahakuasa akan membawa ketenangan hati karena Allah tidak pernah mengecewakan hamba-Nya yang tulus berserah diri.

Ungkapan ini mengajarkan sikap zuhud (menjauhi keterikatan pada dunia) dan ikhlas dalam menghadapi setiap urusan hidup. Dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung, kita akan merasakan ketenangan yang hakiki dan hidup dengan penuh rasa syukur serta kesadaran akan tujuan hidup yang sebenarnya.

Dialah Allah Pemilik yang Mengarahkan Segala Sesuatu Sesuai dengan Kehendak-Nya.

Sobat, ungkapan ini menegaskan bahwa Allah SWT adalah zat yang Mahauasa dan Maha Mengatur segala sesuatu di alam semesta. Beberapa makna yang terkandung di dalamnya adalah:

1. Allah sebagai Pemilik Segala Sesuatu: Allah adalah Al-Malik, Pemilik mutlak dari segala sesuatu di langit dan di bumi. Segala yang ada di alam semesta ini adalah ciptaan dan milik-Nya. Tidak ada satu pun yang terjadi tanpa izin dan kehendak-Nya. Sebagai pemilik, Allah berhak untuk menentukan dan mengarahkan segala sesuatu sesuai dengan kebijaksanaan dan kehendak-Nya.

2. Pengaturan Sesuai Kehendak-Nya: Allah adalah Al-Mudabbir, Pengatur yang menetapkan segala sesuatu dengan kebijaksanaan yang sempurna. Segala peristiwa, baik kecil maupun besar, terjadi sesuai dengan rencana dan ketentuan Allah. Tidak ada yang dapat keluar dari kekuasaan dan pengaturan-Nya. Segala takdir dan kejadian diatur dengan sebaik-baiknya oleh Allah, meskipun sering kali tidak sepenuhnya dipahami oleh manusia.

3. Ketundukan pada Kehendak Allah: Menyadari bahwa Allah yang mengarahkan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya, manusia diajak untuk tunduk, berserah diri, dan bertawakal kepada-Nya. Dalam menghadapi segala situasi hidup, baik yang menyenangkan maupun yang sulit, kita diajarkan untuk selalu yakin bahwa ada hikmah di balik setiap ketentuan Allah. Tidak ada yang sia-sia atau terjadi tanpa makna dalam rencana-Nya.

Ungkapan ini mengingatkan kita untuk senantiasa percaya dan bersandar pada kekuasaan Allah SWT dalam setiap urusan hidup. Dengan keyakinan bahwa segala sesuatu diatur oleh Allah SWT sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya yang sempurna, hati kita akan menjadi lebih tenang, rida, dan tidak mudah terombang-ambing oleh ketidakpastian dunia.

Tanpa Allah, kita adalah orang yang lemah. Siapa yang menjauh dari Allah, hidupnya akan penuh dengan kesusahan dan penderitaan.

Sobat, ungkapan ini menekankan pentingnya hubungan yang kuat dengan Allah SWT dan dampak negatif dari menjauh dari-Nya. Beberapa poin penting dari pesan ini adalah:

1. Kelemahan Tanpa Allah SWT: Tanpa bimbingan, perlindungan, dan pertolongan Allah SWT, manusia sangat rentan dan lemah. Allah adalah sumber kekuatan, petunjuk, dan keberkahan dalam kehidupan. Mengandalkan diri sendiri tanpa Allah sering kali membuat seseorang merasa kosong dan tidak memiliki arah yang jelas.

2. Kesusahan dan Penderitaan bagi yang Menjauh: Ketika seseorang menjauh dari Allah dan tidak mengikuti petunjuk-Nya, ia mungkin akan menghadapi berbagai kesulitan, penderitaan, dan kekacauan dalam hidupnya. Ini karena hidup tanpa keberkahan dan bimbingan Allah cenderung tidak akan mencapai kebahagiaan sejati. Tanpa keimanan dan ketergantungan kepada Allah, berbagai masalah hidup bisa menjadi lebih berat dan sulit dihadapi.

3. Kehidupan yang Penuh Berkah melalui Kedekatan dengan Allah SWT: Sebaliknya, dengan dekat kepada Allah SWT, seseorang mendapatkan ketenangan hati, bimbingan dalam menghadapi tantangan, serta perlindungan dari berbagai kesulitan. Kedekatan dengan Allah memberikan kebahagiaan dan kedamaian yang tidak bisa dicapai hanya dengan usaha duniawi semata.

Ungkapan ini mengingatkan kita untuk selalu menjaga hubungan yang erat dengan Allah SWT melalui ibadah, doa, dan ketaatan. Dengan begitu, kita akan merasakan dukungan dan bimbingan-Nya dalam setiap aspek kehidupan, dan menghadapi kesulitan dengan lebih mudah dan penuh rasa syukur.

Tidak ada Nabi yang ditimpa kesusahan kecuali dia memohon pertolongan dengan bertasbih.

Sobat, ungkapan ini menyoroti bagaimana para nabi, meskipun mereka adalah manusia pilihan dan mendapatkan wahyu langsung dari Allah SWT, tetap mengalami kesusahan dan cobaan dalam hidup mereka. Namun, mereka menunjukkan teladan bagaimana menghadapi kesulitan dengan cara yang penuh pengabdian dan keimanan. Salah satu cara mereka mengatasi kesulitan adalah dengan bertasbih, yaitu mengagungkan dan memuji Allah.

Beberapa poin penting dari ungkapan ini adalah:

1. Kesusahan dalam Kehidupan Para Nabi: Meskipun para nabi adalah hamba pilihan dan diberikan misi besar untuk menyebarkan wahyu dan petunjuk Allah SWT, mereka tidak terhindar dari berbagai ujian dan kesulitan. Kesusahan ini merupakan bagian dari kehidupan mereka sebagai bagian dari ujian dan sebagai cara untuk menguatkan keimanan mereka serta memberikan teladan bagi umat.

2. Bertasbih sebagai Cara Memohon Pertolongan: Dalam menghadapi kesusahan, para nabi memohon pertolongan Allah SWT dengan bertasbih, yaitu mengagungkan, memuji, dan menyucikan nama Allah SWT. Ini menunjukkan sikap tawakal (berserah diri) dan keimanan yang mendalam. Bertasbih membantu mereka tetap fokus pada Allah dan mendapatkan ketenangan serta dukungan dalam menghadapi ujian.

3. Teladan untuk Umat: Para Nabi memberikan contoh bagi umat dalam menghadapi kesulitan hidup. Meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan, mereka selalu kembali kepada Allah SWT dengan penuh keikhlasan dan pengabdian. Ini mengajarkan umat bagaimana seharusnya mereka bersikap ketika menghadapi masala dengan mengingat Allah, berdoa dan terus bertasbih.

Contoh yang baik dari ini bisa dilihat dalam kehidupan Nabi Yunus AS yang ketika berada dalam perut ikan paus, ia berdoa dan bertasbih, mengakui kebesaran Allah SWT dan mengharapkan pertolongan-Nya:
"Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau. Sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim." (QS. Al-Saffat: 143-144).

Dengan mengikuti teladan ini, kita diajarkan untuk selalu mengingat Allah SWT dan memohon pertolongan-Nya dalam setiap kesulitan yang kita hadapi, serta mengagungkan nama-Nya sebagai bentuk pengabdian dan keimanan.

Dr. Nasrul Syarif M.Si,   
Penulis  Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Pendidikan Pascasarjana  UIT  Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update