TintaSiyasi.id -- Dilansir dari Tirto.id (30-7-2024), Pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Dikutip dari Pasal 116, setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.
Dikutip dari Pasal 118 huruf b, aborsi juga dapat dilakukan dengan keterangan penyidik mengenai dugaan perkosaan atau kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan.
Dikutip dari Pasal 119, pelaksanaan aborsi hanya dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut yang sumber daya kesehatannya sesuai dengan ketetapan Menteri Kesehatan.
Dikutip dari Pasal 121 ayat 3, tim pertimbangan ini harus diketuai oleh komite medik rumah sakit dengan anggota tenaga medis yang memiliki kompetensi dan kewenangan.
Kebolehan aborsi untuk korban pemerkosaan yang hamil dalam PP 28/2024 dianggap sebagai salah satu solusi untuk korban pemerkosaan. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) 2023, Komnas Perempuan mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada tahun 2023 sebanyak 289.111 kasus. Padahal kasus kekerasan terhadap perempuan ini seperti fenomena gunung es, jumlah kasus yang tak nampak dipermukaan bisa dipastikan lebih besar lagi.
Mengapa marak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan?
Apakah aborsi dapat menjadi solusi bagi korban kekerasan seksual?
Bagaimana strategi Islam memberikan penjagaan terhadap perempuan?
Maraknya Kasus Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Akibat Sistem Sosial Sekuler Liberal
Munculnya PP yang mengatur legalisasi aborsi terhadap kehamilan perempuan korban kekerasan seksual tidak lepas dari maraknya kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan di negeri ini.
Beberapa faktor yang menyebabkan maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan di antaranya:
Pertama, pengaruh tontonan pornografi. Di bawah sistem sekuler kapitalistik, berbagai tontonan pornografi pornoaksi mudah diakses melalui platform digital. Berbagai layanan game online, drama streaming, platform digital lain menyajikan tontonan-tontonan berbau pornografi tanpa filter bagi semua kalangan, bahkan anak-anak sekalipun.
Kedua, pengaruh lingkungan. Tidak sedikit berbagai kejahatan dilakukan akibat salah berteman atau masuk dalam lingkungan pergaulan yang salah.
Ketiga, narkoba dan minuman keras. Perbuatan maksiat akan mengikuti perbuatan maksiat lainnya. Seseorang di bawah pengaruh narkoba ataupun minuman keras lebih sering berani melakukan kejahatan seperti kekerasan terhadap perempuan atau bahkan pembunuhan.
Keempat, trauma seksual atau pola asuh keluarga. Ini karena karakter seseorang tidak lepas dari bagaimana pola asuh dalam sebuah keluarga.
Kelima, sistem pendidikan. Buruknya sistem pendidikan akan menghasilkan generasi yang rusak. Apalagi di bawah sistem pendidikan sekuler hari ini, dekadensi moral generasi makin nampak mengerikan.
Keenam, sistem sosial sekuler liberal. Dari semua penyebab di atas, faktor utama yang menjadi akar masalahnya adalah penerapan sistem sosial sekuler liberal. Dalam sistem ini, perilaku manusia dibiarkan bebas, nilai-nilai tidak dijadikan aturan, boleh berperilaku apa pun sesuai kehendaknya.
Legalisasi Aborsi Korban Kekerasan Seksual: Solusi Praktis atas Ketidakmampuan Negara Menjamin Keamanan Perempuan
Maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan seharusnya diselesaikan dengan tuntas hingga akarnya. Karena nyatanya, keberadaan UU TPKS pun tidak menjadikan perempuan terlindungi. Legalisasi aborsi pada akhirnya hanya menjadi solusi praktis atas maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.
Tindak aborsi meskipun legal, tetapi tetep akan beresiko bagi perempuan. Dalam pelaksanaannya pun harus memperhatikan hukum Islam yang membolehkan aborsi dalam kondisi-kondisi tertentu.
Perempuan dalam sistem hari ini lebih membutuhkan jaminan keamanan. Kerusakan tata sosial hari ini, bahkan menjadikan perempuan tidak juga memperoleh rasa aman dari keluarga terdekat sekalipun. Belum lagi ancaman kejahatan dari luar lingkungan, menjadikan hidup perempuan dalam bayang was-was dan kekhawatiran.
Pemerintah seharusnya memberikan upaya pencegahan dan jaminan keamanan yang kuat bagi perempuan, sehingga kasus kekerasan seksual benar-benar dapat diminimalkan atau bahkan dihapuskan. Karena ini yang dibutuhkan oleh seluruh perempuan, bukan sekadar legalisasi aborsi.
Sayangnya, penerapan sistem sekuler kapitalisme liberal hari ini menjadikan pemerintah tak mampu menutup semua celah yang menjadi penyebab maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Alhasil, legalisasi aborsi korban kekerasan seksual menjadi solusi praktis atas ketidakmampuan negara menjamin keamanan perempuan.
Strategi Islam Memberikan Penjagaan terhadap Perempuan
Islam tidak membenarkan kekerasan dalam bentuk apapun terhadap perempuan. Islam memberikan tempat yang mulia dan istimewa bagi perempuan. Islam melarang segala pelanggaran kehormatan perempuan dalam bentuk apapun.
Baik pada masa Rasulullah maupun masa kekhilafahan setelahnya tidak terdengar serangan terhadap perempuan. Setiap orang pada masa itu, orang baik dan orang jahatnya mengetahui kedudukan perempuan dan haram hukumnya melanggar kehormatannya.
Bahkan negara khilafah memelihara dan menjaga mereka, hingga ada pepatah "kehormatan perempuan adalah kehormatan sultan", karena sultan merupakan pelindung kehormatan kaum Muslim dan ahlu dzimmah secara keseluruhan.
Islam mempromosikan ketakwaan di dalam setiap individu yang memelihara mentalitas akan akuntabilitas dan tanggung jawab. Islam menolak kebebasan liberal atau konsep berbahaya lainnya yang mendorong individu untuk bertindak berdasarkan hasrat dan hawa nafsu mereka, yang merupakan salah satu faktor penyebab utama kekerasan terhadap perempuan.
Syariah melarang tindakan apa saja yang merendahkan status perempuan yang juga merupakan faktor penyebab kekerasan. Jadi, Islam melarang seksualisasi dan objektifikasi atau keterlibatannya dalam pekerjaan apapun yang mengeksploitasi kecantikan dan tubuhnya.
Islam dengan tegas melarang segala bentuk serangan atau kekerasan terhadap perempuan, baik di dalam rumah maupun di jalanan. Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah kalian pukul hamba-hamba Allah yang perempuan." (HR. Ibnu Majah).
Sistem sosial Islam menempatkan perlindungan terhadap martabat perempuan pada inti hukum-hukumnya, sekaligus memainkan peran sentral dalam membangun penghormatan terhadap perempuan sebagai prinsip utama masyarakat. Hukum-hukum sosial Islam ini, seperti pemisahan laki-laki dan perempuan (infishal) kecuali kebutuhan yang ditentukan oleh syariah, ketentuan dalam pakaian khusus untuk perempuan yang menyembunyikan kecantikannya, larangan seorang laki-laki dan perempuan non-Mahram untuk berduaan (khalwat), dan kewajiban untuk menjaga kesucian, semuanya membantu mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan, mengarahkan hubungan seksual hanya pada pernikahan.
Kondisi ini membangun hubungan yang murni antara laki-laki dan perempuan, serta memelihara suasana yang penuh penghormatan sangat besar terhadap perempuan yang menjamin kerjasama yang sehat antara laki-laki dan perempuan di dalam seluruh aspek kehidupan, sehingga perempuan mampu untuk belajar, bekerja, bepergian, dan terlibat di dalam aktivitas sosial lainnya di bawah lingkungan yang aman. Ini juga meminimalisasi hubungan-hubungan di luar pernikahan yang dapat mengantarkan pada kekerasan.
Khilafah akan menempatkan perlindungan atas martabat dan keamanan perempuan sebagai pilar utama kebijakan negara. Perempuan merupakan kehormatan yang wajib dijaga.
Khilafah akan memupuk ketakwaaan serta status tinggi yang layak diterima perempuan di tengah masyarakat melalui sistem pendidikan dan kebijakan medianya. Khilafah akan menerapkan hukum-hukum sistem sosial Islam secara komprehensif di dalam negara, yang akan memberikan kerangka kerja praktis untuk melindungi martabat perempuan.
Khilafah akan melarang segala bentuk seksualisasi atau eksploitasi perempuan. Khilafah juga akan menggunakan sistem pendidikan dan sistem peradilannya untuk memberantas praktik-praktik tradisional yang menindas. Khilafah akan menerapkan hukuman keras Islam untuk segala bentuk serangan terhadap anak dan perempuan, termasuk kekerasan dan kejahatan seksual. Hukum-hukum pidana ini termasuk hukuman mati untuk pembunuhan atau pemerkosaan.
Penutup
Munculnya PP legalisasi aborsi bagi korban kekerasan seksual tidak lepas dari maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Maraknya kasus ini dipicu antara lain pengaruh tontonan pornografi, pengaruh lingkungan, dibawah pengaruh narkoba dan minuman keras, adanya trauma seksual atau pola asuh keluarga, sistem pendidikan sekuler, dan yang paling utama adalah akibat penerapan sistem sosial sekuler liberal.
Penerapan sistem sekuler kapitalisme liberal hari ini menjadikan pemerintah tak mampu menutup semua celah yang menjadi penyebab maraknya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Alhasil, legalisasi aborsi korban kekerasan seksual menjadi solusi praktis atas ketidakmampuan negara menjamin keamanan perempuan.
Syariat Islam memuliakan perempuan. Penjagaan dalam hal berpakaian, penerapan sistem sosial Islam, pendidikan, hingga ketegasan peradilan Islam mampu memberikan jaminan keamanan bagi perempuan. []
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst
Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo