Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kerusuhan di Bangladesh, Bertambahnya Bukti Kegagalan Kapitalisme

Selasa, 06 Agustus 2024 | 21:34 WIB Last Updated 2024-08-06T14:35:15Z

TintaSiyasi.id -- Kerusuhan berdarah yang terjadi di Bangladesh masih terus berlanjut hingga kini. Dan korban terus bertambah. Warga Banglades mengaku tidak menyangka akan mengalami kondisi yang sangat buruk dan dihinggapi ketakutan yang mendalam. Wajar saja, karena kerusuhan memakan korban jiwa dan luka-luka serius.

Ironisnya, para korban mayoritas berasal dari kalangan pelajar/mahasiswa. Sehingga suasan Dhaka, ibukota Banglades terlihat begitu mengerikan ditambah pecah teriakan dan pecah tangis para wanita, anak-anak, dan orang tua. Baik di rumah sakit, maupun di jalanan.

Bahkan kian mencekam ketika banyak korban tergeletak di tanah dengan belumuran darah. Serta para pembawa senjata tajam terus mengejar target untuk diserang. Serta kolaborasi penindasan dari aparat keamanan yang menembakkan gas air mata, peluru, dan serangan pukulan yang tidak ada ampun seperti yang terlihat di berbagai rekaman video-video yang sempat diliput dan disebarkan di berbagai sosial media.

Pertanggan 27 Juli 2024, korban nyawa terhitung sebanyak 197 jiwa, ratusan ditangkap oleh aparat kepolisian setempat, dan korban luka-luka serius mencapai 5000 orang. Data tersebut disampaikan oleh redaksi utama 5pillars.com, Dilly Hussain, pada Sabtu (27/07/2024), dalam sebuah wawancara live di akun YouTube milik Paul Wiliiams, Blogging Theology.

Namun menurut Dilly Hussain, data tersebut masih yang terhitung belum yang hilang dan yang tidak diketahui. Senada dengan pernyataannya, laporan DOAM (Docomenting Oppresion Against Muslims), pada Ahad (28/07/2024) melaporkan, telah ditemukan makam tak bernama sebanyak 200 makam. Jenazah dikabarkan dikirim dari kampus Shaheed Suhrawardy Medical Collage And Hospital, Dhaka Medical Collage And Hospital, serta Mitford Hospital.

Menurut pemberitaan, 200 nyawa pelajar/mahasiswa dari ketiga kampus kedokteran tersebut dibunuh oleh aparat keamanan Banglades dan pasukan bersenjata Liga Chhatra. Dan bisa jadi menurut DOAM, korban yang tidak diketahui dan telah dikuburkan oleh mereka lebih dari 200 nyawa.

Kerusuhan Banglades sedang mendapatkan perhatian dunia. Terkhusus di negara sekitar juga di UK. Mengingat jumlah imigran di negara Ratu Elisabeth itu sangatlah banyak berasal dari Bangladesh. Adapun alasan yang utama membuat warga Banglades memilih hidup di UK, adalah peluang pekerjaan yang layak hanya didapatkan jika keluar dari Bangladesh bagi kelompok yang tidak memiliki afiliasi dengan penguasa atau rezim yang sedang berkuasa. Dan kenyataan pahit demikian sudah berlanjut sejak Banglades memproklamirkan diri sebagai negara yang Merdeka tahun 1971.

Lalu pertanyaan selanjutnya adalah, apa yang melatarbelakagi kerusuhan beradarah di Banglades? Bagaimana sikap kaum Muslim yang ada di sana juga di luar Banglades merespon peristiwa ini?


Sekilas Tentang Banglades dan Akar Persoalan Kerusuhan

Sebelum menyinggung persoalan kerusuhan yang terjadi Banglades, maka sebaiknya harus diketahui terlebih dahulu fakta atau realitas negara ini yang bisa saja mayoritas umat Islam masih belum mengenal dekat tanah kaum Muslim.

Bicara tentang Bangladesh dalam sejarahnya merupakan negara yang memerdekakan diri dari Pakistan. Atau sebelumnya, Bangladesh disebut sebagai Pakistan Timur. Wilayah yang secara kulutur sosial dan batas-batas tanah sangat akrab dengan negara India.

Bangladesh menyatakan kemerdekaannya sebagai negara sekuler dengan presiden pertamanya yang terkenal bernama Mujibur Rahman. Tidak lain adalah ayah dari Perdana Menteri Banglades yang sekarang menjabat, Sheik Hasina Wazed. Banglades dinyatakan menjadi negara Merdeka dari Pakistan pada tahun 1971.

Namun kemerdekaan yang diraih tidaklah sesuai ekspektasi. Pasca kemerdekaan, konflik internal terus muncul dan bahkan terjadi tragedi pembantaian terhadap keluarga Presiden Mujibur Rahman dan keluarganya oleh sekelompok militer. Menurut berbagai informasi yang telah dirangkum oleh laman Wikipedia, Hasina dan adiknya selamat karena sedang berada di Jerman menempuh pendidikan. Kejadian tepat pada tahun 1975, Mujibur Rahman dan keluarganya terbunuh.

Konflik internal di tubuh kekuasaan negara yang baru berusia 50- an tahuh ini tidak pernah berujung damai. Sebenarnya tidak perlu heran. Sebab itulah tabiat demokrasi sekuler yang menjadi landasan negara parlementer atau republik ciptaan Barat. Ditambah dengan mengusung kapitalisme sebagai asas mengatur hajat rakyat yang hanya terpusat pada keuntungan materialistic belaka. Walhasil, segala cara akan dihalalkan walaupun dengan penghianatan dan pertumpahan darah.

Di sisi lain, negara Banglades juga dikenal sebagai negara terpadat penduduknya di ibukota negara, Dhaka. Belum lagi tatanan ibukota negara Banglades, Dhaka, terekspos masih semrawut dan jauh dari model tata kota yang rapi, bersih, dan nyaman. Sebaliknya, terlihat sembarangan, berantarakan, dan bahkan banyak perumahana kumuh. Inikah Gambaran kemerdekaan yang diharapkan? Tentu tidak. Tetapi faktanya, secara fisik, Dhaka mayoritas masih demikian. Walaupun di Kota Chittagong, yang dijuluki sebagai kota modern di Banglades, hanyalah dinikmati oleh para elit politik dan pengusaha – pengusaha besar saja.

Kehidupan masyarakat juga terlihat jelas kesenjangan sosial. Itulah yang membuat masyarakat Banglades sulit maju. Karena di negara ini, berlaku Sistem Kuota yang menjadi persoalan dasar kisruh yang sedang terjadi.

Kebijakan sistem kuota memang sangat unik atau lebih tepatnya aneh. Mereka yang dianggap berkontribusi dalam kemerdekaan Banglades tahun 1971 hingga keluarganya turun-temurun mendapatkan kuota 30% dalam pelayanan kemudahan oleh negara. Seperti pendidikan, dan lapangan kerja. Dan irrasionalnya, yang dianggap veteran 1971 adalah barisan pendukung rezim yang berkuasa saat ini dari Liga Awami, yang dipimpin oleh Sheik Hasina.

Pembelakuan Sistem Kuota ini pernah dihentikan pada tahun 2018 lalu oleh Hasina. Tetapi bulan lalu, kebijakan tersebut kembali diaktifkan. Akhirnya, memicu kekecewaan kalangan pelajar/mahasiswa juga masyarakat sipil. Bahkan terhitung hamper 50 kampus di berbagai wilayah Banglades, melakukan aksi protes terhadap pemberlakukan kembali sistem Kuota yang telah dicabut sebelumnya. Pasalnya, kebijakan tersebut selama ini hanyalah menguntungkan barisan Liga Awami, baik keluarga, pendukung, serta koalisinya. Semua bagian afiliasi rezim Hasina.

Berdasarkan statistik resmi (modusaceh.co) hampir satu dari lima warga Bangladesh berusia antara 15 dan 24 tahun tak punya pekerjaan dan tak bersekolah. Lulusan universitas bahkan menghadapi tingkat pengangguran yang lebih tinggi dibandingkan lulusan sekolah menengah atau sederajat. Setiap tahun, sekitar 650.000 lulusan perguruan tinggi bersaing memasuki lapangan kerja. Banyak di antara mereka mengikuti ujian masuk pegawai negeri.

Pada 2023, sebanyak 346.000 kandidat mengikuti ujian masuk pegawai negeri sipil untuk 3.300 posisi. Bagi sejumlah pihak, menjadi pegawai negeri adalah pekerjaan yang menjanjikan dari segi pendapatan serta keamanan dan dinilai prestise. Sayangnya, pekerjaan kerah biru kian sulit didapat bahkan di sektor tekstil dan garmen. Padahal ekspor di bidang ini melonjak empat kali lipat sejak 2008, tetapi tidak berbanding lurus dengan pengurangan angka penganguran.

Awalnya, aksi demo berjalan damai dan tidak rusuh. Tetapi semakin ke belakang, demontrasi tidak terkendalikan karena adanya kelompok penyusup menyerang dengan senjata. Para pembawa senjata awalnya berasal dari kelompok pelajar/mahasiswa juga yang memasuki kampus-kampus dan mengejar para demonstran. Walhasil, terjadi baku hantam secara fisik dan pembelaan kian meluas.

Akibat situasi yang tidak dapat dikendalikan, akhirnya pemerintah menurunkan aparat keamanan. Tetapi alilh-alih mengamankan, malah memperkeruh suasana dengan menemnbakkan gas air mata, menggunakan pentungan untuk memukul warga bahkan para Wanita, hingga menggunakan kemderaan untuk menabrak para demosntran speerti yang disebarkan oleh beberapa video yang meliput kejadian.

Aksi kian memanas ketika Hasina merespon para demontran dengan menunjukkan sikap arogansi dan mengucapkan kata , “razakars”, sebuah istilah yang memojokkan golongan bukan pejuang kemerdekaan 1971. Tidak terima istilah tersebut dikeluarkan oleh Hasina, demo berbuntut tuntutan agar Hasina mundur dari posisinya sebagai perdana Menteri terlama di Banglades.

Sejak tanggal 1 Juli 2024 hingga hari ini, demo masih terus berlanjut. Ketakutan rezim penguasa semakin terlihat dengan mendiamkan tindakan repersif aparat dan kelompok bersenjata yang tidak kunjung diamankan. Bahkan banyak tuduhan yang dilayangkan kepada rezim Banglades, adalah dalang dibalik kerusuhan yang terjadi hingga menewaskan ratusan korban jiwa.

Diamnya Hasina seolah-olah menunjukkan dukungan terhadap aksi sadis dan tragis yang menimpa korban. Gambar-gambar dan video yang disebarkan di sosial media menunjukkan, mencekamnya situasi Banglades saat ini tidak jauh berbeda dari kondisi pembaintaian zionis terhadap warga Palestina. Bahkan lebih kejam lagi karena Banglades dizalimi dan ditindas oleh para penguasa Muslim sendiri. Sementara Palestina dijajah oleh kafir Zionis.

Kedekatan Hasina dengan India secara politik, seolah-olah menyamai respon peralwanan Muslim di Kashmir. Rezim Hasina mengadopsi cara India membungkam Kashmir yang melawan penguasa India.Protes atau aksi melawan pemerintah dianggap sebagai kejahatan besar dan harus ditangkap atau diseret ke penjara. Atau berujung pada kematian.


Banglades Adalah Negeri Muslim

Sama halnya dengan Palestina, atau negeri-negerin lainnya yang ditaklukkan dengan jihad atau futuhat oleh kaum Muslim (tanah kharaj), maka Banglades juga demikian. Sehingga kondisi dan situasi apapun yang menimpa Banglades harus menjadi perhatian kaum Muslim dunia.

Benar, saat ini umat tengah fokus memantau Palestina-Israel. Hanya saja, peristiwa di Banglades juga tidak boleh diabaikan. Karena jiwa kaum Muslim di sana sedang bertarung dengan penguasa dan kebijakan zalim, bengis, dan jauh dari ajaran Islam sekalipun penguasanya adalah seorang Muslimah.

Banglades adalah negeri yang penduduknya mayoritas Muslim (Sunni). Wilayah ini juga dijuluki negara seribu masjid. Bahkan sangat subur karena memiliki Sungai yang sangat besar dan terkenal, Sungai Yamuna.

Negara ini meruupakan bekas Kesultanan Banggala yang menjadi pusat peradaban Islam yang meliputi bagian Pakistan, India, hingga Myanmar.

Pendapatan tersohor dari Banglades sangat terkenal di dunia, yaitu industri garmen. Konon, pakain-pakain brand ada yang diproduksi di Banglades kemduain dikirim kembali ke Prancis, atau negaraEropa lainnya. Karena pengusaha fashion Eropa mengakui, jika biaya industri pakaian di Banglades snagat murah dan bisa mendapatkan untung berkali lipat jika diproduksi di negara Banglades.

Atau dengan kata lain, Banglades punya potensi kualitas garmen kelas dunia. Tetapi sayangnya, potensi itu tidak mampu menopang perekonomian negara tersebut dan menjadikan masyarakatnya sejahter secara materi. Malah sebaliknya, rezim korup, penganguran tinggi, biaya hidup mahal, dan belum mengalami kemajuan secara meyoritas. Sehingga kesrusuhan di Banglades menambah deretan bukti gagalnya kapitalisme mensejahterakan masyarakat. Hanya menguntungkan golongan elit parpol, penguasa, dan para pendukungnya.

Persoalan mendasar yang dialami oleh negara Banglades tidaklah berbeda dengan negeri Muslim lainnya, yaitu mencampakkan syariat Islam. Justru penguasanya lebih cenderung dekat dengan penguasa Hindu (India). Banglades tidak lagi menunjukkan wajah Islam yang agung seperti di masa lalu. Justru kemunduran yang sangat terlihat hasil pengadopsian sekuler kapitalis yang melahirkan penguasa korup, tidak adil, dan zalim. []


Oleh: Nahdoh Fikriyyah Islam
Analis Mutiara Umat Institute

Opini

×
Berita Terbaru Update