Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Kegagalan Negara dalam Menjamin Pangan Halal dan Tayib

Jumat, 09 Agustus 2024 | 10:22 WIB Last Updated 2024-08-09T03:22:40Z
TintaSiyasi.id -- Dalam beberapa waktu terakhir, masyarakat Indonesia digemparkan oleh laporan peningkatan jumlah anak yang harus menjalani dialisis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Saat ini disebutkan ada sekitar 60 anak yang menjalani terapi pengganti ginjal di RSCM.

Sebanyak 30 di antaranya menjalani hemodialisis rutin, sementara lainnya datang sebulan sekali. Jumlah tersebut cukup banyak bagi sebuah rumah sakit dan kondisi ini juga tidak dijumpai di tempat lain sehingga tampak jumlahnya cukup banyak. Terkait pemicu anak-anak sampai cuci darah atau hemodialisis, ternyata banyak yang dipicu kelainan bawaan. Terbanyak kasus penyakit ginjal pada anak dipicu sindrom nefrotik. Selain itu, kelainan bawaan berupa bentuk ginjal yang tak normal juga menjadi pemicu adanya kasus cuci darah pada anak. Ada juga anak yang mengalami kista ginjal sehingga harus cuci darah. (health.detik.com, 27/07/24)

Meski Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) memastikan tidak ada lonjakan signifikan dalam kasus gagal ginjal pada anak, fenomena ini tetap memicu kekhawatiran. Sebagian besar kasus gagal ginjal pada anak-anak terkait erat dengan gaya hidup yang tidak sehat sehingga memicu obesitas. Pola konsumsi makanan dan minuman yang tidak sehat seperti produk berpemanis serta kurangnya aktivitas fisik sangat mempengaruhi terjadinya obesitas. 

Tidak bisa dipungkiri bahwa pasar Indonesia hari ini dibanjiri oleh produk makanan dan minuman berpemanis yang mengandung gula dalam jumlah yang tidak sesuai dengan rekomendasi angka kecukupan gizi. Produk-produk ini sering kali mengandung gula berlebihan, yang dapat berdampak negatif pada kesehatan anak-anak.

Kebebasan dalam regulasi produksi makanan dan minuman tanpa memperhatikan faktor kesehatan merupakan dampak dari ekonomi kapitalis. Sebab di dalam ekonomi kapitalis, keuntungan menjadi target utama, sehingga aspek kesehatan dan keamanan pangan sering diabaikan. Fenomena ini sangat memprihatinkan bagi kaum Muslimin karena banyak produk yang tidak memenuhi halal dan thayyib, sehingga bertentangan dengan syariat Islam.

Realitas hari ini menunjukkan bahwa banyak produk berpemanis yang merupakan produk industri makanan dan minuman di Indonesia. Sayangnya, produk tersebut mengandung gula yang tidak sesuai dengan ukuran yang ditetapkan dalam angka kecukupan gizi. Hal ini wajar dalam kehidupan yang diatur oleh sistem kapitalisme, di mana uang menjadi tujuan utama dari proses produksi. Akibatnya, aspek kesehatan dan keamanan pangan untuk anak sering diabaikan, sehingga tidak sesuai dengan konsep makanan halal dan thayyib. 

Negara telah abai dalam menentukan standar keamanan pangan dan abai dalam memberikan jaminan keberadaan makanan yang halal dan thayyib. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali neraka lebih utama untuknya” (HR Tirmidzi). Hadits tersebut menunjukkan bahwa halal atau tidaknya makanan yang dikonsumsi sangat memengaruhi seorang Muslim.

Islam memiliki sejumlah mekanisme untuk melindungi umat dari makanan haram. Pertama, membangun kesadaran umat Islam akan pentingnya memproduksi dan mengonsumsi produk halal. Negara akan menanamkan pemahaman pada kaum Muslim bahwa tabiat dan karakter kaum Muslim adalah hanya mengonsumsi barang atau makanan halal dan thayyib sebagai tanda keimanan kepada Allah Ta'ala. 

Allah SWT berfirman, “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. Dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (QS Al-Baqarah: 168). Ayat ini menegaskan pentingnya mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib sebagai bagian dari ketaatan kepada Allah dan menjaga kesehatan.

Negara juga akan melakukan edukasi atas makanan halal dan thayyib ini untuk mewujudkan kesadaran pangan yang halal dan thayyib. Edukasi ini bisa dilakukan melalui berbagai mekanisme dan sarana, baik konvensional maupun digital, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konsumsi pangan yang sesuai dengan ajaran Islam. Kampanye dan sosialisasi yang masif dapat membantu masyarakat lebih selektif dalam memilih produk pangan, sehingga terhindar dari risiko kesehatan akibat pola konsumsi yang tidak sehat.

Tatkala umat Islam memahami pentingnya mengonsumsi makanan halal, tentu produsen, penguasa, maupun pemilik rumah makan akan "dipaksa" secara hukum pasar untuk memproduksi makanan yang halal pula. Kedua, mengadakan regulasi serta melakukan pengawasan dan penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku usaha yang melanggar ketentuan. Partisipasi masyarakat juga sangat dibutuhkan dalam membantu mengontrol kehalalan berbagai produk yang beredar. Ketiga, negara wajib mengambil peran sentral dalam pengawasan mutu dan kehalalan makanan.

Negara harus memberikan sanksi kepada kalangan industri yang menggunakan cara dan zat haram, apalagi sampai memproduksi makanan haram lalu memperjualbelikannya kepada umat Muslim. Seorang Muslim yang sengaja mengonsumsi makanan haram pun akan dikenai sanksi sesuai syariat yang berlaku.

Hanya dengan penerapan Islam kaffah, negara dapat menjalankan perannya secara optimal dalam memastikan setiap rakyat mendapatkan pangan yang halal dan thayyib. Hal ini tidak hanya akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, tetapi juga mendukung terciptanya generasi yang sehat, beriman, dan produktif sehingga mampu berkontribusi positif bagi kemajuan bangsa.

Oleh : Rifda Qurrotul 'Ain
Aktivis Mahasiswa

Opini

×
Berita Terbaru Update