“Minggu lalu, kita telah menyaksikan sebuah kejutan besar,
adanya kekerasan menyerang kaum Muslim di Britania Raya. Ini adalah fakta sejarah bahwa di mana-mana
terdapat peningkatan nasionalisme atau kebencian terhadap kalangan imigran atau
pendatang (orang asing). Ini menunjukkan adanya relasi dan korelasi menuju kegagalan sistem
politik di negara itu,” ujarnya dalam video berjudul Crusades on The Streets
of Britain di kanal YouTube Let’s Take a Look, Ahad
(04/08/2024).
Namun katanya, kegagalan akibat kesenjangan politik yang
terjadi, justru diuntungkan dengan kasus kerusuhan yang terjadi. Karena mengalihkan
perhatian publik dari kegagalan-kegagalan para politisi dan sistem yang dijalankan. Akhirnya malah menyalahkan para
imigran (warga pendatang).
“Dan kita menyaksikan ketika fasis nasionalisme muncul di
Italia setelah Perang Dunia I (PD I). Ketika kegagalan di bidang ekonomi dan para elite politiknya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, justru mereka melancarkan kebencian
terhadap warga asing (imigran),” imbuhnya.
Begitu juga di Jerman, lanjut Mazhar, pada saat Jerman mengalami kegagalan
ekonomi setelah PD I, terjadi hiperinflasi dan para elite politik mereka tidak mampu
memecahkan persoalan tersebut, Jerman langsung menyerang pendatang asing.
“Para politisi di Barat sejak masa
lalu telah memanfaatkan kaum pendatang untuk menciptakan kebencian agar mengalihkan perhatian
masyarakat dari kegagalan sistem.
Margaret Thatcher, misalnya, melakukan hal yang sama persis
seperti Italia dan Jerman pada tahun 80-an,” ujarnya.
Margaret Thatcher berangkat ke Flakland untuk bertemu dengan
Argentina. Meskipun secara diplomatik, persoalan dengan Argentina dapat diselesaikan, akan tetapi
Margaret bersikeras untuk terus melakukan perlawanan terhadap Argentina.
“Ia (Margaret Thatcher) bersikeras untuk terlibat dalam
perang dan melibatkan Britain dalam peperangan melawan Argentina,
karena dalam negerinya sedang
menunjukkan banyak permasalahan, baik di bidang ekonomi, masifnya angka pengangguran, dan
ketidakpuasan dengan pemerintahannya. Jadi ia memutuskan untuk mengalihkan
kegagalannya dan menyalahkan pendatang asing,” lanjut Mazhar.
Bahkan William Shakespeare juga menggunakan teknik permainan yang sama di masa Henry IV (periode satu). “Aksi pertama yang
dilakukan oleh William adalah
mengalihkan perhatian rakyat atas kegagalan pemerintahannya di dalam
negeri, lalu mencari-cari kesalahan sampai mencetuskan Perang Salib melawan
kaum Muslim,” jelasnya lebih lanjut.
Jadi musuh sesungguhnya kaum Muslim, terang Mazhar, bukanlah para
perampok. “Karena mereka hanya dimanfaatkan oleh sistem untuk mengalihkan perhatian
dari kegagalan-kegagalan yang terjadi akibat penerapan sistem politik yang
hanya melayani kaum tirani minoritas dan tidak melayani kaum Muslim,”
tegasnya.
“Bahkan tidak juga melayani kesenjangan lapangan kerja atau
sebagian besar jutaan masyarakat sipil, hanya melayani keuntungan dan
melindungi segelintir kaum elite,” bebernya.
“Perang yang terjadi di Gaza sebagai contoh bahwa Barat
memberikan dukungan pendanaan dan militer.
Sementara Zionis hanya dimanfaatkan agar bertarung dalam peperangan ini. Jadi,
persoalan yang terjadi di UK diciptakan oleh para politisi. Menciptakan demonstrasi kepada umat Islam agar
mengalihkan dari kegagalan sistem. Dan para preman-preman rasis memenuhi tujuan
itu untuk mereka,” tegasnya.
Terkait dengan Islam, kata Mazhar, sesungguhnya Allah Swt.
mengirimkan utusan-Nya dengan pesan untuk menciptakan kedamaian dan keamanan di
muka bumi, tetapi manuai kegagalan dalam melakukannya.
“Inilah yang dimaksud oleh Allah Swt. dalam Al-Qur’an ketika para malaikat
menolak tentang ini dan berfirman, ‘Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.’ Artinya bahwa Nabi Adam as. dan keturunannya diciptakan untuk
membawa damai karena memang akan terjadi ketidakharmonisan, muncul banyak
masalah hidup, dan banyak isu,” jelas Mazhar lanjut.
Allah Swt. menciptakan umat Islam untuk membawa kedamaian. “Kemudian Rasulullah saw. menegakkan politik di Madinah untuk
membebaskan atau memerdekakan manusia dari sistem tirani dan penjajahan yang dilakukan oleh sistem buatan
manusia,” tuturnya.
Lanjut dikatakan, sehingga terwujudlah kemerdekaan hakiki
bagi manusia dan membebaskan wilayah
bukan hanya sekitar jazirah Arab, melainkan hingga ke Mesir, Suriah, Yaman, dan
negara-negara lainnya.
“Bagi wilayah-wilayah yang penduduknya mayoritas non-Muslim dibebaskan dari sistem tirai
politik dan penguasa serta ketidakadilan dari sistem politik buatan manusia,”
pungkasnya.[] M. Siregar