TintaSiyasi.id -- Menyoroti kebijakan pemerintah yang telah memberi izin kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, seperti NU dan Muhamadiyah untuk mengelola tambang, Direktur Pamong Institute Wahyudi al-Maroky mengatakan itu merupakan kebijakan populis tetapi beracun yang meruntuhkan daya imun ormas.
"Ini menurut saya kebijakan populis tapi beracun yang meruntuhkan daya imun ormas," ungkapnya dalam, ILF Edisi 66: Taktik Rezim Kooptasi Ormas Keagamaan? di YouTube LBH Pelita Umat, Selasa (1/8/2024).
Maksud dari kebijakan populis ini menurutnya adalah populer bagi rakyat, artinya ada pihak yang dibuat senang dari kebijakan ini. Namun, hal itu ternyata juga beracun seba pihak yang senang di sini adalah ormas yang notabene berfungsi mendidik masyarakat dan mengkritisi rezim, kemudian dibuat lemah dan tidak mampu lagi bersuara.
Terlebih lagi kalau dalam pengelolaan tambang itu kata Wahyudi banyak terjadi kesalahan, misalnya merusak lingkungan atau tidak sesuai dengan izin tertentu atau ada masalah tertentu. Maka bisa dipastikan ormas tidak akan mungkin bisa mengkritisi lagi karena sudah menjadi bagian dari masalah yang sebelumnya patut untuk dikritisi.
"Dan ini yang dirugikan bukan hanya anggota ormas atau pengurusnya, tetapi justru yang jauh dirugikan adalah masyarakat secara umum dan juga negeri ini," imbuhnya.
Karena, jika ormas sudah disibukkan dengan mengelola tambang, kata Wahyudi secara tidak langsung sudah terjerat dan tersandera. Maka tidak ada lagi yang mengoreksi penguasa, sehingga membuat penguasa makin leluasa membuat kebijakan sesukanya.
"Jadi menurut saya, kebijakan populis digunakan dengan tepat untuk kepentingan kekuasaan atau kepentingan rezim," cetusnya.
Ia juga membeberkan alasan ormas keagamaan yang disasar pemerintah. Menurutnya, karena ternyata sejak zaman penjajah dahulu memang orang-orang yang kritis dan berani melawan kezaliman kebanyakan berasal dari ormas keagaamaan.
"Dan ormas-ormas keagamaan ini dilemahkan daya imunnya, diruntuhkan daya imunnya supaya tidak berfungsi untuk melakukan pembinaan kepada masyarakat, pembinaan dan mencerdaskan anggotanya, dan juga tidak melakukan kritik terhadap rezim," bebernya.
Adu Domba
Selain kebijakan beracun, ia juga mengungkap bahwa ada politik adu domba yang berpotensi memecah-belah tubuh ormas maupun antar ormas, serta adanya gesekan ormas dengan masyarakat. Hal itu menurutnya akan membuat masalah makin meruncing dan membesar.
"Mungkin hari ini belum kelihatan, tetapi nanti ada ormas yang mendapatkan lahan tambang yang begitu menggiurkan, ada pula ormas yang mendapatkan lahan parkirnya, kan repot itu, seperti langit dan bumi. Itu akan memicu potensi ormas berhadap-hadapan sesama ormas," jelasnya.
Ia khawatir, jika hari ini sesama ormas rebutan lahan parkir, bisa jadi ke depannya rebutan lahan tambang ini bisa sampai merenggut korban jiwa karena begitu besar yang harus dikorbankan demi mendapatkan yang diinginkan.
"Ini saya pikir racun yang merusak kehidupan bangsa dan negara termasuk sendi-sendi kehidupan maupun moral. Ini kebijakan yang populis, tetapi beracun. Perlu kita waspadai, politik ini termasuk juga politik adu domba atau bukan sekadar kooptasi terhadap ormas, tetapi sudah meracuni. Jadi, kalau sudah diracuni, enggak perlu dikendalikan lagi," pungkasnya.[]Tenira