“Saat
ini orang-orang Inggris sedang menulis
protes kemarahan mereka. Karena mereka katanya ingin negara mereka kembali.
Apakah yang diambil dari mereka? Siapa yang mengambilnya? Mengapa beberapa kaum Muslim harus
merasa bertanggung jawab akan hal ini?” ujarnya dalam video yang berjudul We
Want Our Country Back di kanal YouTube Let’s Take a Look, Ahad
(18/08/ 2024).
Mazhar juga
menjelaskan dalam video tersebut, setidaknya ada lima poin komplain pelaku
kerusuhan di Inggris yang mengarah tuduhan agar umat Islam bertanggung jawab.
Pertama, warga Inggris pelaku kerusuhan
membuat slogan Bring Back Our Country. “Slogan itu dibuat demikian karena
sejauh ini mereka menilai terlalu banyak warga -bukan kulit putih- tinggal di Inggris,”
ungkapnya.
Ia
menyatakan, kenyataan hadirnya warga yang bukan berkulit putih di Inggris yang
begitu banyak seperti sekarang, tidak pernah terjadi sebelumnya, hingga
meletusnya Perang Dunia II (PD II).
“Kenapa?
Karena pada Perang Dunia I terjadi semacam sesuatu, di mana lebih dari 800 anak-anak muda dibunuh. Pada Perang Dunia II, sekitar 650.000 anak-anak muda juga
dibunuh demi keuntungan komersial kalangan korporat,” ungkapnya.
Lalu
sekarang efeknya, lanjutnya, ada pada populasi pekerja yang dibutuhkan. Para elite Inggris mengundang orang-orang dari
beberapa tempat tertentu, seperti dari tanah jajahan di wilayah subkontinen Afrika,
juga Pulau Karibia.
“Mereka didatangkan untuk bekerja di pabrik-pabrik, mengemudi bus, dan
menjadi masinis kereta api. Para elite Inggris menginginkan para pekerja tersebut untuk
membawa perubahan ekonomi. Karena negara Inggris saat itu tidak memiliki sumber
daya manusia yang cukup memadai di lapangan pekerjaan untuk melakukan semuanya,”
bebernya.
“Jadi, siapa yang harus disalahkan dalam
perubahan demografi ini, umat Islam? Tentu tidak! Tetapi mereka
para elite Inggrislah yang patut disalahkan,” jelasnya lanjut.
Kedua, dari orang-orang Inggris adalah para imigran yang datang diklaim
telah merampas lapangan kerja dan menyebabkan banyak pengangguran bagi warga
asli kulit putih Inggris.
“Padahal, alasan pertama para imigran mengambil pekerjaan itu adalah
karena tidak ada satu pun orang Inggris yang mampu melakukannya. Oleh karenanya, setelah Perang Dunia II, terjadi imigrasi dan semua sektor
publik mayoritas kekurangan tenaga kerja. Ini terjadi di Inggris setelah tahun
1979,” ungkapnya.
Kekurangan
tenaga kerja di Inggris, kata Mazhar, juga disebabkan adanya ketaatan pada dogma ideal kapitalis oleh
partai yang baru berdiri, yaitu partai konservatif. “Maka terjadilah penutupan
pabrik-pabrik, pertambangan, yang menyebabkan jutaan orang menjadi pengangguran,”
ujarnya.
“Bagi negara Inggris, keuntungan lebih utama daripada kepentingan publik sejak tahun 1979.
Dan kebijakan demikian terus-meenrus dilanjutkan oleh setiap pemerintahan yang
berkuasa,” jelasnya.
Mazhar
mengungkapkan bahwa sekarang tidak ada lagi pabrik pembuatan mobil di Inggris,
seperti merek-merek ternama yaitu Morris, Autin, Rover, British Layland, Triumph,
Jaguard, maupun Land
Rover.
“Tidak ada satu pun dari semua brand mobil dibuat oleh pabrik milik Inggris.
Tetapi dimiliki oleh negara lain seperti perusahaan China dan India,”
katanya.
Begitu pun pabrik tekstil tidak ada
lagi yang membentang luas hingga jutaan
mil dari Lanchasire dan Yokshire.
“Pabrik-pabrik
itu kini telah tutup dan disulap menjadi bangunan flat, retail-retail,
perkantoran, dan apalah namanya. Pastinya tidak ada lagi pabrik tekstil yang
bisa Anda temukan di Inggris,” imbuh Mazhar.
Selanjutnya, jelas Mazhar, pengangguran massal di
Inggris terjadi sejak tahun 80-an. “Tetapi kondisi riil saat ini yang menimpa warga di
Inggris adalah ketimpangan sosial dan lapangan kerja. Sebagian orang memiliki
dua pekerjaan sekaligus demi memenuhi tingginya biaya hidup. Di sisi lain, ada
yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan,” ucapnya.
“Dengan kata lain, warga Inggris sedang dilanda krisis kehidupan akibat
dogma pendekatan kaum kapitalis dan nilai-nilainya. Meskipun ada yang memiliki
dua pekerjaan sekaligus, tetapi kondisi kehidupan malah semakin memburuk,
karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup seperti dahulu.
Kemudian,
sama seperti yang dialami oleh negara
lain, mata uang pounds Inggris yang tidak bernilai secara instrinsik, menambah deretan
penyebab keterpurukan ekonomi.
“Misalnya
daya beli satu pounds 10 atau 15 tahun lalu
tidak sama dengan daya beli 1 pounds hari ini. Kesimpulannya, Anda lebih
miskin hari ini bukan karena kaum Muslim. Akan tetapi kepatuhan terhadap
ajaran-ajaran kapitalistik,” ia tegaskan kembali.
Lanjutnya, “Terkait pengangguran massal, tidak terjadi secara alamiah, melainkan karena by designed.
Termasuk penjualan aset-aset publik,
serta ketidakstabilan mata uang. Oleh karenanya, tidak ada andil umat
Islam dalam kemunduran negara Inggris, melainkan disebabkan oleh para elite politik yang taat pada nilai-nilai
kapitalisme,” ucapnya.
Ketiga, para pelaku kerusuhan mengklaim bahwa Inggris adalah negara yang
menjalankan nilai-nilai kekristenan. “Sehingga warga imigran dan umat Islam harus respek dengan hal
itu,” lanjutnya.
Namun
kenyataannya adalah Inggris bukan negara Kristen. Melainkan negara sekuler liberal sejak beberapa dekade
lalu.
“Sebagai negara yang sekuler liberal, tidak ada kebijakan apa pun yang menghentikan seseorang jika
ingin pergi ke gereja. Setiap orang memutuskan sendiri untuk pergi atau tidak
ke gereja,” ujarnya.
Sejujurnya, kata Mazhar, mayoritas warga di
Inggris tidak percaya dengan agama atau keyakinan apa pun dengan nilai-nilai atau ajaran
agama tertentu. Bahkan Nabi Isa as terus dihina di media-media mainstream.
“Dulu memang
pernah ada pembiasaan di sekolah-sekolah, harus memulai hari-harinya dengan
rapat kekristenan. Tetapi itu sudah lama ditinggalkan. Hari Minggu pernah ditetapkan sebagai
hari istirahat dan tidak ada toko diizinkan buka. Tetapi kebijakan itu
dihapuskan sejak tahun 80-an. Jadi, seharusnya
mereka pergi ke gereja, malah berbelanja. Kebijakan itu bukan kaum Muslim yang
menghapuskan, tetapi pemerintah karena
taat pada ajaran-ajaran sekuler liberal,” sambungnya lagi.
Keempat, perusuh telah kehilangan nilai-nilai tradisional, kekerabatan, bahkan mati. “Misalnya, peran
laki-laki seutuhnya menjadi seorang ayah, atau perempuan sebagai ibu sudah
tidak ada lagi,” tuturnya.
Pola atau
model kehidupan bagi seorang wanita untuk menjadi isteri, ibu, atau IRT, sudah
berubah menjadi para pekerja. Sehingga tidak ada lagi anggota keluarga yang
menjadikan rumah layaknya hunian
keluarga.
“Jadi,
meningkatnya kejahatan sosial seperti kekerasan, gangster, pembunuhan, dan
pencurian serta semua penyakit masyarakat pasti terhubung dengan kondisi
keluarga, sosial masyarakat, dan komunitas yang sudah rusak,” jelasnya.
Seperti yang
pernah disampaikan oleh Margaret Thatcher, kata Mazhar, tidak ada paham
kemasyarakatan, hanya ada individualisme. “Itulah yang dipahami oleh kapitalisme.
Kapitalisme telah mengerdilkan masyarakat, dan menghilangkan nilai-nilai
tradisional, kekeluargaan?” jelasnya.
“Pengerdilan
masyarakat dengan pandangan bahwa setiap individu adalah sebuah unit (kesatuan)
yang mampu berkontribusi terhadap perekonomian, unit keluarga tradisional dipandang
sebagai sebuah ancaman,” kata Mazhar.
Sementara
ajaran yang diyakini oleh umat Islam, tidak percaya dengan semua
nilai-nilai kapitalisme tersebut, juga tidak mengajarkannya. Maka yang harus disalahkan
dalam hal itu adalah nilai-nilai liberal sekuler.
Kelima, komunitas sayap kanan berpendapat bahwa pemerintah sudah lama tidak menganggap dan mendengarkan
mereka.
“Kelihatannya
mereka lupa pada satu kenyataan bahwa tidak ada negara demokrasi yang
mendengarkan masyarakatnya. Negara demokrasi hanya peduli pada suara saat
pemilihan, dan setelah itu akan menjadi banker-banker para elite korporat, memperkaya para anggota
legislatif, dan legalisasi program-progam agar posisi dan kepentingan para
penguasa harus aman,” lanjutnya
Sehingga, hilangnya
nilai-nilai tradisional, pekerjaan, sosial masyarakat, kekayaan, keamanan, termasuk
agama bukanlah karena kaum Muslim, melainkan ulah dari demokrasi sekuler
liberal yang mempertajam kerusakan manusia.
“Kini, kampanye kebebasan didendangkan untuk membangun opini kebencian
terhadap warga imigran atau pendatang. Padahal, segala kerusakan yang menimpa
masyarkat tidak lain adalah ulah elite politik yang telah menghancurkan
negara dari dalam,” tuturnya.
Oleh karena
itu, kaum Muslim menurut Mazhar, wajib terus mendakwahkan Islam dan fakta-fakta
sejarah ketika memasuki suatu wilayah. Islam datang memberikan perlindungan
bagi kehidupan manusia.
“Islam
adalah agama yang memberikan perlindungan. Ketika Islam datang ke suatu wilayah
akan menjamin adanya perlindungan. Mulai dari perlindungan kehidupan, harta,
agama, dan juga akal. Jadi, inilah kewajiban umat Islam untuk menyampaikan dakwah
dan ketika negara Islam diterapkan akan
memberikan perlindungan bagi kehidupan manusia,” pungkasnya.[] M. Siregar