Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Haruskah Kaum Muslim Bertanggung Jawab atas Kerusuhan di Inggris? Begini Penjelasan Mazhar Khan

Sabtu, 24 Agustus 2024 | 04:11 WIB Last Updated 2024-08-23T21:11:11Z


Tintasiyasi.ID -- Muslim Intelektual Inggris Mazhar Khan menyayangkan adanya tuntutan-tuntutan kelompok sayap kanan yang dituduhkan kepada kaum Muslim dan pertanggungjawaban atas kondisi warga Inggris saat ini.

 

“Saat ini  orang-orang Inggris sedang menulis protes kemarahan mereka. Karena mereka katanya ingin negara mereka kembali. Apakah yang diambil dari mereka? Siapa yang mengambilnya? Mengapa beberapa kaum Muslim harus merasa bertanggung jawab akan hal ini?” ujarnya dalam video yang berjudul We Want Our Country Back di kanal YouTube Let’s Take a Look, Ahad (18/08/ 2024).

 

Mazhar juga menjelaskan dalam video tersebut, setidaknya ada lima poin komplain pelaku kerusuhan di Inggris yang mengarah tuduhan agar umat Islam bertanggung jawab.

 

Pertama, warga Inggris pelaku kerusuhan membuat slogan Bring Back Our Country. Slogan itu dibuat demikian karena sejauh ini mereka menilai terlalu banyak warga -bukan kulit putih- tinggal di Inggris,” ungkapnya.

 

Ia menyatakan, kenyataan hadirnya warga yang bukan berkulit putih di Inggris yang begitu banyak seperti sekarang, tidak pernah terjadi sebelumnya, hingga meletusnya Perang Dunia II (PD II).

 

“Kenapa? Karena pada Perang Dunia I terjadi semacam sesuatu, di mana lebih dari 800 anak-anak muda dibunuh. Pada Perang Dunia II, sekitar 650.000 anak-anak muda juga dibunuh demi keuntungan komersial kalangan korporat,” ungkapnya.

 

Lalu sekarang efeknya, lanjutnya, ada pada populasi pekerja yang dibutuhkan. Para elite Inggris mengundang orang-orang dari beberapa tempat tertentu, seperti dari tanah jajahan di wilayah subkontinen Afrika, juga Pulau Karibia.

 

Mereka didatangkan  untuk  bekerja di pabrik-pabrik, mengemudi bus, dan menjadi masinis kereta api.  Para elite Inggris menginginkan para pekerja tersebut untuk membawa perubahan ekonomi. Karena negara Inggris saat itu tidak memiliki sumber daya manusia yang cukup memadai di lapangan pekerjaan untuk melakukan semuanya,” bebernya.

 

 “Jadi, siapa yang harus disalahkan dalam perubahan demografi ini, umat Islam? Tentu tidak! Tetapi mereka para elite Inggrislah yang patut disalahkan,” jelasnya lanjut.

 

Kedua, dari orang-orang Inggris adalah para imigran yang datang diklaim telah merampas lapangan kerja dan menyebabkan banyak pengangguran bagi warga asli kulit putih Inggris.

 

Padahal, alasan pertama para imigran mengambil pekerjaan itu adalah karena tidak ada satu pun orang Inggris yang mampu melakukannya. Oleh karenanya, setelah Perang Dunia II, terjadi imigrasi dan semua sektor publik mayoritas kekurangan tenaga kerja. Ini terjadi di Inggris setelah tahun 1979,” ungkapnya.

 

Kekurangan tenaga kerja di Inggris, kata Mazhar, juga disebabkan adanya ketaatan pada dogma ideal kapitalis oleh partai yang baru berdiri, yaitu partai konservatif. Maka terjadilah penutupan pabrik-pabrik, pertambangan, yang menyebabkan jutaan orang menjadi pengangguran,” ujarnya.

 

Bagi negara Inggris, keuntungan lebih utama  daripada kepentingan publik sejak tahun 1979. Dan kebijakan demikian terus-meenrus dilanjutkan oleh setiap pemerintahan yang berkuasa,” jelasnya.

 

Mazhar mengungkapkan bahwa sekarang tidak ada lagi pabrik pembuatan mobil di Inggris, seperti  merek-merek ternama yaitu  Morris, Autin, Rover, British Layland, Triumph, Jaguard, maupun Land Rover.

 

Tidak ada satu pun dari semua brand mobil dibuat oleh pabrik milik Inggris. Tetapi dimiliki oleh negara lain seperti perusahaan China dan India,” katanya.

 

Begitu pun pabrik tekstil tidak ada lagi  yang membentang luas hingga jutaan mil dari Lanchasire dan Yokshire.

 

“Pabrik-pabrik itu kini telah tutup dan disulap menjadi bangunan flat, retail-retail, perkantoran, dan apalah namanya. Pastinya tidak ada lagi pabrik tekstil yang bisa Anda temukan di Inggris,” imbuh Mazhar.

 

 

Selanjutnya, jelas Mazhar, pengangguran massal di Inggris terjadi sejak tahun 80-an. Tetapi kondisi riil saat ini yang menimpa warga di Inggris adalah ketimpangan sosial dan lapangan kerja. Sebagian orang memiliki dua pekerjaan sekaligus demi memenuhi tingginya biaya hidup. Di sisi lain, ada yang sama sekali tidak memiliki pekerjaan,” ucapnya.

 

Dengan kata lain, warga Inggris sedang dilanda krisis kehidupan akibat dogma pendekatan kaum kapitalis dan nilai-nilainya. Meskipun ada yang memiliki dua pekerjaan sekaligus, tetapi kondisi kehidupan malah semakin memburuk, karena tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup seperti dahulu.

 

Kemudian, sama seperti  yang dialami oleh negara lain, mata uang pounds Inggris yang tidak bernilai secara instrinsik, menambah deretan penyebab keterpurukan ekonomi.

 

“Misalnya daya beli satu pounds 10 atau 15 tahun lalu  tidak sama dengan daya beli 1 pounds hari ini. Kesimpulannya, Anda lebih miskin hari ini bukan karena kaum Muslim. Akan tetapi kepatuhan terhadap ajaran-ajaran kapitalistik,” ia tegaskan kembali.

 

Lanjutnya, “Terkait pengangguran massal, tidak terjadi secara alamiah, melainkan karena by designed. Termasuk  penjualan aset-aset publik, serta ketidakstabilan mata uang. Oleh karenanya, tidak ada andil umat Islam dalam kemunduran negara Inggris, melainkan disebabkan oleh para elite politik yang taat pada nilai-nilai kapitalisme,” ucapnya.

 

Ketiga, para pelaku kerusuhan mengklaim bahwa Inggris adalah negara yang menjalankan nilai-nilai kekristenan. Sehingga warga imigran dan umat Islam harus respek dengan hal itu,” lanjutnya.

 

Namun kenyataannya adalah Inggris bukan negara Kristen. Melainkan  negara sekuler liberal sejak beberapa dekade lalu.

 

Sebagai negara yang sekuler liberal, tidak ada kebijakan apa pun yang menghentikan seseorang jika ingin pergi ke gereja. Setiap orang memutuskan sendiri untuk pergi atau tidak ke gereja,” ujarnya.

 

Sejujurnya, kata Mazhar, mayoritas warga di Inggris tidak percaya dengan agama atau keyakinan apa pun dengan nilai-nilai atau ajaran agama tertentu. Bahkan Nabi Isa as terus dihina di media-media mainstream.

 

 

“Dulu memang pernah ada pembiasaan di sekolah-sekolah, harus memulai hari-harinya dengan rapat kekristenan. Tetapi itu sudah lama ditinggalkan. Hari Minggu pernah ditetapkan sebagai hari istirahat dan tidak ada toko diizinkan buka. Tetapi kebijakan itu dihapuskan sejak tahun 80-an.  Jadi, seharusnya mereka pergi ke gereja, malah berbelanja. Kebijakan itu bukan kaum Muslim yang menghapuskan, tetapi pemerintah  karena taat pada ajaran-ajaran sekuler liberal,” sambungnya lagi.

 

Keempat, perusuh telah kehilangan nilai-nilai tradisional, kekerabatan, bahkan mati. “Misalnya, peran laki-laki seutuhnya menjadi seorang ayah, atau perempuan sebagai ibu sudah tidak ada lagi,” tuturnya. 

 

Pola atau model kehidupan bagi seorang wanita untuk menjadi isteri, ibu, atau IRT, sudah berubah menjadi para pekerja. Sehingga tidak ada lagi anggota keluarga yang menjadikan rumah layaknya hunian  keluarga.

 

“Jadi, meningkatnya kejahatan sosial seperti kekerasan, gangster, pembunuhan, dan pencurian serta semua penyakit masyarakat pasti terhubung dengan kondisi keluarga, sosial masyarakat, dan komunitas yang sudah rusak,” jelasnya.

 

Seperti yang pernah disampaikan oleh Margaret Thatcher, kata Mazhar, tidak ada paham kemasyarakatan, hanya ada individualisme. “Itulah yang dipahami oleh kapitalisme. Kapitalisme telah mengerdilkan masyarakat, dan menghilangkan nilai-nilai tradisional, kekeluargaan?” jelasnya.

 

“Pengerdilan masyarakat dengan pandangan bahwa setiap individu adalah sebuah unit (kesatuan) yang mampu berkontribusi terhadap perekonomian, unit keluarga tradisional dipandang sebagai sebuah ancaman,” kata Mazhar.

 

Sementara ajaran yang diyakini oleh umat Islam, tidak percaya dengan semua nilai-nilai kapitalisme tersebut, juga tidak mengajarkannya. Maka yang harus disalahkan dalam hal itu adalah nilai-nilai liberal sekuler.

 

Kelima, komunitas sayap kanan berpendapat bahwa  pemerintah sudah lama tidak menganggap dan mendengarkan mereka.

 

“Kelihatannya mereka lupa pada satu kenyataan bahwa tidak ada negara demokrasi yang mendengarkan masyarakatnya. Negara demokrasi hanya peduli pada suara saat pemilihan, dan setelah itu akan menjadi banker-banker para elite korporat, memperkaya para anggota legislatif, dan legalisasi program-progam agar posisi dan kepentingan para penguasa harus aman,” lanjutnya

 

Sehingga, hilangnya nilai-nilai tradisional, pekerjaan, sosial masyarakat, kekayaan, keamanan, termasuk agama bukanlah karena kaum Muslim, melainkan ulah dari demokrasi sekuler liberal yang mempertajam kerusakan manusia.

 

Kini, kampanye kebebasan didendangkan untuk membangun opini kebencian terhadap warga imigran atau pendatang. Padahal, segala kerusakan yang menimpa masyarkat tidak lain adalah ulah elite politik yang telah menghancurkan negara dari dalam,” tuturnya.

 

Oleh karena itu, kaum Muslim menurut Mazhar, wajib terus mendakwahkan Islam dan fakta-fakta sejarah ketika memasuki suatu wilayah. Islam datang memberikan perlindungan bagi kehidupan manusia.

 

“Islam adalah agama yang memberikan perlindungan. Ketika Islam datang ke suatu wilayah akan menjamin adanya perlindungan. Mulai dari perlindungan kehidupan, harta, agama, dan juga akal. Jadi, inilah kewajiban umat Islam untuk menyampaikan dakwah dan ketika negara Islam diterapkan akan  memberikan perlindungan bagi kehidupan manusia,” pungkasnya.[] M. Siregar

Opini

×
Berita Terbaru Update