Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Hakikat Kemerdekaan Sejati menurut Islam

Sabtu, 17 Agustus 2024 | 06:31 WIB Last Updated 2024-08-16T23:31:59Z


TintaSiyasi.id -- Hakikat kemerdekaan sejati menurut Islam melibatkan beberapa aspek penting yang mencakup kebebasan spiritual, sosial, dan politik. Berikut adalah beberapa prinsip utama yang sering dianggap sebagai bagian dari pemahaman kemerdekaan dalam konteks Islam:

1. Kemerdekaan Spiritual: Dalam Islam, kemerdekaan sejati dimulai dengan kebebasan spiritual dari belenggu nafsu dan keinginan duniawi. Seorang Muslim dianggap merdeka ketika ia dapat mengendalikan dirinya sendiri dan hidup sesuai dengan ajaran Allah tanpa terikat pada dorongan-dorongan negatif yang dapat menjauhkan dari ketaatan.

2. Keadilan Sosial: Islam menekankan pentingnya keadilan sosial sebagai bagian dari kemerdekaan. Ini berarti memastikan bahwa hak-hak setiap individu dihormati dan dipenuhi, serta memastikan bahwa tidak ada penindasan atau ketidakadilan dalam masyarakat. Kemerdekaan sejati mencakup upaya untuk menghilangkan ketidakadilan dan memastikan kesejahteraan bagi semua orang.

3. Kebebasan dalam Batasan Syariah: Dalam konteks hukum Islam, kebebasan individu diatur oleh syariah untuk memastikan bahwa kebebasan tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama. Kemerdekaan tidak berarti kebebasan mutlak yang dapat menyebabkan pelanggaran terhadap nilai-nilai agama, melainkan kebebasan yang dijaga dalam kerangka hukum Islam.

4. Otonomi dan Kemandirian: Islam mengajarkan pentingnya kemandirian dan otonomi pribadi dalam aspek kehidupan seperti ekonomi dan sosial. Hal ini termasuk kemampuan untuk mengambil keputusan secara mandiri, berusaha secara maksimal, dan tidak bergantung pada orang lain dalam hal yang dapat dilakukan sendiri.

5. Kehidupan dalam Kesetiaan kepada Allah: Kemerdekaan sejati menurut Islam juga berarti hidup dalam kesetiaan kepada Allah dan mengikuti petunjuk-Nya. Ini mencakup menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya sebagai bentuk pengabdian dan kesadaran bahwa kebebasan kita adalah karunia dari-Nya yang harus digunakan dengan bijaksana.

Secara keseluruhan, kemerdekaan sejati dalam pandangan Islam adalah suatu keadaan di mana individu dan masyarakat hidup dalam kebebasan yang sejalan dengan prinsip-prinsip agama, menjunjung tinggi keadilan, dan menjaga kesejahteraan bersama.

Merdeka itu hanya menghamba kepada Allah SWT itulah Makna Syahadat Tauhid.

Benar sekali. Dalam Islam, makna kemerdekaan sejati memang berhubungan erat dengan konsep tauhid, yaitu keyakinan bahwa hanya Allah SWT yang memiliki kekuasaan mutlak dan bahwa tidak ada tuhan selain-Nya. Syahadat tauhid, yang berbunyi "La ilaha illallah" (Tiada Tuhan selain Allah), mencerminkan inti dari kemerdekaan spiritual dalam ajaran Islam. Berikut adalah beberapa penjelasan tentang hubungan antara kemerdekaan dan syahadat tauhid:

1. Menghamba Hanya kepada Allah: Syahadat tauhid menegaskan bahwa hanya Allah SWT yang berhak disembah dan diikuti. Kemerdekaan sejati dalam Islam berarti tidak tergantung pada kekuatan atau entitas lain selain Allah. Ini mencakup kebebasan dari segala bentuk perbudakan terhadap hal-hal duniawi dan pemujaan selain kepada-Nya.

2. Ketaatan dan Kebebasan: Dalam Islam, ketaatan kepada Allah bukanlah bentuk pengekangan, melainkan merupakan bentuk kebebasan sejati. Ketika seseorang tunduk kepada Allah, ia sebenarnya merdeka dari belenggu nafsu, kepentingan duniawi, dan ketergantungan pada makhluk. Dengan kata lain, ketaatan kepada Allah membawa kedamaian dan keseimbangan batin yang mendalam.

3. Tanggung Jawab Moral dan Etika: Syahadat tauhid juga berarti pengakuan bahwa Allah adalah sumber segala nilai dan hukum. Ini mengarahkan umat Islam untuk hidup dengan moral dan etika yang tinggi, serta bertanggung jawab dalam semua aspek kehidupan. Kemerdekaan sejati juga melibatkan kesadaran akan tanggung jawab ini dan komitmen untuk mengikuti prinsip-prinsip yang ditetapkan oleh Allah.

4. Kebebasan dari Penindasan: Dengan memahami dan mengamalkan syahadat tauhid, seseorang juga menyadari bahwa semua manusia memiliki martabat dan hak yang sama di hadapan Allah. Ini melawan segala bentuk penindasan dan ketidakadilan, mendukung kemerdekaan dan kebebasan yang adil dan merata dalam masyarakat.

Dengan demikian, syahadat tauhid adalah dasar dari pemahaman kemerdekaan dalam Islam. Ia mengajarkan bahwa kebebasan sejati berasal dari pengabdian kepada Allah dan hidup sesuai dengan ajaran-Nya, yang pada gilirannya membawa kepada kesejahteraan spiritual dan sosial yang hakiki.
Allah SWT Berfirman:
قُلۡ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحۡيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ  

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am (6): 162)

Sobat. Dalam ayat ini Nabi Muhammad, diperintahkan agar mengatakan bahwa sesungguhnya salatnya, ibadahnya, serta semua pekerjaan yang dilakukannya, hidup dan matinya adalah semata-mata untuk Allah Tuhan semesta alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Itulah yang diperintahkan kepadanya. 

Rasul adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri kepada Allah dalam mengikuti dan mematuhi semua perintah dan larangan-Nya. Dua ayat ini mengandung ajaran Allah kepada Muhammad, yang harus disampaikan kepada umatnya, bagaimana seharusnya hidup dan kehidupan seorang muslim di dalam dunia ini. Semua pekerjaan salat dan ibadah lainnya harus dilaksanakan dengan tekun sepenuh hati karena Allah, ikhlas tanpa pamrih. 

Seorang muslim harus yakin kepada kodrat dan iradat Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah-lah yang menentukan hidup mati seseorang. Oleh karena itu seorang muslim tidak perlu takut mati dalam berjihad di jalan Allah dan tidak perlu takut hilang kedudukan dalam menyampaikan dakwah Islam, amar ma'ruf nahi munkar. 

Ayat ini selalu dibaca dalam salat sesudah takbiratul ihram sebagai doa iftitah kecuali kata: diganti dengan (164) Dalam ayat ini terdapat perintah kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada kaumnya, bahwa mengapa ia akan mencari Allah yang lain dengan mempersekutukan-Nya dalam ibadah, berdoa untuk keperluan hidupnya agar Dia menolongnya atau melindunginya dari kesusahan dan bahaya? Mahasuci Allah dari persekutuan itu. Dialah Tuhan bagi segala sesuatu, Dialah yang menciptakan semesta alam. Selanjutnya pada ayat ini diterangkan, bahwa semua perbuatan manusia akan dipertangungjawabkan- nya sendiri, dan orang yang berbuat dosa akan menanggung sendiri dosanya itu, karena dosa seseorang tidak akan dipikul oleh orang lain. Masing-masing menerima pahala amal baiknya dan memikul dosa amal buruknya. Hal ini berulang-ulang disebutkan dalam Al-Qur'an.
 Firman Allah: 

(Yaitu) bahwa seseorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain, dan bahwa manusia hanya memperoleh apa yang telah diusahakannya. (an-Najm/53: 38-39)

Ayat ini cukup memberi petunjuk dan jalan hidup yang bermutu tinggi dan praktis, karena di samping harus beramal dan bekerja harus pula diperhitungkan dengan cermat dan teliti setiap amal perbuatan yang dikerjakannya. Sebab amal pekerjaan atau perbuatan itu sangat besar pengaruhnya dalam membawa nasib keberuntungan dan keruntuhan seseorang, baik di dunia maupun di akhirat. Di akhirat, perselisihan manusia dalam beragama akan diselesaikan.

Menghamba Kepada Allah bukan nafsu dan haus kekuasaan tanpa taat sama Allah dan Rasul-Nya.

Benar sekali. Menghamba kepada Allah dalam Islam adalah bentuk pengabdian yang tulus dan murni, yang berbeda jauh dari dorongan nafsu dan haus kekuasaan. Berikut adalah beberapa poin yang menjelaskan perbedaan dan hubungan antara pengabdian kepada Allah dan sifat-sifat negatif seperti nafsu dan keinginan kekuasaan:

1. Pengabdian yang Tulen: Menghamba kepada Allah berarti menyerahkan diri secara total kepada kehendak-Nya dan hidup sesuai dengan petunjuk-Nya. Ini melibatkan kepatuhan yang penuh terhadap ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya, tanpa adanya motivasi untuk mencari kekuasaan atau keuntungan pribadi.

2. Nafsu dan Keinginan Kekuasaan: Nafsu sering kali mendorong individu untuk mencari kepuasan pribadi atau kekuasaan dengan cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Dalam banyak kasus, nafsu ini dapat mengarah pada perilaku yang merugikan diri sendiri dan orang lain, serta melanggar ajaran agama.

3. Ketaatan sebagai Landasan: Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah landasan dari pengabdian yang sah dalam Islam. Ini berarti mengikuti petunjuk dalam Al-Qur'an dan Sunnah dengan niat yang ikhlas dan tanpa mengharapkan imbalan duniawi atau kekuasaan. Pengabdian yang tulus tidak tergoyahkan oleh ambisi pribadi atau kepentingan ego.

4. Keseimbangan dan Keadilan: Islam mengajarkan pentingnya keseimbangan dan keadilan. Sifat-sifat seperti nafsu dan keinginan kekuasaan sering kali menyebabkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan. Sebaliknya, penghamba kepada Allah berarti hidup dengan prinsip-prinsip keadilan dan menghindari perilaku yang merugikan orang lain.

5. Tujuan Akhir: Tujuan akhir dari pengabdian kepada Allah adalah untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan yang abadi, bukan sekadar kepuasan sementara atau kekuasaan duniawi. Pengabdian yang benar membawa kepada kedamaian batin dan hubungan yang baik dengan Allah dan sesama manusia.

Dengan kata lain, menghamba kepada Allah adalah tindakan yang didorong oleh kesadaran akan kebesaran-Nya dan ketaatan yang penuh, bukan oleh dorongan nafsu atau hasrat akan kekuasaan. Pengabdian ini mengarah pada kehidupan yang lebih bermakna dan sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran dalam Islam.

Oleh. Dr. Nasrul Syarif, M.Si. 
Penulis Buku Gizi Spiritual. Dosen Psikologi Pendidikan Pascasarjana UIT Lirboyo

Opini

×
Berita Terbaru Update