Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Fenomena di Balik Tingginya 9.9 Juta Gen Z yang menganggur

Senin, 19 Agustus 2024 | 14:47 WIB Last Updated 2024-08-19T07:47:29Z

Tintasiyasi.id.com -- Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan saat ini masih ada 7,2 juta pengangguran di Indonesia hingga Februari 2024. Dikutip dari laman Puslapdik Kemendikbud Ristek, dari jumlah tersebut, pengangguran dari lulusan SMK masih merupakan yang paling tinggi dibandingkan tamatan jenjang pendidikan lainnya yakni 8,62 persen.

Sementara lulusan SMA yang menjadi penganguran sebesar 6,73 persen dan jenjang diploma IV, S1, S2, dan S3 sebanyak 5,63 persen. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Warsito mengatakan, inti dari masalah pembiayaan memengaruhi angka partisipasi kasar (APK) Pendidikan Tinggi (Kompas.com 
7/8/2024).

Tingginya pengangguran atau yang lebih dikenal dengan istilah NEET (not in employment, education and training) atau sedang tidak dalam pekerjaan, pendidikan dan pelatihan merupakan harga mahal yang harus dibayar oleh generasi muda akibat pembangunan yang tidak berkelanjutan buah dari penerapan ekonomi kapitalis liberal. 

Ideologi ini banyak melahirkan generasi lemah seperti mental illness yakni mudah stress, depresi, suka serba instan, ekspetasi tinggi terhadap sesuatu hal serta krisis identitas dan kepercayaan yang justru ditengah kemajuan teknologi dan mengagungkan materi membuat daya saing pemuda belum mencapai posisi yang optimal.

Menjadi salah satu sebab tingginya pengangguran terbuka (TPT) pemuda adalah rendahnya daya saing ditengah pasar/bursa tenaga kerja. 

Hal tersebut menjadi sebab kegagalan dimana pembangunan manusia semata diorientasikan menyesuaikan visi pembangunan ekonomi negara, sedangkan visi dan misi pembangunan hanya berpijak pada ideologi  yang diemban di negeri ini.

Dan pembangunan manusia yang berorientasi pada ekonomi semata hanya ada dalam sistem kapitalisme yang justru mengkerdilkan tujuan bernegara. Pembangunan semacam ini hanya untuk mencetak budak-budak korporasi yang justru menghasilkan generasi lemah dan rentan.

Pemicu NEET dalam sistem ekonomi kapitalis liberal disebabkan:

Pertama, pertumbuhan ekonomi yang rendah menyebabkan perusahaan menghentikan recruitment baru atau mengurangi tenaga kerjanya.

Kedua, pertumbuhan ekonomi lambat bahkan tidak berkelanjutan membuat perusahaan enggan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Ketiga, ketidak sesuaian lulusan sekolah/perguruan tinggi dengan tenaga kerja yang dibutuhkan industri.

Keempat, inovasi yang membuat proses produksi dan bisnis menjadi lebih efisien (memangkas biaya produksi) sehingga mengurangi tenaga kerja.

Kelima, globalisasi dimana negara yang dapat memproduksi barang/jasa secara efisien akan banjir order produksi sebaliknya jika negara tidak efisien kelebihan pengangguran.

Keenam, berlepas tangan nya negara dan penguasa terhadap urusan penyelenggaraan pendidikan dan penyediaan lapangan kerja bagi generasi muda, padahal keduanya adalah tanggung jawab negara bukan sektor industri atau swasta. 

Menjadi karakteristik sistem kapitalis, negara hanya bertindak sebagai regulator dan jangan hanya sekedar menjanjikan lapangan kerja dengan adanya iklim investasi yang faktanya bukan bagi rakyat tapi bagi para kakap investor asing. 

Jika terus keadaan ini berlangsung abai dalam pengurusan tingginya angka pengangguran dapat dipastikan akan terjadi lonjakan akumulasi kerusakan tatanan kehidupan bermasyarakat.

Sistem yang berasas materi ini banyak memberikan peluang terhadap kepemilikan dan penguasaan SDA untuk dikelola dan dikuasai para kapitalis atau investor asing. Kondisi ini otomatis berakibat tenaga kerja tidak dapat terserap dengan layak karena penyediaan tenaga kerja diserahkan pada mekanisme pasar.

Selain itu investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan (raksasa khususnya) ialah investasi padat modal, bukan padat karya. 

Dampaknya generasi sulit mendapatkan lapangan pekerjaan. Rendahnya SDM (faktor kemalasan individu, cacat serta rendahnya pendidikan) menjadi faktor penyumbang penyebab pengangguran.

Sekitar 74% tenaga kerja adalah mereka dengan berpendidikan rendah yakni SD dan SMP, karena mahalnya biaya pendidikan sebagai konsekuensi ditetapkan aturan sekuler dan kapitalis hingga asumsi untuk mendapatkan pendidikan terbaik, kini hanya bisa diperoleh bagi yang berduit banyak.

Terlebih lagi, polemik ditengah arus ideologi kapitalistik terkait uang kuliah tunggal (UKT) yang makin melejit hingga rasanya utopis mengenyam pendidikan tinggi dalam sistem kapitalisme.

Islam Mampu Menjawab Segala Tantangan.

Negara Khilafah akan mengkoordinasikan departemen pendidikan untuk menyelenggarakan pendidikan yang mampu menghasilkan para teknokrat dan saintis yang bersyahsiah Islam dan mampu mengelola SDA dengan peralatan dan tekhnologi canggih terbarukan. Biaya pendidikan dijamin oleh negara kepada semua rakyatnya dan dinikmati secara gratis.

Negara akan membuka banyak kran industri yang berhubungan dengan harta kekayaan milik umum. Bahkan dikalangan generasi inilah potensi mereka diserap untuk bekerja di sejumlah industri.

Menjadi tanggung jawab Negara untuk menciptakan SDM unggul berkualitas dalam hal  pengelolaan kekayaan milik umum sesuai hukum syariah Islam dan kemaslahatan umum.

Negara akan terus mensupport dan mencetak generasi sebagai pemimpin atau negarawan bukan menjadi pengangguran atau buruhnya para kapitalis.

Dari departemen pendidikan inilah akan menyelenggarakan pendidikan di perguruan tinggi yang mampu mencetak para ulama hanif, mujtahid, pemikir, pakar, pemimpin, qadi (hakim agung) dan fukaha.

Khatimah

Peran strategis dan posisi pemuda dalam Islam sungguh luar biasa. Mereka merupakan tulang punggung peradaban dan membentuk komponen pergerakan. Mereka memiliki kekuatan yang produktif serta kontribusi terhadap peradaban tanpa batas selama para generasi ini memiliki kepedulian dan semangat membara.

Peran pemuda yang digadang-gadang sebagai generasi emas inilah yang sekarang di mandulkan oleh Rezim Penguasa dalam tatanan kapitalisme.

Saat ini seluruh umat membutuhkan Sistem Islam (Sistem Baik dari Yang Maha Baik) untuk menyelamatkan generasi dari segala kerusakan dan ketidak berdayaaan (menganggur) akibat penerapan sistem kapitalisme liberalisme.[] 

Oleh: Kikin Fitriani 
(Aktivis Muslimah)



Opini

×
Berita Terbaru Update