Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Dilematika Gen-Z di Usia Quarter Life Crisis

Jumat, 23 Agustus 2024 | 07:49 WIB Last Updated 2024-08-23T00:50:03Z

TintaSiyasi.id -- Jika diamati lebih dalam pada data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) per Februari 2024, terdapar 3,6 juta Generasi Zilenial atau biasa disebut Gen Z yang rentan usianya antara 15-24 dinyatakan menganggur tahun ini. Jika diprosentasekan maka Gen Z menyumbang 50,29 persen dari total pengangguran terbuka di Indonesia. Lebih mengejutkan lagi jika ditambah dengan gen Z yang tergolong bukan angkatan kerja tetapi tidak sedang sekolah atau pelatihan (Not in Employment, Education or Training/NEET), jumlah pengangguran mencapai 9,9 juta.

Gen-Z yang biasa dikenal sebagai digital natives karena tumbuh dengan dibersamai oleh era teknologi yang canggih. Gen-Z cenderung multitasking, mandiri, berpikir kritis, skeptis terhadap informasi, inklusif, dan lebih menghargai pendidikan yang praktis serta relevan dengan dunia kerja. (warta ekonomi.co.id, 10/08/2024)

Jika ditelisik lebih dalam lagi, mengapa hal ini bisa terjadi dapat ditemukan dari beberapa hal, di antaranya:

Pertama. Kelangkaan lapangan kerja saat ini yang begitu sulit didapatkan dan dijangkau oleh seluruh kalangan, bisa dilihat dari para perantauan yang rela bermigrasi untuk mendapatkan penghasilan dan peluang kerja yang lebih layak dari tempat daerahnya. Faktor ini menunjukkan adanya kegagalan Negara dalam menjamin kesempatan kerja para kepala keluarga/ laki-laki, yang merupakan salah satu mekanisme terwujudnya kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. 

Kedua. Pengelolaan SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) diberikan kepada asing dan swasta. Layaknya pemilik rumah yang tidak memiliki hak milik atas rumahnya, sungguh miris kenyataan ini, bahkan kebijakan yang diterapkan semakin tajam pada rakyatnya dan tumpul terhadap asing aseng dan swasta. Disinilah, benang bahaya dari suatu sistem yang berakar oleh kepentingan dan kekayaan para penguasa yang berporos pada harta para pemodalnya, inilah yang bisa disebut terikat oleh sistem ekonomi kapitalisme.

Ketiga, hal yang terpayah dan makin menjerat derita rakyat yakni lahirnya berbagai regulasi yang justru menyulitkan rakyat untuk mendapatkan pekerjaan akibat terjadinya deindustrialisasi. Yaitu poros karya dan kreatifitas yang tercipta terikat oleh sistem ekonomi kapitalisme bukan untuk kemaslahatan rakyat atau bahkan kesejahteraan rakyat itu sendiri, miris.

Pucuk daun sebagai puncak kualitas terbaik daun yang tumbuh, seperti itulah mahkota kewajiban rakyat hari ini yang menginginkan hidup layak sejahtera dengan seperangkat aturan yang adil secara menyeluruh. Tidak seperti serigala berbulu domba yang membalut bahaya dalam "kebijakan semu", namun layaknya ketangguhan sang singa raja hutan yang tangguh mampu memberikan "kebijakan murni" yang memberikan keadilan dan kesejahteraan secara utuh bagi seluruh rakyat secara menyeluruh.

Seperti sang singa, sistem Islam yang diterapkan secara utuh akan menjalankan sistem ekonomi dan politik Islam yang akan memberikan rahmat Al-Khaliq Allah SWT untuk seluruh alam, termasuk dalam pengaturan dan pengelolaan SDAE yang merupakan milik umum. Pengelolaan SDAE oleh Negara meniscayakan tersedianya lapangan kerja yang memadai dan juga jaminan kesejahteraan untuk rakyat. Dan hal tersebut janji Allah yang termaktub dalam Qs. Al-A'raf ayat 96 yang artinya:

"Dan jikalau penduduk Negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." 

Wallahu a'lam bishshawab.[]


Oleh: Ayu Nailah
(Praktisi Pendidikan Gen-Z)

Opini

×
Berita Terbaru Update