TintaSiyasi.id -- Begini pesan Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky, M.Si. terkait aksi unjuk rasa (demo) yang dilakukan mahasiswa dan masyarakat di berbagai daerah dalam rangka protes RUU Pilkada.
“Jadi kalau mahasiswa serius melakukan perubahan, bukan sekedar mendukung putusan MK, maka harus dilakukan perubahan lebih total lagi dengan mengubah situasi yang ada ini, mengganti rezim maupun dengan sistemnya yang telah membuat rezim ini lahir tumbuh berkembang dalam sistem demokrasi sekuler yang liberal ini,” terangnya di kanal YouTube Bincang Besama Sahabat Wahyu, dengan tema Dengan Putusan MK, Apakah Indonesia Terselamatkan? Sabtu (24/08/2024)
Wahyudi menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pilkada, hanya mempersoalkan personal, sementara persoalan seriusnya di negeri ini dari politik dinasti Jokowi tidak terselamatkan. Karena menurutnya Gibran anak Presiden sudah lolos jadi Cawapres, sementara menantunya Bobby Nasution sebagai calon Gubernur di Sumatera Utara kemungkinan diusung oleh partai-partai besar yang kemungkinan bisa lolos.
“Nah ini kalau kita lihat apakah Indonesia terselamatkan dengan keputusan MK? Jelas tidak, karena kondisi Indonesia masih terpuruk, tidak bisa keluar dari politik dinasti Jokowi. Mungkin hanya menghambat sedikit persoalan Kaesang, tetapi yang lainnya jalan terus,” bebernya.
Ia melanjutkan bahwa saat ini utang negara terus naik dan kebijakan yang menyengsarakan rakyat jalan terus dan pajak tahun depan naik jalan terus. Jadi kalau masyarakat berharap pada putusan MK bisa menyelamatkan nasib Indonesia kedepan pasti tidak akan berhasil.
“Kita bersyukur mahasiswa hari ini terhentak sadar, pihak kampus bangun, tapi tidak cukup dengan itu, kenapa, karena terlambat ketika dulu pihak-pihak kritis ormas di kriminalisasi di zalimi oleh Jokowi, mereka diam tidak membela,” jelasnya.
Saat ini menurutnya, tidak bisa di harapkan lagi ormas-ormas atau pihak-pihak yang lain untuk bisa bergerak, mungkin mahasiswa bergerak, tetapi menurutnya itu tidak menyelesaikan persoalan.
Kalaulah menurutnya mahasiswa berhasil menghentikan revisi Undang-Undang Pilkada yang dibuat DPR, namun menurutnya, banyak strategi lain yang dilakukan penguasa misalnya, tiba-tiba Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu).
Bahkan menurut Wahyudi Presiden bisa menggunakan kekuasaan yang begitu besar untuk membuat kebijakan yang zalim kepada rakyat, menguntungkan para pengusaha dan oligarki,
“Tentunya ini yang harusnya di koreksi oleh mahasiswa, nah dia harus menggunakan sistem yang bisa mengatisipasi,” ujarnya.
Menurutnya, kalau mahasiswa melakukan perlawanan terhadap rezim, itu momen untuk melakukan perlawanan dengan rezim, berarti menurutnya, mahasiswa mulai bangkit dan sadar.
“Tetapi sadarnya harus serius sadar bahwa ini bukan persoalan Jokowi saja, ada persoalan sistem yang besar disitu yang memang merusak kita selama ini, memberikan figur-figur atau sosok yang zalim seperti Jokowi itu tumbuh berkembang di dalan sistem demokrasi liberal seperti ini,” pungkasnya. []Aslan La Asamu