Tintasiyasi.ID -- Khadim Ma’had Syaraful Haramain K.H. Hafidz Abdurrahman, M.A. menuturkan bahwa akad nikah itu ringan diucapkan, tetapi konsekuensinya berat, kepada TintaSiyasi.ID.
“Akad nikah itu ringan diucapkan, tetapi
konsekuensinya berat,” rilisnya pada Kamis (15/08/2024) dengan
tajuk Jangan Main-Main dengan Pernikahan.
Lalu
dijelaskan, ketika wali nikah menyatakan, “Aku nikahkan dan kawinkan Engkau
dengan putriku dengan mas kawin... ‘ Kemudian dijawab, ‘Aku terima nikah dan kawinnya dengan
mahar tersebut dibayar tunai.’ Maka, konsekuensi akad itu mengikat kedua belah
pihak.”
“Saat itu,
pernikahan telah menjadi mitsaq ghalidha (perjanjian yang berat), dengan
segala konsekuensinya. Anak perempuan yang telah dilahirkan, dididik, dan
diasuh selama puluhan tahun itu dilepas dan diserahkan kepada laki-laki yang
bukan sanak kerabatnya. Di sinilah segala macam perasaan berkecamuk di dalam
hati orang tua,” jelasnya serius.
“Karena itu,
Nabi sampai menitipkan wasiat khusus kepada laki-laki saat haji wadak, yaitu
sebaik-baik laki-laki adalah lelaki yang paling baik kepada keluarganya.
Al-Qur'an pun memberikan panduan yang tegas, ‘Genggamlah mereka dengan cara
yang baik, atau lepaskanlah mereka juga dengan cara yang lain. Janganlah kamu
menahan mereka dengan menyakitinya untuk kamu musuhi.’,” kutipnya surah Al-Baqarah ayat 231.
Dengannya
“Maka, Nabi
mengajarkan cara bagaimana agar bisa merawat cinta, yaitu, ‘Engkau hendaknya bermain-main. Dia
pun hendaknya bermain-main denganmu,’,” kutipnya.
Karena itu,
lanjut Kiai Hafidz, Imam Ahmad memberi nasihat kepada kaum lelaki, jika ingin
keluarganya bahagia, “Di antaranya, wanita itu suka jika engkau nyatakan cinta
secara terang-terangan kepadanya. Bahkan, beliau mengatakan, Jika kamu bakhil
(tidak mau menyatakan cinta secara terus terang) kepadanya, maka kamu telah
membuat jarak dengannya.”
Ia melanjutkan, wanita itu terbuat dari tulang rusuk yang bengkok, maka
jangan timpakan kesalahan kepadanya, meski dia bersalah. Apalagi, dibiarkan dia dengan kesalahannya
sendiri, maka bimbinglah dia.
“Itulah mengapa, pernikahan ini merupakan perjanjian yang paling berat. Tapi, jika beban berat itu dipikul dengan kekuatan spiritual, semata karena melaksanakan perintah Allah, maka beban berat itu menjadi ringan,” tandasnya.[] Titin Hanggasari