TintaSiyasi.id -- Sepintas terlihat solutif, menyelesaikan seluruh problema aborsi yang kian agresif. Realitas, sungguh miris generasi pertiwi, difasilitasi alat kontrasepsi.
26 Juli 2024 Joko Widodo teken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kesehatan UU Nomor 17 Tahun 2023. Menyediakan alat kontrasepsi hingga melegalkan aborsi. (Mediaindonesia, 1/8/24)
PP 28/24 berujung tuai kontroversi dari semua elemen masyarakat, terhadap kebijakan demi kebijakan. Sejatinya, negara terlihat sudah kalang-kabut menghadapi realitas dengan seluruh problema terus berkembang bak zombi menakutkan. Ironis, ibarat mengobati luka dengan mencabik-cabik hati rakyat, mustahil! kebijakan yang diteken seolah menguntungkan pelaku zina, industri kesehatan, dan merugikan seluruh perempuan.
Melansir dari platform X, dr. Tifa mengkritik keras PP 28/24 menganggap di balik teken kejar tayang sebelum lengser ingin menghancurkan agama, keluarga, anak serta perempuan, hingga negara. (6/8/24)
Mengkaji pasal 116 perihal tindakan aborsi diperbolehkan jika ada indikasi kedaruratan medis, kehamilan akibat tindak pidana pemerkosaan, atau tidak pidana seksual lainnya. Dijelaskan secara detail mekanisme dan persyaratan dalam pasal 117 sampai pasal 120.
Ironis, kebijakan ini meracuni pemikiran semua orang. Perempuan yang tadinya malu, takut, ragu, bahkan mikir beribu kali untuk kencan, pacaran, hingga zina menjadi agresif layaknya pemain proaktif.
Maindset laki-laki pelaku zina, tidak dibebani dengan tanggung jawab dari segi nafkah sampai sosok figur ayah. Karena apabila tidak diaborsi pun dalam pasal 124 ayat 3 dijelaskan bahwasanya ketika ibu ataupun pihak keluarga tidak mampu melakukan pengasuhan terhadap anak maka akan diambil alih pengasuhan oleh negara dengan ketentuan perundang-undangan.
Sekilas tampak problem solving konkrit untuk korban pemerkosaan. Namun ketika ditelisik lebih mendalam, berdasarkan riset, ditemukan data anak terlantar berjumlah 2890 orang di Karawang, sedangkan pihak Dinas Sosial sampai pada tahap mengupayakan membantu kebutuhan. Rasanya mustahil, pasal 124 ayat 3 akan terealisasi dengan semestinya, atau mungkin berjalan sebaliknya.
Berimbas terhadap korban kian bermunculan di luar jangkauan. Adanya realitas korban pemerkosaan menyerang perempuan tanpa mengenal batas usia, membuktikan negara tidak bisa memberikan jaminan atas perlindungan terhadap perempuan.
Kebijakan yang diteken dalam upaya mendeklarasikan dan menancapkan eksistensi liberalisasi pemikiran terhadap seluruh masyarakat. Semua orang dipaksa tunduk terhadap kebijakan dengan kerangka berpikir bebas atau liberal.
Terimplementasi dengan terbitnya pasal 103 perihal pemberian alat kontrasepsi kepada remaja dalam upaya kesehatan reproduksi. Mengingat HIV (virus menyerang kekebalan tubuh, mayoritas ditularkan dari hubungan seksual) problema kesehatan masyarakat global, berhasil merenggut 42,3 juta jiwa, melansir dari website resmi WHO.
Melupakan sumber problema sesungguhnya, memberikan solusi yang tidak make sanse dengan akar masalah yang ada.Tadinya beli alat tersebut marak dijumpai ketika valentine, sekarang tidak perlu malu nan ragu untuk memilikinya karena pelajar memang difasilitasi, dengan dalih kesehatan reproduksi. Bukankah menjerumuskan zina?
Bukti nyata tenaga medis sudah kuwalahan menanggapi fenomena penyakit HIV, AIDS, dan penyakit menular lainnya. Menganggap aktivitas seksual sebagai pemicu utama, dianalogikan seperti gunung es, yang nampak di permukaan beberapa namun ternyata menggunung siap meledak kapan saja.
Seharusnya bisa melihat dari view helikopter dengan seksama, ketika maraknya bayi tidak diinginkan dari zina, karena sistem pergaulannya begitu bebas. Bukan membiarkan liar pergaulan bebas tumbuh subur, dengan menyediakan alat kontrasepsi untuk remaja, dan melegalkan aborsi untuk korban pemerkosaan.
Fenomena ini merujuk terhadap persoalan sistemik, berangkat dari liberalisasi pemikiran, memisahkan peran agama untuk mengatur negara, para generasi emas krisis moralitas, selaras menunjukkan wajah buruk pendidikan. Rangkaian panjang ini, melahirkan pergaulan bebas ala Barat, hingga melibatkan pemangku kebijakan melegalkan tindak kriminal.
Akhirnya, kebijakan yang ada hanya menekan lonjakan bukan memberantas persoalan. Masih ada peluang dan celah untuk melakukan zina tanpa mikir nanti dan tapi. Alih-alih, peraturan ini dibikin karena maraknya seks bebas tak terkendali.
Lantas, bagaimana jika anak hasil pemerkosaan dilindungi negara, namun maindset masyarakat masih liberal? Bagaimana generasi bebas HIV dan AIDS jika pergaulan bebas tidak diberantas? Bagaimana generasi emas menghadapi tantangan bonus demografi 2045, jika aborsi dilegalkan?
Problem solving haqiqi hanya akan dijumpai di dalam Islam. Merespon peraturan terkait aborsi untuk korban pemerkosaan, apabila dibaca dengan seksama di dalam pasal 117 ayat dua bahwasanya janin dalam keadaan cacat bawaan lahir yang tidak bisa diperbaiki tidak boleh diaborsi. Aborsi dalam Islam diperbolehkan jika menyangkut nyawa.
Bisa dipahami, bahwasanya memang barometer mengambil kebijakan bukan berdasarkan aturan dan panduan dari Sang Khaliq. Sehingga lahir kebijakan dengan taraf berpikir ganda dan rancu tanpa memberikan solutif bahkan memperpanjang deretan kerusakan.
Unistal pemikiran liberal adalah langkah awal menuju pemberantasan pergaulan bebas. Sejatinya seluruh tindak kriminal yang terjadi, merupakan implementasi dari pemikiran dan pemahaman yang rusak. Satu-satunya aturan yang memuaskan akal, menentramkan jiwa, dan sesuai fitrah manusia tentu hanya terealisasi dengan Islam. Karena Islam memiliki pemikiran yang khas, pisau analisis yang tajam, serta kerangka berpikir yang jelas.
Islam merupakan agama sekaligus seperangkat aturan kehidupan, pergaulan laki-laki dan perempuan diatur sangat detail tanpa merugikan salah satu pihak dan tentunya masing-masing individu bisa berkarya dan berprestasi tanpa menyalahi aturan dalam pergaulan Islam.
Sistem pergaulan Islam mengatur interaksi laki-laki dan perempuan di dalam kehidupan khusus dan umum. Seperti apa pakaian perempuan Muslim ataupun perempuan kafir yang hidup dalam perisai khilafah Islam. Sungguh Islam agama yang bersifat fundamental serta selalu relevan dengan perkembangan zaman.
Upgrade pemikiran Islam didalam benak kaum Muslimin lalu sebarkan, hingga masyarakat paham esensi Islam sesungguhnya. Ketika masyarakat sudah terikat dengan pemikiran, perasaan, aturan Islam, maka tidak akan ada penghalang Islam diterapkan sebagai ideologi di negeri ini, layaknya Islam pernah gemilang 1300 tahun lamanya, dan menguasai 2/3 benua.
Wallahu'alam Bisowab.
Oleh: Novita Ratnasari, S.Ak.
Pemerhati Remaja