Tintasiyasi.ID -- Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) menyampaikan bahwa hijrah yang hendaknya dilakukan tak lepas dari contoh yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad saw. yang berdakwah mulai dari personal, kelompok, hingga membentuk Daulah Islam.
“Hijrah ini tidak bisa dilepaskan dari proses dakwah Nabi
yang semula di Makkah kemudian di Madinah. Dakwah Nabi ini bukan sekadar dakwah personal atau kelompok, tetapi kemudian berwujud menjadi
sebuah dakwah di dalam level negara,” terangnya dalam dalam wawancara berjudul Hijrah Tak Cukup Individu,
Butuh Negara!
di kanal Youtube UIY Official pada Kamis (11/07/2024).
Hal yang perlu diperhatikan, jelasnya, dalam proses dakwah
adalah senantiasa meninggalkan yang haram dan melaksanakan semua yang
diperintahkan oleh Allah Swt.
“Jadi intinya meninggalkan yang haram, melakukan yang wajib
sebanyak mungkin, melakukan yang sunah sebanyak mungkin, meninggalkan yang
makruh, memilih yang mubah yang bermanfaat. Ini rumusan umumnya, rumusan
dasarnya jangan sampai banyak melakukan yang sunah tapi meninggalkan yang wajib,
(apalagi) melakukan yang haram,” jelasnya.
Oleh karena itu, Ustaz Ismail menyampaikan bahwa proses
hijrah ini harus secara total atau kaffah. Penerapan ini tak bisa jika tanpa
adanya peran negara di dalamnya.
“Secara kaffah menyangkut kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat,
dan negara. Nah, ketika kehidupan masyarakat mau diterapkan syariat, di situlah pentingnya negara. Jadi negara itu dalam Islam itu memang
didirikan untuk menerapkan syariah itu secara kaffah. Jadi kalau negara itu
justru menghalangi penerapan syariah secara kaffah jelas bertentangan dengan
prinsip penting di dalam Islam itu,” sambungnya.
Ia juga mencontohkan perubahan secara
total dalam tataran kehidupan. “Semua harus dilakukan sesuai dengan syariat tanpa ada yang
dihilangkan atau ditinggalkan. Kewajiban kita sebagai Muslim untuk turut
memperjuangkan Islam,” tegasnya.
“Jangan sampai kita ini hijrah dalam soal ibadah, makanan,
minuman, akhlak, tetapi ekonomi kita masih kapitalistik, politik masih
sekularistik. Kita masih terlibat di dalam organisasi politik yang memperjuangkan
sesuatu yang bukan Islam. Kalau memperjuangkan Islam itu wajib memperjuangkan
selain Islam kan tidak boleh. Nah, jadi mestinya itu juga ditinggalkan,”
terangnya.
Ustaz Ismail mengatakan bahwa sejatinya Allah mengatakan di dalam
surah Al-Anbiya ayat 107 bahwa Allah mengutus Rasulullah untuk mewujudkan Islam
sebagai rahmatan lil-‘alamin. “Kerahmatan ini tak akan bisa terwujud
jika syariat tidak diterapkan secara total atau kaffah,” lugasnya.
“Allah katakan wama arsalnaka illa rahmatan lil-‘alamin,
‘Tidaklah Aku utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmatan lil-‘alamin.’ Bagaimana
kerahmatan itu bisa diwujudkan hanya mungkin jika dan hanya jika syariah Islam
itu diterapkan,” jelasnya.
Sebagai penutup, ia mempertanyakan mengapa politik dan
pemerintahan Islam tidak diterapkan layaknya kehidupan Islam yang lain. “Pertanyaan ini seharusnya dipahami
sebagai ajakan atas urgensi penerapan syariah secara total. Ada keluarga Islam,
ada sekolah Islam, ada ekonomi Islam, kenapa tidak boleh ada politik Islam, dan pemerintahan Islam?” pungkasnya.[]
Hima Dewi