Tintasiyasi.ID -- Pengamat Kebijakan Publik Dr. Fahrur Ulum, M.E.I. menyatakan bahwa menganggap tambang sebagai milik negara merupakan kesalahan dalam (pandangan) Islam. “Anggapan tambang adalah milik negara, ditinjau dari sisi Islam merupakan kesalahan,” ujarnya di YouTube Khilafah News bertajuk Tambang Untuk Ormas = Rampasan Perang, Ahad (14/07/2024).
“Kalau di dalam sistem Islam, kepemilikan dibagi tiga: ada
yang milik negara, milik umum, dan dimiliki individu. Nah,
tambang itu masuk dalam kategori milkiyah ‘ammah (kepemilikan umum),
kalau menurut Islam. Itu tidak masuk sebagai kepemilikan individu, maupun kepemilikan negara,” paparnya.
“Namun jika menggunakan pendekatan kapitalisme, tambang
diklaim sebagai milik negara yang bisa diberikan kepada siapa saja yang
dikehendakinya,” ujarnya.
Ia menjelaskan, refleksi gaya berpikir kapitalisme meracuni
pola kehidupan berbangsa dan bernegara, segalanya diukur dengan uang dan
materi. Ujung-ujungnya kemerdekaan negara dijadikan ajang bagi-bagi uang dan
kekayaan negara.
Fahrur menambahkan, kapitalisme menempatkan manfaat di atas segala-galanya. “Tetapi azaz
manfaat tidak bisa dijadikan tolok ukur, ketika aktivitas mengambil manfaat itu
ternyata tidak sesuai dengan aturan Allah Swt.,” lugasnya.
Harta Ganimah
Fahrur memaparkan, dalam Islam, harta rampasan perang (ganimah) atau anfal diperoleh
dari pertempuran. “Jadi kalau kita berbicara tentang ganimah, maka di sini ada musuh, ada
peperangan. Sedangkan pembagian harta rampasan perang ini, dijelaskan di surah Al-Anfal ayat 1, ‘Harta rampasan perang itu milik Allah
dan Rasul (menurut ketentuan Allah dan Rasul-Nya).’ Namun pada saat Perang Badar, Rasulullah tidak mengambil
sepeser pun ganimah tersebut.
“Di lain waktu, Rasul mengambil sebagian harta rampasan perang untuk diri
beliau dan untuk keluarga beliau. Kemudian ada yang dibagikan secara merata,
dan ada yang dibagikan hanya kepada orang-orang tertentu saja,” sambung Fahrur.
Ia mengungkapkan, pernyataan K.H. Said Agil Siradj tentang
konsesi tambang untuk ormas keagamaan sebagai ganimah atau harta rampasan
perang, atas upaya merebut kemerdekaan Indonesia, adalah kerancuan pemahaman
terhadap fakta. “Sejatinya barang tambang itu sebagai milik seluruh kaum Muslim (kepemilikan umum). Saat
tambang dianggap sebagai ganimah, adalah kesalahan,”
pungkasnya.[] Yesi Wahyu