Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Soroti Revisi UU, Prof. Suteki: Ini Bukan Lagi Negara Hukum

Sabtu, 20 Juli 2024 | 15:14 WIB Last Updated 2024-07-20T08:14:41Z
TintaSiyasi.com -- Menyoroti upaya revisi sejumlah undang-undang (UU) oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) di akhir jabatan, Pakar Hukum dan Masyarakat, Prof. Suteki mengatakan hal itu menunjukkan ini (Indonesia) bukan lagi negara hukum.

"Ini bukan negara hukum. Kalau negara hukum, soal kepastian hukum, pasti (ada) di situ. Salah satu ciri kepastian hukum adalah tidak mudah mengubah undang-undang," tuturnya dalam diskusi Revisi UU (Kementerian, Polri, TNI, Penyiaran, MK, Wantimpres) di Akhir Jabatan, Ada Apa? Ahad, (14/7/2024l di kanal YouTube Media Umat.

Parameter indikasi negara ini bukan lagi negara hukum menurut Prof. Suteki, pertama adalah mereka (penguasa) suka mengubah undang-undang. Bahkan, dalam sepuluh tahun ini bolak-balik dilakukan (perubahan) peraturan perundang-undangan. Kalau saja perubahan (revisi) undang-undang itu menuju ke arah politik hukum yang baik hal itu bukan masalah.

"Tetapi ketika itu mengingkari politik hukumnya, wah, wasallam. Ini berarti apa? Hanya mengikuti kemauan para politikus atau penguasa di situ. Berarti apa? Itu nanti yang kemudian akan berakibat apa? itu sesuai dengan kemauan pemerintah atau penguasa sendiri, termasuk partai-partai politik," terangnya.

Kondisi itulah lanjutnya, mengindikasikan negara ini bukan lagi negara hukum, tetapi menjadi negara kekuasaan yang cenderung otoriter. Ketika legislatif, yudikatif, eksekutif sudah dalam satu genggaman, kata Prof. Suteki, itulah yang disebut sebagai mafia hukum. Kalau sudah terjadi mafia hukum, maka disaat itulah negara tidak lagi menjadi negara hukum, tetapi sudah menjadi negara politik. Lebih tepatnya, menjadi negara kekuasaan. 

"Karena menjadi negara kekuasaan, maka yang diutamakan adalah soal kekuatan, kekuasaan. Dan itu akan cenderung apa? Dari sisi teoritik pasti itu akan yang diutamakan adalah otoritarianism," ujarnya.

Munculnya otoritarianisme tersebut kata Prof. Suteki akan memporak-porandakan semua, termasuk demokrasi. Ketika rule of law atau hukum, itu sudah diacak-acak, maka demokrasi pasti akan hancur. Karena itu ia mengatakan bahwa para penyelenggara saat ini tengah melakukan bunuh diri terhadap demokrasi.

"Saya katakan, itu sebenarnya para penyelenggara negara sekarang itu sedang melakukan bunuh diri terhadap demokrasi. Yang kalau kita sebut ini kan pangkal atau biang keroknya dari segala sesuatu itu kan sebenarnya dari sini, meskipun banyak juga yang memuji-muji soalan-soalan kehebatan demokrasi. Ketika otoritarianisme itu muncul, maka itu sudah memporak-porandakan semua," paparnya.

Sedikitnya ada enam peraturan perundang-undangan yang akan direvisi disoroti Prof. Suteki, yaitu revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (RUU Penyiaran). RUU Perubahan Keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (RUU MK). RUU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). RUU Perubahan Ketiga Atas UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (RUU Polri). RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (RUU Wantimpres), dan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (RUU Kementerian Negara).[] Saptaningtyas

Opini

×
Berita Terbaru Update