Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Saat Dokter Lokal Harus Bersaing dengan Dokter Asing

Minggu, 14 Juli 2024 | 16:55 WIB Last Updated 2024-07-14T09:55:36Z
Tintasiyasi.id.com -- Dunia kesehatan dalam negeri sempat heboh. Beberapa waktu lalu akan wacana yang di utarakan oleh Menkes, Budi Gunadi Sadikin yang berencana akan mendatangkan 6.000 dokter asing guna meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Ia beralasan bahwa setidaknya ada 12.000 bayi di Indonesia yang memiliki kelainan jantung bawaan. Sementara dokter Indonesia hanya mampu melakukan operasi 6.000 bayi/tahun (Kumparan.com, 12/7/2024).

Hal ini mendatangkan penolakan khususnya dari dokter dalam negeri yang merasa adanya kebijakan yang mengesampingkan eksistensi dan meragukan kemampuan dokter dalam negeri. Penolakan ini juga hadir dari Dekan FK Unair, Prof Budi Santoso hingga berbuntut pemecatan beliau 4 Juli 2024 lalu. 

Beliau menilai bahwa di negeri kita memiliki 92 fakultas kedokteran dan dengan lulusan itu setdidaknya sudah mampu untuk memenuhi kebutuhan dokter dan pelayanan kesehatan dalam negeri.

Kapitalisasi Kesehatan
Sebenarnya sudah menjadi pengetahuan khalayak umum, bahwa menempuh pendidikan dokter di Indonesia bukan perkara yang mudah juga biaya yang murah. 

Mulai dari jalur masuknya, biaya SPP, hingga biaya pendidikan dokter spesialis. Ini menjadi evaluasi bagi pemerintah dalam menunjang pendidikan anak bangsa guna kebelanjutan masa depan bangsa dalam pemenuhan kebutuhan dokter nasional.

Berdasarkan data Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) per Juli 2024 Indonesia memiliki 281.590 dokter.yang teregistrasi. Dari jumlah itu jumlahdokter spesialis berjumlah 59.885 orang atau 21,27%. Jumlah ini masih jauh dari parameter yang ditetapkan oleh WHO bahwa rasio dokter spesialis dalam melayani masyarakat 1:1.000. Sedangkan Indonesia berada dalam peringkat 9 di Asia Tenggara.

Rasio dokter hanya 0,69 per 1.000 penduduk. Artinya 1 dokter spesialis harus mengampu 1.300 penduduk. Jumlah ini menurut WHO masih jauh dari ideal.

Jika ditinjau dari pelayanan kesehatan, pemerintah khususnya masih banyak aspek yang harus di evaluasi mulai dari biaya mahal pelayanan kesehatan, keteresediaan rumah sakit yang berkualitas di daerah sehingga pasien yang berada di wilayah terpencil harus dirujuk di rumah sakit besar.

Hal ini sama pentingnya dengan ketersediaan dokter spesialis. Indonesia harus menggenjot pemenuhan dokter dalam negeri dengan diberi kemudahan akses pendidikan untuk semua kalangan. Sebab framing masyarakat untuk menjadi seorang dokter harus memiliki kemampuan secara finansial. Bagaimana jika cita-cita mulia ini diimpikan oleh masyarakat menengah kebawah? 

Wacana mendatangkan dokter asing justru memperlihatkan akan kurangnya kemampuan kita dalam mencetak banyak dokter. Pelayanan kesehatan yang masih jauh panggang dari api seharusnya memperbaiki aspek internal lebih utama ketimbang mendatangkan dokter dari luar. 

Pelayanan Kesehatan dalam Islam
Potret pelayanan kesehatan hari ini menjadikan kita memimpikan momen dimana Islam pernah memberikan pengaruh yang begitu luar biasa bagi peradaban dunia. Muhammad ibn Zakariya ar-Razi(864-965) yang dikenal sebagai Rhazes di Eropa.

Beliau ahli kimia dan obat-obatan. Kontribusinya dalam dunia kesehatan terbukti dari hampir 100 buku tentang dunia kesehatan. Beliau juga ahli bedah mata terbaik pada masanya.

Kita juga mengenal Ibnu Sina (980-1.037) yang mahsyur dengan nama Avicena di Barat. Karyanya di dunia kedokteran menjadi rujukan selama berabad-abad. Ahli bedah Muslim Amr ibn Abd ar-Rahman Kirmani yang beliau biasa melakukan bedah di Rumah Sakit Andalusia.

Dari sisi pelayanan saat era kekhilafahan Islam yakni saat Muhammad Al Fatih (Kekhilafahan Utsmani) dalam memberikan pelayanan kesehatan yaitu beliau merekrut juru masak terbaik untuk rumah sakit, dokter datang minimal 2 kali sehari ke pasien. Tiap rumah sakit minimal ada 2 dokter umum. Pegawai RS harus bersifat qanaah dan juga memberi perhatian besar kepada pasien.

Dokter tidak boleh memberi obat sembarangan tapi harus terjamin kualitasnya. Saat itu juga tersedia dokter-dokter spesialis diantaranya penyakit dalam, bedah dan ahli obat-obatan.

Contoh lainnya adalah banyaknya dibangun Birbistan atau rumah sakit. Banyak orang Eropa dulu yang datang ke Birbistan karena pengobatannya paling canggih saat itu. Bahkan kata beliau rumah sakit Islam menjadi tempat wisata orang  Eropa saking bagus dan luar biasanya pelayanan rumah sakit (Media Umat, 16/1/2023).

Pelayanan dan SDM terbaik hanya dihasilkan dari sistem dan regulasi yang shahih. Orientasinya adalah ketakwaan kepada Allah. Bukan semata mengejar prestise didunia namun kebermanfaatan secara luas. Wallahu 'alam bishshowwab.[]

Oleh: Nurhayati, S.S.T.
(Aktivis Muslimah)

Opini

×
Berita Terbaru Update