Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Revisi UU TNI dan Polri, IJM: Akan Mudah Dimanfaatkan Penguasa menakan Masyarakat

Rabu, 17 Juli 2024 | 08:38 WIB Last Updated 2024-07-17T02:33:46Z
TintaSiyasi.com -- Merespons upaya revisi undang-undang TNI dan Polri oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menyampaikan hal itu berpeluang akan menekan hak-hak masyarakat dan sebagai alat politik kekuasaan.

"Peluangnya ke depan tentu akan mudah di-take (dimanfaatkan) oleh penguasa demi kepentingan-kepentingan yang tentu akan menekan hak-hak masyarakat dan juga alat politik kekuasaan. Ini yang sangat dikhawatirkan," ungkapnya dalam forum diskusi: Revisi UU (Kementerian, Polri, TNI, Penyiaran, MK, Watimpres) di Akhir Jabatan, Ada Apa? di kanal YouTube Media Umat, Ahad (14/7/2024).

Ia kemudian menduga, hal itu semacam gift yang diberikan kepada TNI. Ditambah lagi, hari ini banyak sekali perwira tinggi non-job dan perluasan jabatan sipil untuk TNI aktif dan juga perluasan serta penambahan jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti yang tertera di pasal 7 ayat 2 dan 3. Pasal-pasal krusial ini seperti enggak nyambung dengan problem utama dari TNI itu sendiri.

Misalnya terkait dengan kedaulatan negara, terkait dengan konflik Laut Cina Selatan, terkait dengan keamanan keamanan dari luar negeri. "Ya, itu enggak nyambung sekali dengan konteks ini. Karena RUU TNI ini akhirnya memberikan ruang kepada TNI untuk masuk lebih jauh pada ranah/ruang sipil dan ini yang mengkhawatirkan banyak kalangan. Akan muncul apa yang disebut dwifungsi ABRI. Ini yang kemudian dikhawatirkan," paparnya.

Kemudian, kata Agung, titik kritis ketika OMSP yang diperluas, membuat TNI terseret dan terlibat dalam kegiatan sipil, contohnya pengamanan perusahaan tambang dan pengamanan kejaksaan yang terjadi beberapa waktu lalu.  

"Itu kan sebenarnya bukan ranah TNI dan itu ilegal. Dan melalui perluasan OMSP, ini berpeluang TNI itu yang tadinya ilegal untuk beberapa kegiatan itu bisa menjadi legal. Ini yang menjadi titik kritis. Dan ini kan akhirnya enggak nyambung dengan persoalan utama kedaulatan negara yang harus menjadi domain dari TNI," jelasnya. 

Hal yang sama pun terjadi dalam tubuh Polri, ia menduga, revisi RUU ini semacam hadiah untuk Polri demi kepentingan penguasa sehingga akan lebih leluasa mengatur Polri sesuai dengan keinginannya. 

Seperti diketahui, lanjutnya, Polri saat ini banyak menimbun persoalan, menyangkut integritas misalnya. Ia mencontohkan, terbukti belum bisa menuntaskan beberapa kasus, seperti kasus Afif di Sumbar dan Vina Cirebon, namun kemudian dengan revisi RUU ini malah diperluas kewenangannya. "Ini kan enggak nyambung antara masalah dan solusinya," cetusnya.

"Kemudian kalau kita lihat dari sisi survey Indeks Persepsi Korupsi Polisi yang dikeluarkan oleh Indeks Mundi pada 16 Mei 2024 itu angkanya 7,56 persen. Ini tertinggi di kawasan Asia Tenggara, loh. Artinya, ada problem korupsi juga ditubuh Polri, kok solusinya diberi kewenangan diperluas?" pungkasnya. []Tenira

Opini

×
Berita Terbaru Update