Tintasiyasi.id.com -- Betapa Indonesia telah kehilangan kemandirian. Padahal, banyak sekali potensi yang dimiliki negara kita yang tidak dimiliki oleh negara lain. Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah ruah. Mulai dari hasil tambang berupa emas, nikel, besi, bauksit, uranium, dan lain sebagainya.
Indonesia juga mempunyai potensi laut yang sangat luar biasa, di dalamnya terdapat minyak bumi, gas alam, ikan beraneka ragam dan Indonesia memiliki potensi hutan. Bahkan, sebagai paru-paru dunia dan kekayaan alam lainnya yang tidak ada habis-habisnya jika kita menakar satu per satu.
Indonesia memiliki sumber daya manusia yang banyak. Potensi ini bisa menghantarkan Indonesia menjadi negara besar dan kuat. Namun, pada hari ini pemimpin negeri menggadaikan Indonesia dengan harga murah. Bahkan melacurkan negeri demi kepentingan pribadi.
Mereka jual Indonesia atas nama investasi. Rakyat tidak bisa menikmati apa yang telah dianugerahkan Allah atas kekayaan alam yang sudah diciptakan-Nya di negeri mereka. Bahkan lebih parahnya rakyat sebagai babu di negeri sendiri. Budak para cukong. Budak para investor asing.
Investasi China yang sudah menggurita, terkhusus di negara kita, menjadikan negara kita lemah. Ketergantungan terhadap China dalam segala hal. Kita sebut salah satunya hutang negara kita ke China yang akhirnya China mudah untuk mengintervensi Indonesia.
Akhirnya kita lihat banyaknya TKA China masuk berbondong-bondong kerja di Indonesia bahkan tanpa mengetahui bahasa kita. Kemudian mereka digaji lebih tinggi dari rakyat pribumi. Seolah TKA China mendapat keistimewaan di negeri ini. Sedangkan pribumi hanya budak pemuas nafsu para kapital.
Barang-barang impor dari China membanjiri pasar kita. Lalu apa yang terjadi? Akhirnya banyak perusahaan dalam negeri gulung tikar. Tsunami kematian pabrik tekstil RI nyata (CNBCIndonesia.com, 30/06/2024).
Industri tekstil di Indonesia sedang dalam situasi “gawat darurat” menyusul penutupan puluhan pabrik serta pemutusan hubungan kerja (PHK) lebih dari 13.000 pekerja karena imbas pasar global lesu dan produk impor dari China membanjir. Sayangnya, menurut pengamat industri pertekstilan, Rizal Tanzil Rahman, pemerintah Indonesia justru membuka keran impor tanpa mempertimbangkan kondisi industri tekstil nasional yang sudah darurat (BBCNews.com, 01/07/2024).
Ternyata jelas bahwa investasi China tidak berbanding lurus dengan penyelesaian ketenagakerjaan. Bahkan dampaknya lebih buruk. Masyarakat malah kehilangan mata pencariannya. Daya beli masyarakat pun melemah. Dengan melemahnya daya beli, berdampak kepada ekonomi Indonesia yang juga melemah.
Jelas dan nyata, bahwa investasi China tidak menguntungkan rakyat sama sekali. Masyarakat dimiskinkan karenanya. Bayangkan berapa banyak jumlah pengangguran yang terus terjadi karena PHK massal. Bagaimana rakyat dengan tanpa pemasukan harus memenuhi biaya sekolah yang tinggi, kebutuhan pokok yang kian mahal, biaya kesehatan yang mahal.
Bagaimana kesejahteraan itu bisa tercapai? Bahkan hari ini, untuk bisa makan saja sudah syukur Alhamdulillah. Padahal, sejatinya kita bukan negara miskin. Kita memiliki semua potensi alam yang negara lain belum tentu memilikinya, tetapi seolah kita bangsa yang makin hari makin miskin melarat.
Kita tahu permasalahan kita adalah permasalahan sistemik. Susah untuk mengurai satu persatu jika sistemnya masih bermasalah. Sebaik apa pun orang yang memegang tampuk kekuasaan jika sistem rusak, maka akan rusaklah semua.
Indonesia sebagai negara yang menerapkan sistem kapitalisme akan mendewakan para kapital untuk menguasai negeri kita. Dengan kebebasan kepemilikan maka para kapital baik dalam negeri maupun luar negeri yang kita sebut investor asing sangat mudah untuk menguasai kekayaan alam kita.
Mereka mudah menjual pulau kita, tambang kita, hutan kita, dan semua yang mereka kehendaki. Sedangkan rakyatnya dapat apa? Rakyat hanya pekerja yang digaji sangat murah untuk memuaskan nafsu mereka.
Rakyat Indonesia seperti sudah tidak ada harga diri lagi. Mereka harus menerima pekerjaan dengan gaji yang minim demi bisa bekerja. Kalau mereka berusaha untuk buka usaha, itu pun sulit. Rakyat dipersulit secara administrasi, pajak yang tinggi, dan tantangan barang impor besar-besaran yang akhirnya membunuh pengusaha kecil pribumi. Seperti mati perlahan di lumbung padi sendiri.
Tidak ada yang tersisa untuk rakyat kecuali hutang negara yang lagi-lagi dibebankan oleh negara kepada rakyatnya dengan pemalakan-pemalakan yang beraneka macam, yang mereka sebut dengan pajak. Kalau tidak bayar pajak, maka kehidupan rakyat dipersulit. Dirazia, kena denda atas keterlambatan, seperti kita tidak boleh bernafas lega.
Beginilah jika kita masih mempertahankan sistem kufur kapitalisme. Kesengsaraan demi kesengsaraan kita rasakan karena memang aturan sistem kapitalisme bukan dari Sang Pencipta kita. Allah sudah menurunkan Islam lengkap dengan akidah dan syariat. Islam memiliki aturan yang kompleks yang mengatur kehidupan manusia.
Islam mengharamkan kekayaan alam yang merupakan kepemilikan umum dimiliki oleh individu atau segelintir orang. Negara wajib mengelola kekayaan alamnya sendiri dan hasil dari pengelolaannya akan diserahkan kepada rakyat secara utuh untuk kemaslahatan rakyatnya. Dengan begitu pasti lapangan pekerjaan terbuka lebar.
Islam mengharamkan hutang luar negeri terutama kepada negara kafir karena itu sama saja dengan bunuh diri politik. Dengan adanya hutang luar negeri, maka negara luar bisa saja mengintervensi kebijakan-kebijakan di dalam negeri yang bisa saja membahayakan kemaslahatan rakyat.
Islam mengatur hubungan luar negeri salah satunya adalah perdagangan luar negeri dengan konsep untuk kemaslahatan rakyat. Jadi, kalau hubungan luar negeri malah akan menzalimi rakyat maka haram hukumnya negara menjalin kerja sama dengan negara asing.
Demikianlah Islam dengan kesempurnaannya mengatur segala lini kehidupan termasuk dalam tatanan kenegaraan. Namun, aturan ini tidak bisa diterapkan tanpa adanya negara yang menerapkannya.
Maka negara Islam nantinya akan menerapkan aturan-aturan Islam yang akan menyelesaikan permasalahan kompleks rakyat Indonesia. Termasuk masalah kemiskinan terstruktur yang kita rasakan hari ini. Wallahu'alam bishshawwab.[]
Oleh: Endah Sefria, S.E
(Praktisi Ekonomi)