TintaSiyasi.id -- Perjudian bisa dikatakan salah satu kemaksiatan tertua dalam peradaban manusia. Judi adalah gambaran keserakahan manusia ketika tidak diatur oleh aturan Sang Pencipta. Mirisnya, modernisasi ternyata tidak merubah perilaku manusia. Perjudian modern, yang sering disebut judi online, kian merebak merajalela di Indonesia. Judi kini bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja. Semakin terselubung sehingga sering luput dari perhatian. Siapapun yang memiliki handphone jenis android, dimana saat ini hampir semua orang memilikinya, bisa mengakses judi online dengan mudah.
Pelakunya dari semua golongan, baik ekonomi bawah maupun atas, usia muda maupun tua, laki-laki maupun perempuan, bahkan anak-anak usia sekolah dasar ada yang menjadi pelaku judi online. Yang mengejutkan, baru-baru ini terkuak bahwa anggota DPR pun terindikasi terlibat dalam judi online.
Dilansir dari kompas.com (02/07/2024), sebanyak 60 orang yang bekerja di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terindikasi bermain judi online. Dari jumlah tersebut, dua orang diantaranya merupakan anggota DPR. Hal ini diketahui berdasarkan surat yang disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) sekaligus Ketua Satgas Pemberantasan Judi Online, Hadi Tjahjanto kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.
Judi, adalah salah satu penyakit masyarakat yang harus diberantas. Kerusakan akibat perjudian tidaklah main-main. Seseorang yang sudah terlanjur kecanduan judi, ia akan menjadi orang yang malas, enggan bekerja karena merasa bisa mendapat uang dengan mudah melalui judi. Tak jarang orang yang telah kecanduan judi hingga hartanya habis, berujung pada depresi dan bunuh diri.
Selain itu, dari perjudian bisa berujung pada tindakan-tindakan kriminal seperti pencurian, perampokan, perkelahian, bahkan pembunuhan. Sembuh dari rasa kecanduan judipun bukan hal yang mudah. Ketika seseorang telah merasakan sekali saja keuntungan dari berjudi, akan sangat sulit baginya menolak rasa ingin berjudi untuk kali berikutnya. Maka judi benar-benar sebuah petaka yang bisa menghancurkan individu, masyarakat, dan pada akhirnya menghancurkan sebuah bangsa.
Maka sangat tercela, jika anggota dewan yang terhormat, yang harusnya menjadi contoh bagi masyarakat, justru menjadi pelaku judi online. Yang harusnya terdepan dalam memikirkan kemajuan bangsa dan negara justru memberi sumbangsih dalam merusak mental generasi. Inilah potret buram negeri demokrasi kalpitalis yang mana jabatan bisa diperjualbelikan. Kepemimpinan bukan berdasarkan kompetensi atau kemampuan. Pemimpin jujur dan amanah adalah sesuatu yang amat sangat langka. Atau bahkan tidak ada sama sekali.
Jika ditilik kebelakang, ada beberapa pernyataan pemerintah yang kontroversial. Salah satunya, Kementerian Sosial (Kemensos) pertengahan Juni 2024 lalu mengatakan keluarga korban judi online akan mendapatkan bantuan sosial (bansos) jika jatuh miskin dan memenuhi kriteria penerima. Kendati Kemensos menegaskan bahwa bantuan bukan untuk pelaku judol, melainkan untuk keluarganya. Namun secara logika, membantu keluarga pelaku judi online, apa bedanya dengan membantu pelaku itu sendiri. Pernyataan pemerintah ini jelas ibarat angin segar bagi para pelaku judi. Bukannya khawatir jatuh miskin, justru mereka merasa aman karena keluarganya akan mendapat bansos. Seringkali, masyarakat dihadapkan pada kebijakan pemerintah yang tidak masuk akal.
Masih banyak kasus berkaitan judol yang dilakukan oleh aparat pemerintahan. Masih segar diingatan, kasus pembakaran seorang polisi oleh istrinya sendiri yang juga seorang polwan. Pelaku memberi kesaksian bahwa salah satu alasan ia berbuat nekat karena merasa putus asa atas suaminya yang kecanduan judi online. Adanya pejabat yang terindikasi judi online, ditambah pernyataan pemerintah yang akan memberi bansos pada keluarga pelaku judol, jelas bahwa pemerintah tidak serius melawan perjudian. Atau bahkan bisa dikatakan mendukung praktek judi online.
Saat ini, judi online telah merasuk ke seluruh lapisan masyarakat. Banyak ditemui anak-anak usia sekolah dasar juga mulai coba-coba. Sungguh sebuah bencana jika judi online tidak segera diberantas habis. Tidak terbayangkan rusaknya mental generasi penerus bangsa. Namun, dalam sistem kehidupan sekuler kapitalis seperti sekarang, judi online mustahil dituntaskan. Sebab, dalam kapitalisme apapun bisa dijadikan bisnis. Asal mendatangkan keuntungan, meskipun mengorbankan generasi dan masyarakat, kenapa tidak. Terlebih judi online adalah bisnis yang sangat menggiurkan. Maka jalan satu-satunya adalah mencabut sistem kapitalis sekuler kemudian menerapkan sistem yang benar dan sempurna yaitu Islam.
Islam adalah mabda atau ideologi yang tidak hanya mengatur cara peribadatan, tapi juga mengatur seluruh tata kehidupanan manusia. Mulai dari skala individu, masyarakat hingga pengelolaan negara. Islam sangat jelas melarang perjudian apapun bentuknya. Tidak ada kompromi sedikitpun terhadap para pelaku judi.
Selain itu, negara bersistem Islam sangat memperhatikan kewajibannya meri'ayah seluruh rakyat. Semua kebutuhan pokok dipenuhi dengan baik sehingga tidak ada celah bagi setiap individu untuk melirik perjudian. Demikianlah Islam jika diterapkan akan menjadi solusi dan memberi berkah bagi seluruh umat manusia. Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Dinda Kusuma W.T.
Aktivis Muslimah