TintaSiyasi.com -- Terkait salam lintas agama, Aktivis Dakwah Islam Ustaz Adi Victoria menjelaskan penting bagi umat Islam memahami keharaman salam lintas agama.
"Betapa pentingnya umat Islam memahami keharaman salam lintas agama. Mengetahui hukum salam lintas agama itu sangat penting agar umat Islam makin paham dan bisa terhindar dari praktik salam lintas agama seperti itu," lugasnya dalam Kabar Petang, Benar, Salam Lintas Agama Haram di kanal YouTube Khilafah News, Jumat (28/6/2024).
Oleh karena itu menurutnya, dengan adanya Fatwa MUI bisa menjadi rujukan bagi umat Islam, khususnya di Indonesia bahwasanya umat Islam tidak boleh melakukan atau mengucapkan salam yang sifatnya lintas agama.
"Maka, kalau kita Muslim cukuplah salam kita sebagai seorang Muslim. Sedangkan yang terjadi di negeri ini, salam lintas agama justru digalakkan, khususnya oleh pemerintah," sesalnya.
Ia melanjutkan, banyak sekali masyarakat mendengar di kalangan pejabat atau birokrasi yang kemudian mengadakan kegiatan, acara maupun seminar, biasa terdengar kalimat salam lintas agama yang menggabungkan salam antara umat Islam dengan salam agama luar.
"Ini terjadi karena faktor ketidakpahaman, yakni salah memahami terkait dengan toleransi. Ini kan maksudnya adalah kita bertoleransi karena banyaknya agama yang ada. Sehingga, menggabungkan salam untuk memulai suatu kegiatan tadi. Itu merupakan toleransi kebablasan. Padahal, seharusnya toleransi tidak demikian," jelasnya.
Ia menyebut, fatwa MUI yang melarang terkait dengan salam lintas agama, tentu tidak ada kaitannya dengan toleransi antar umat beragama.
"Dalam hal keharusan kita bertoleransi dengan non-muslim, jelas umat Islam itu sudah sangat paham. Bahkan karena sikap toleransi umat Islam itulah kemudian kehidupan beragama di negeri yang mayoritas Muslim ini bisa hidup berdampingan secara harmonis," tukasnya.
Itu artinya imbuh Adi, umat Islam tidak ada persoalan intoleransi. Umat Islam yang ada di Indonesia sudah sangat toleran. Maka, Fatwa MUI seperti itu sangat diperlukan supaya tidak terjadi sinkretisme dalam masalah agama.
"Namun, kenapa fatwa itu baru ada sekarang? Karena mungkin MUI sudah sering melihat jika salam lintas agama sering dilakukan dan makin digalakkan," ujarnya.
Sehingga lanjutnya, jika tidak melakukan salam lintas agama, akan dianggap intoleran. Padahal, tidak ada hubungannya antara salam dengan masalah toleransi. "Karena, toleransi adalah kita membiarkan orang lain beragama sesuai dengan keyakinannya, tidak mengganggu peribadatan dalam masalah agama," paparnya.
"Maka, fatwa MUI ini lebih kepada penjagaan terhadap akidah umat Islam, penjagaan terhadap sinkretisme dalam beragama, sebab jika terjadi sinkretisme, berarti semua agama itu tidak ada masalah. Sedangkan dalam Islam jelas bahwa agama yang diridhai itu hanyalah Islam," tuturnya.
Sedangkan bagi orang-orang yang kontra dengan fatwa MUI, ungkapnya, mereka mengatakan bahwa hal tersebut adalah bentuk kemunduran Islam. Mengatakan demikian jelas terlarang karena kalau tidak dilarang dan tidak ada fatwa untuk melarang, maka akan menjadikan umat untuk melakukan perkara yang sifatnya melanggar syariah. Maka, pentingnya ulama untuk menjaga umat agar kemudian tidak melakukan perkara yang diharamkan.
"Sebetulnya, fatwa MUI bukan kemunduran umat Islam, karena kita pahami dan ketahui bahwasanya kaum Muslim harus menjadikan Islam menghukumi fakta yang ada, bukan fakta yang menghukumi Islam. Terjadinya perubahan zaman, fasilitas, sarana dan sebagainya itu pasti adanya. Namun, Islam yang menghukumi, tidak boleh kemudian zaman itu yang menghukumi agama seperti itu karena cara pandang Islam adalah apakah sesuatu itu sesuai dengan akidah sebagai Muslim atau tidak. Maka, inilah yang disebut dengan pemikiran Islam," terangnya.
Ia menyebut bahwa ulama menjelaskan, pemikiran Islam adalah upaya untuk melihat sesuatu dari sudut pandang Islam, bukan melihat apakah sesuatu itu sesuai dengan zaman dan keadaan ataukah tidak.
"Namun, harus didasarkan dan dilandaskan kepada pemikiran Islam, yakni pemikiran yang berasaskan akidah Islam, pemikiran yang berasaskan halal haram," tutupnya [] Nurmilati